Part 54

556 39 8
                                    

Sebelumnya...

***

Stefan sedang merenung di luar saat dia melihat Nasya datang. Keduanya agak canggung bertemu satu sama lain.
"Apa kamu mau menjenguk Ratu? Tanya Stefan.

Nasya membenarkan. Dia datang bersama Bryan. Tapi setelah dipikir-pikir, jauh lebih baik kalau Ratu tidak melihat wajahnya. Kondisinya mungkin akan memburuk, makanya dia memutuskan keluar dan membiarkan Bryan menjenguk Ratu sendiri.

"apa kamu tidak menjaganya?" tanya Nasya.

"mama dan mang aji ada di sana." ia diam sebentar bingung kehilangan kata-kata. "Ratu tidur setelah minum obat." lanjut Stefan.

"emm.. Bryan bilang kalau Ratu mencoba bunuh diri karena kamu." tanya Nasya takut-takut tak berani menatap mata Stefan.

"Mungkin ada banyak alasan. Bukan karena aku seorang." jawab Stefan canggung.

Ia melihat Nasya yang menundukan kepalanya dan ingin merengkuhnya ke dalam pelukannya, sejujurnya ia sangat merindukan Nasya, istrinya.

***

Setelah cukup lama diam, Nasya tak tahan lagi dan memulai angkat bicara. Ia mengatakan pada Stefan jika dirinya memikirkan sesuatu kemarin. Berhubung Baik tante Rosa dan Bryan tidak menginginkan rumah William kembali, jadi Nasya berpikir untuk menyumbangkan rumah itu pada sebuah yayasan agar mereka mengubahnya jadi rumah sakit atau klinik.

Itu cara terbaik menurut Nasya karena dia sendiri tidak akan bisa tinggal di rumah itu. Anggap saja ini sebagai amal untuk papa Stefan.

Stefan agak terkejut sesaat dan mengatakan "Kalau kamu menyumbangkannya, lalu apa yang kamu miliki?"

"Aku masih punya beberapa properti dan juga gaji bulanan. Itu saja sudah cukup."

"Tapi....., kamu nggak harus menyumbangkannya."

"Kalau aku nggak menyumbangkannya, apa kamu akan kembali padaku? Bisakah kita kembali jadi suami dan istri seperti biasanya?"

Tapi Stefan hanya diam mendengar pertanyaan Nasya.

Nasya tersenyum sinis. "aku bahkan nggak kaget, aku sudah bisa menduga kalau kamu tetap nggak akan bisa menerimanya, kan? Atau ini karena Ratu? Sekarang dia tidak punya siapapun. Kalau kamu meninggalkannya juga, dia pasti akan bunuh diri. Karena itu kan kamu nggak bisa meninggalkannya?" runtut Nasya sambil tak bisa menahan air matanya. Semakin ia bicara semakin ia mengingat tasa sakit hatinya.

Stefan menyangkal. "Bukan karena Ratu atau siapapun. Tapi karena kamu... karena kamu Nas... Hidupku... cukup lama memilikimu sebagai matahariku."

Stefan tidak ingin menjatuhkannya. Hidup Nasya selama ini cukup sulit sejak bersamanya. Dia mengurus pekerjaan rumah sendiri, mengerjakan pekerjaan dapur dan bahkan mengikutinya ke pedalaman. "Apa kamu nggak lelah? Apa kamu nggak menginginkan hidup yang bahagia?"

Nasya tak percaya mendengarnya. "Kamu sungguh berpikir begitu?"

Sambil menampilkan senyumnya, Stefan menyarankan Nasya untuk tidak sumbangkan rumah itu. Lakukanlah sesuatu untuk Nasya sendiri. Dia sama seperti Bryan, dia ingin melihat Nasya sukses.

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang