11 part II

766 142 67
                                    

~Happy reading~

.

.

.

Di salah satu bagian otak Jimin, bagian logis--yang kemungkinan sedang tidak berfungsi, Jimin sadar harusnya dia cepat-cepat mengembalikan jaket hoodie hitam ini ke pemiliknya, tapi entah kenapa ego bodoh dan kekanak-kanakannya yang menang. Bahkan Chanyeol sering mengomeli sang adik gara-gara ini.

"Kau dan egomu tinggi." Dia pernah bilang begitu. "Tolong dipangkas sedikit sebelum kau rugi sendiri."

Jimin marah-marah habis itu. Sekarang baru sadar, apa yang diomongin sang kakak ada benarnya. Kenapa dia nggak bisa jadi cewek woles seperti kedua kawannya? Kenapa dia harus sepengecut ini? Belum lagi menangis di medan perang seperti bocah... ugh! Memalukan! Jimin terlalu malas mengingat kembali.

Couldn't she act like a normal adult? Be a brave and casual? Gampang sih harusnya. Cukup keluar dari pintu itu, terus jalan ke kamarnya Jungkook, lalu ketuk pintu, dan lempar ke mukanya. Selesai!

Susah nggak?

Coba tanya Jimin, kenapa dia masih tersangkut di kasur, gigit kuku memandangi jaket tak berdosa seperti perempuan depresi.

Bukan jaket yang jadi masalah. Si pemilik jaket yang jadi masalah!

Mondar-mandir, mondar-mandir, mondar-mandir, Jimin gigit kuku, gigit bibir, ekspresinya gusar. Dia malu ketemu Jungkook. Otak gebleknya pasti memutar adegan kejar-kejaran nista malam itu.

Seharian Jimin berjuang menghindari Jungkook dengan segala cara, mulai dari buang muka sampai buang kepala... mmm-- buang tatapan, asal tau saja, PERJUANGAN BERAT. Ketika mereka harus liburan bertujuh di hotel yang sama.

Jimin tidak percaya dia pernah mengobrol dengan cowok itu secara normal. Jimin tidak percaya dia bisa lari-lari tanpa celana bareng cowok itu di jalanan.

Double shit!

Tadinya Jimin hanya mengajak para cewek, biar jadi liburan eksklusif trio bidadari. Eh, mereka malah ngajakin anak-anak cowok. Lalu Hoseok bawa ekor (baca: Jungkook). Namjoon juga tak mau kalah, dia bawa Yoongi. Lengkap sudah. Rusak rencana Jimin!

Jimin menjatuhkan bokong ke sisi ranjang. Muka ketekuk, bibir mengkerut.

Sebagai gantinya, dia memeluk jaket itu, menempelkannya ke dada. Logika jelas-jelas sedang malas menguasai otak Jimin saat ini.

Bukan. Jimin bukan weirdo. Dia lagi bingung gimana cara mengembalikannya.

Well, kalau mau keluar dari kamar, minimal Jimin harus terlihat "pantas" dipandangi. Bukan. Bukan sok cantik. Jimin tidak berharap Jungkook akan memandanginya lalu mereka jatuh cinta dan besoknya menikah. Memangnya salah bercermin? Bukankah itu tujuannya diciptakan? Agar manusia bisa terhindar dari cemoohan sebelum keluar pintu. 

Jimin meringis setelah bertatap muka dengan bayangannya di cermin, terkejut melihat versi wajahnya yang kusam. Sejak kapan bayangan hitam muncul di bawah matanya? Rambutnya lepek, kulitnya pucat. Shit! Ini pengaruh cuaca dan iklim tropis. Dasar perusak kecantikan! Untung Jimin sangat ahli menyamarkan pipi kering kekurangan vitamin. Saking jagonya mungkin batu nisan kuburannya nanti bisa ditulisi begini: PARK JIMIN LIES HERE. SHE COULD DAMN WELL WEAR MAKEUP.

Seokjin keluar dari kamar mandi mengenakan busana siap tidur berupa piyama kain satin sepanjang lutut. "Belum selesai juga? Susah sekali ya?"

Iya nih. Susah sekali ya?

1001 NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang