~Happy reading~
.
.
.
.
Laptop dibuka. Kamera menyala. Sisa menunggu panggilannya diangkat oleh Appa dan Eommanya. Jimin duduk-duduk diatas kasur seprai putih yang dirakit dari besi-besi, dalam tenda khusus, terpisah, tenda satu-satunya yang sangat nyaman. Ada bilik kecil untuk shower. Shower didalam tenda. Amazing right? Poin 100 untuk showernya. Karena itulah yang Jimin butuhkan.
"Jimiinieee!" Wajah keriput mamanya yang pertama kali menyambut. "Jiminie anakku gimana kabarmu, nak?"
"Apa makanan di sana enak-enak?" tanya Appanya, kepotong. Kepotong di kamera, kepalanya tidak kelihatan sama sekali.
"Yaaa... lumayan, aku baik-baik saja..." Cengiran Jimin lenyap. Appanya cuma masuk setengah dalam layar. Hanya bagian pundak kiri. Mamanya duduk di tengah-tengah, tampangnya dan badannya melakukan dominasi, menguasai layar.
"Eomma, bisa geser sedikit? Appa tidak kelihatan tuh. Bisakah kalian berdua duduknya..." Jimin berdecak frustasi. "Appa, coba duduk di depan kamera supaya aku bisa melihatmu."
Pria tua namun sayangnya masih tampan itu segera menuruti instruksi putri semata wayangnya. Pindah duduk di depan kamera, sementara si Mama Park malah bergeser keluar dari kamera sambil terus nyerocos. "Kami senang sekali bisa melihatmu di TV, Jimin! Kau kelihatan semakin cantik pakai hijab. Ah, tapi anak Eomma kan memang selalu cantik."
"Oke... dengar, Appa, Eomma, bisakah kalian berdua..." Jimin sibuk menggerakkan kedua tangannya persis tukang parkir. "Merapat ke tengah-tengah? Duduk di depan kamera selagi berbicara supaya aku puas menangisi muka kalian berdua? Seriusan deh kalian mirip manusia jaman purba."
"Jiminie, kenapa kau menangisi muka kami?" Mama Park malah heran.
"Karena aku anakmu, oke? Siapa lagi yang mau menangisi kalian berdua kalau bukan aku sama Chanyeol oppa."
"Kami tidak kenapa-kenapa, kami sehat-sehat saja kok, ngapain ditangisi?" tanya Appanya tumben agak bloon hari ini.
Jimin memutar mata. "Terus isi percakapan kita begini terus nih? Tolong geser dikit bisa nggak? Kalau kalian duduknya gak di depan layar, muka kalian gak ketangkap kamera. Geser... lagi... dikit lagi... yak, oke... terus... dikit lagi..."
Pelan-pelan dua orang itu geser ke tengah dengan ekspresi muka loyo, dempet-dempetan berbagi kamera. Nurut kayak anak kecil, diatur-atur sama anak sendiri. Heran deh, kenapa orangtua kadang gaptek banget soal teknologi.
"Nah... gitu! Sip. Mantab! Horeee akhirnya kalian berhasil muncul dalam satu frame! Good job!" Jimin si geblek malah tepuk tangan happy.
"Jimin, kau dimana itu, nak?" Mama Park baru sadar kondisi sekeliling Jimin yang berbeda. "Bukan hotel?"
"Bukan, Ma. Sebenarnya aku lagi di basecamp pangkalan militer, besok ada tugas meliput. Tadinya Namjoon oppa yang ditugaskan di sini, tapi pekerjaan ini dioper ke aku, dia bilang aku harus lebih sering menimba pengalaman di lapangan."
Bohong dikit sah-sah aja kan ya?
Toh kalau dia jujur Namjoon yang bakal kena gigit. Jimin bukannya mau melindungi Namjoon, dia cuma ingin Appa dan Eommanya bangga.
"Hebat anak Appa!"
"Iyalah, anak Eomma juga itu!"
Sudah ketebak. Mereka bangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights
Fanfiction[INI BUKAN REMAKE ALADIN!] Jungkook si IBLIS dari keluarga misterius. Jimin si Gadis biasa-biasa saja dari keluarga wartawan. Mereka bersatu di negeri penuh konflik Timur Tengah dengan cara yang tidak pernah mereka sangka. BTS Jornalist AU! Konflik...