Part 44

850 74 19
                                    

Stefan bersiap berangkat ke rumah sakit dan setelahnya Nasya lantas mengantar kepergian Stefan menuju mobil. Nasya berjalan di belakang Stefan dengan berbagai macam pikiran rumit. Hari sudah pagi, ia dapat merasakan jika Stefan masih berperilaku hangat padanya tapi di lain sisi ia merasakan sedikit keraguan dan kecanggungan tersirat dari sikap Stefan padanya.

Terlalu larut dalam lamunannya, Nasya sampai tak menyadari mereka sudah berada di dekat mobil dan Stefan sudah berbalik menghadapnya.

"aku akan pergi sekarang."

"ya." jawab Nasya spontan setengah sadar  dan memberikan aktentas milik Stefan.

Nasya menatap Stefan dalam, ia mempertanyakan sikap Stefan yang tak biasa. Stefan hanya berpamitan seadanya dengannya dan seakan menghindari dirinya. Tapi Nasya tak ragu untuk bertanya, bukankah Stefan berkata jika ia tak marah. Nasya menatap punggung Stefan nanar.

Saat Stefan akan memasuki mobil, sebuah mobil sport datang. Bryan turun dari mobil dengan senyum sumringah mendekati Stefan dan Nasya.

"Bryan?" gumam Stefan.

"gue nggak bisa tidur semalem, gue terlalu antusias. Gue langsung kesini pagi-pagi. Soalnya gue punya sepupu." jelas Bryan tanpa ditanya setelah melihat ekspresi Stefan yang penuh tanda tanya.

"kalian bicaralah. Aku berangkat ke rumah sakit dulu." ujar Stefan seadanya.

Melihat reaksi Stefan yang tak biasa, Nasya menahan tangan Stefan. Nasya merasa mungkin ada yang salah. Biasanya jika Bryan datang Stefan yang paling antusias. Lagipula Nasya juga merasa canggubg di sekitar Bryan yang tiba-tiba mengaku sebagai keluarganya.

"bisakah kamu tinggal sebentar?" tanya Nasya penuh harap.

"Bryan adalah temanku dan dia juga sepupumu. Apa yang kamu khawatirkan? Kalian bisa bicara."

"saudara ipar.. Loe ipar gue sekarang." ucap Bryan dengan senyum lebarnya dan menepuk bahu Stefan. Tentu saja saat ini ia sangat bahagia, karena selain akhirnya bisa memenuhi keinginan kakeknya untuk menemukan sepupunya ditambah lagi dengan sahabat baiknya yang menjadi iparnya.

Stefan menanggapi dengan senyum tipisnya sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkam Nasya yang penuh kecanggungan dan Bryan yang sangat bersemangat.

Setelah itu, Bryan dan Nasya memutuskan untuk mengobrol di taman.

"berapa lama kamu akan terus menatapku?" tanya Nasya canggung mendapati Bryan yang terus menatapnya dengan senyum lebar. Mungkin jika dia bukan teman Stefan, Nasya sudah berpikir jika kewarasannya sedikit terganggu.

"pertama kali aku melihatmu, saat kamu menikah dengan Stefan. Aku nggak pernah punya saudara, sekarang tiba-tiba aku punya sepupu. Aku sedikit bingung."

"orangtuaku sudah meninggal?"

"tapi kamu masih punya kakek. Mamiku, dia tantemu adik ayahmu dan aku sepupumu. Kita juga masih punya keluarga besar yang lain."

"tentang ibu ku... Apa ayahku meninggalkannya karena dia orang desa, miskin dan tidak sederajat? Itu pasti hanya perasaan sesaat."

"nggak bukan seperti itu. Aku yakin ayahmu benar-benar mencintai ibumu."

"terus apa kakek....??"

"sejauh yang aku tahu, dulu kakek memang nggak merestui hubungan ayah dan ibumu, tapi setelah kecelakaan yang mengakibatkan ayahmu meninggal. Kakek sangat menyesal, hingga keadaanya makin memburuk. Kakek bahkan kesulitan bicara dan bergerak, dia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Satu-satunya kalimat yang kakek katakan yaitu untuk mencarimu dan ibumu. Tapi sayangnya, ibumu juga sudah meninggal."

Cinta dan KesetiaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang