part 41

884 70 22
                                    

Hito menatap Nasya yang melambaikan tangan dengan senyum mengantar kepergian Stefan. Hito menarik nafas dalam dan beranjak mendekati Nasya. Hito berada di belakang Nasya menatap belakang punggung Nasya, bahkan selama beberapa saat Nasya masih tak menyadari keberadaannya. Betapa pentingnya Stefan sekarang ada di hati Nasya?  Batin Hito.

Semakin lama mobil Stefan semakin tak terlihat. Saat Nasya berbalik ia terperanjat karena kehadiran Hito.

"ah, kak Hito?  Sejak kapan kakak berdiri di sini?"

"mang Aji bilang, kalian sudah saling mencintai. Bahkan Stefan melamarmu dengan cincin. Rasanya ada sebuah pisau yang menikam wajah dan hatiku, Nas. Kamu ingin aku patah hati sampai mati?"

"Nas selalu jadi adik kak Hito, seperti kak Raya dan Ersya. Bukankah kak Hito bilang kebahagiaanku juga kebahagiaan kakak?  Apa kak Hito melupakannya?"

"benar, kakak akan coba menghilangkan perasaan kakak."

"selamat, Nas." lanjut Hito.

Nasya mengiyakan dengan menganggukan kepalanya. Ia tersenyum simpul menatap Hito. Hito membalas senyuman Nasya, sebagian hatinya mungkin sakit karena cintanya pupus tapi sebagian lagi merasa lega karena melihat Nasya tersenyum lepas. Sementara Nasya berharap dengan tulus agar suatu saat Hito bisa menemukan orang yang mencintainya dan bisa membahagiakannya.

Hito mengusap lembut puncak kepala Nasya. Hito merasa Nasya lebih beruntung dari Raya dalam hal pasangannya. Dan itu membuat sedikit nilai Stefan berubah dimatanya, paling tidak Stefan tidak brengsek seperti Cemal. Jadi ia lebih tenang saat melepas Nasya bersamanya.

---

Hito kembali ke rumah Raya dengan lesu. Ersya yang melihat Hito baru saja datang dengan tampilan yang tak bersemangat bergegas menghampirinya.

"kak Hito darimana? Mama udah siapkan sarapan. Kita sarapan bareng."

"iya." jawab Hito memaksakan senyum di bibirnya.

"Raya nggak ikut sarapan bareng?" tanya Hito begitu menyadari tidak adanya keberadaaan Raya di meja makan.

"Raya nggak mau nak Hito. Tante, om, dan Ersya udah ngebujuk Raya dari tadi. Tapi dia bersikeras untuk nggak makan jika kita memintanya berpisah dari Cemal. Tante nggak tahu lagi. Kita makan dulu nanti tante akan coba bujuk Raya lagi."

"biar Hito yang ngebujuk Raya tante. Siapa tahu Raya mau."

Ny. Vonny dan pak Attalarik saling pandang sebelum akhirnya mengiyakannya. Hito menuju kamar Raya, sementara ny. Vonny,  pak Attalarik dan Ersya penuh harap semoga Hito bisa membujuk Raya.

"Ray.. Ray.. Makan yukk.. Aku laper..." ucap Hito pada Raya yang berada di tempat tidur menghadap dinding membelakanginya.

"kamu tega Ray. Kalo aku kelaperan terus aku mati gimana?" ucap Hito sambil duduk di tepi tempat tidur.

"kalau laper ya makan aja. Kenapa kesini?"

"kamunya nggak mau makan. Gimana aku mau makan."

"aku nggak mau makan kalo kalian tetep nyalahin Cemal dan membuat aku bercerai."

"Ray, jujur deh. Kamu sebenarnya tahu kan kalau Cemal salah. Di hati kecil kamu, kamu juga nggak setuju kan sama perbuatannya Cemal?" Raya menegang mendengar pertanyaan Hito. Raya kemudian berbalik  dan duduk menghadap Hito.

"aku tahu dia salah, To.. Tapi aku cinta sama dia. Semua orang pasti pernah salah,  dan aku yakin dia bisa berubah."

"orang jahat kalau mau berubah jadi baik, mereka akan mengakui kesalahannya. Tapi Cemal nggak gitu, Ray. Cemal nggak mau mengakui, bahkan dia lari dari tanggung jawabnya."

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang