We found love in a hopeless place
We found love in a hopeless placeRihanna - We Found Love
.
.
.
Tiga bulan kemudian...
Pertanyaan "Kau mau ke Afghanistan?" bukanlah sesuatu yang Jimin harapkan. Dia tidak mengantisipasi akan bepergian ke negara itu. Dari semua perjalanan wisatanya sejauh ini, perjalanannya ke Afghanistan adalah yang paling tidak diharapkan. Karena perang yang telah terjadi di Afghanistan sejak tahun 2001, prospek bepergian ke negara itu seperti dihindari oleh orang-orang. Namun, ini kesempatan emas untuknya. Afghanistan akan menjadi perjalanan dinas resmi pertama bagi Jimin.
Ketika Jimin menelpon orangtuanya, dia sudah menyiapkan daftar argumen untuk meyakinkan orangtuanya supaya ngizinin dia bepergian ke Afghanistan. Jimin sudah menyiapkan argumen panjang lebar tentang kebebasan wanita. Dia juga siap berbicara tentang bagaimana wanita sering kehilangan peluang karena kekhawatiran berlebih orangtua, juga tentang bagaimana dirinya benar-benar ingin melakukan ini atas kemauan sendiri. Jimin sangat gugup, perutnya sampai mules, takut mereka tidak menerima keputusannya. Tapi beberapa menit kemudian dia terkejut ketika ibu dan ayahnya dengan bangga mengatakan bahwa ini adalah kesempatan yang tidak boleh Jimin lewatkan. Lalu seminggu-minggu kemudian, setelah mengurus berkas dan visa juga menyiapkan mental, berbekal doa restu, Jimin berangkat ke Afghanistan.
Susah sih, punya orangtua wartawan senior, pasti mereka dukung.
Tiba di Bandara Internasional Tribhuvan, ibukota Kabul, Afghanistan, Jimin memeriksa semua kelengkapan dokumen, memastikan ID Press di lehernya tergantung dan tulisan BBC disitu masih utuh dan jelas dibaca orang, merapikan kerudung pashmina di kepalanya kemudian memeriksa kembali berkas-berkasnya barangkali ada yang kurang. Namjoon bilang penjagaan di bandara sangat ketat. Betul-betul dibawah pengawasan prajurit bersenjata.
Oh iya, satu lagi yang digaris-bawahi Namjoon. TUTUPI AURATMU. MINIMAL RAMBUT.
Makanya meski pashminanya cuma Jimin pakai asal-asalan, yang penting rambut panjangnya gak kelihatan-kelihatan banget ke publik. Ya.... poni masih ngintip sih...
Bandara itu tampak sepi dan ada keamanan tingkat tinggi di bagian imigrasi, tetapi wajah tersenyum sopan petugas administrasi menyambut Jimin di negara itu. Setelah urusan di dalam selesai, Jimin menyeret kopernya, sebisa mungkin tidak menabrak pria-pria yang berlalu lalang di sekitarnya. Bolak-balik dia bergumam kikuk "Sorry" "Excuse me" "Sorry" sambil menundukkan kepala. Sampai di pintu keluar, seorang pria Arab menyambutnya dengan senyum tipis dan memegang selembar kertas dengan tulisan Park Jimin. Pasti itu Jawid Ahmad Rezia yang diceritakan Namjoon.
Empat pria Arab tinggi brewok dengan ciri-ciri wajah yang hampir sama menghampiri Jimin, ternyata sopir taksi nawarin jasa. Jimin buru-buru menggeleng sambil menyahut "No, thanks". Cepat-cepat nyeret koper menuruni anak tangga.
"Miss Park?" tanyanya. "Namaku Jawid."
Jawid berusia sekitar... mungkin pertengahan tiga puluh, atau empat puluh. Tubuhnya agak berisi, tidak gendut-gendut amat. Brewok di dagunya tumbuh subur dan dibalik topinya tampak rambut ikal-ikal berwarna cokelat gelap.
"Oh hai Mister Jawid." Jimin merapikan kain pashminanya yang agak melorot. Sial asing iseng tiba-tiba menerjang. Tersibaklah si penutup kepala. Disaat Jimin kelabakan merapikan poni yang nutupin mata, tiba-tiba ada ibu-ibu ngomel dari arah belakang pakai bahasa pashto.
Jimin diem aja ngeliatin ibu-ibu itu pergi sambil ngomel. Mukanya cengo, sumpah, cocok untuk dipotret.
Mister Jawid meringis tidak enak. "Ibu tadi bilang anda cantik sekali, Nona Park."
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights
Fanfiction[INI BUKAN REMAKE ALADIN!] Jungkook si IBLIS dari keluarga misterius. Jimin si Gadis biasa-biasa saja dari keluarga wartawan. Mereka bersatu di negeri penuh konflik Timur Tengah dengan cara yang tidak pernah mereka sangka. BTS Jornalist AU! Konflik...