32 part III

381 70 61
                                    

~Happy reading~

.

.

.

Mereka menginap di salah satu rumah penduduk, cewek-cewek tidur di kamar terpisah, cowok-cowok tidur di kamar terpisah, lima bocah tidur di tenda yurt yang disediakan untuk turis-turis, karena rumah Keluarga Bakhtari kecil, tidak muat menampung seluruh pasukan ditambah bocah-bocah itu.

Dalam satu kamar terdapat satu ranjang besar. Seokjin, Jimin, Taehyung tidur berdesak-desakan di satu ranjang yang sama. Mana kakinya Taehyung tidak bisa diam, bolak-balik berkelana ke segala arah, menyepak dengkul Jimin sampai-sampai dia susah tidur. Jimin berdecak malas. Pengen banget dia pindah tidur bareng cowoknya. Pasti lebih nyaman dan hangat.

Angin dingin berhembus dari luar jendela. Jimin bergidik, tengkuknya merinding.

Pohon di luar jendela berderak-derak terdorong angin. Cahaya lampu memantulkan bayangan-bayangan pohon yang bentuknya mengerikan seperti tangan monster berkuku panjang, bergerak di langit-langit.

Jimin tak akan pernah bisa tidur di kamar ini. Kamar ini terlalu berbeda. Terlalu suram. Terlalu besar.

Mungkin saja dia ketiduran. Yang jelas ada beberapa menit waktu yang hilang sebelum akhirnya dia kembali membuka mata, tersentak kaget sambil mengusap air liur di sudut bibir, kemudian menoleh ke jendela. Jimin mendengar gonggongan anjing. Ribut sekali. Padahal selama beberapa hari Jimin tinggal di sini, belum pernah dia melihat anjing berkeliaran.

Gerah karena suhu kamar mendadak panas, Jimin menendang selimut di kakinya jauh-jauh. Lalu kembali melirik ke jendela. Di balik tirai yang menggelembung sedikit karena tertiup angin, Jimin melihat bulan bersinar dengan cerah. Tapi cahaya bulan itu malah bikin merinding.

Gonggongan anjing milik tetangga bertambah keras, bertambah garang. Sepertinya anjing itu menggonggong persis di depan jendela kamar.

Jimin duduk tegak dan pasang telinga. Tiba-tiba teringat ucapan Seokjin waktu kapan hari. Anjing bisa mengenali hantu.

Itu katanya.

Sambil merinding, dia turun dari tempat tidur, melangkah mendekati jendela.

Jimin mengintip ke luar. Tolah-toleh. Mana? Nggak ada anjing.

Dia mempertajam pendengaran. Suara gonggongan tadi telah berhenti. Sebagai gantinya terdengar suara jangkrik serta desir pepohonan.

"Sini anjing manis..." Jimin memandang ke bawah.

Tidak ada gonggongan. Suasananya lebih hening mengalahkan pemakaman. Dia merinding.

Kemana perginya anjing tadi? Apa itu anjing sungguhan?

Dia banting daun jendela keparat itu hingga kacanya bergetar. Fuckin dammit! Ini tidak lucu lagi!

Jimin buru-buru keluar. Bodo amat, pengen tidur sama Jungkook!

Jimin main menerjang masuk karena pintu kamar anak-anak cowok tidak terkunci. Dia berhati-hati melangkahi kaki-kaki Namjoon dan Yoongi, mungkin dua orang ini kurang beruntung, kalah main gunting batu kertas, makanya dapat karpet sebagai tempat tidur. Hoseok sama Jungkook dapat kasur.

Jungkook terlelap di balik selimut, tak bergerak, kaki kanannya yang bertonjolan penuh otot khas lelaki terekspos. Jimin bisa mendengar napas teratur dan pelan Jungkook karena dia berdiri dekat sekali dari ranjang. Namun Jimin tak ingin hanya berdiam diri.

Dia mendekatkan wajah, mengamati ukiran-ukiran sempurna maha karya sang maestro tanpa rasa malu. Tiba-tiba cowok itu membuka mata, dia tidak terkejut, malah tersenyum. Seolah-olah memang sengaja menunggu kedatangan Jimin.

1001 NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang