Extra Chapter II

440 67 94
                                    

Jimin

Makanan mematuhiku. Aku memahaminya.

Tapi anak-anak remaja cerita lain. Seakan-akan untuk mengingatkan diriku sendiri atas fakta ini, Soobin sibuk mengetik sesuatu di ponsel dengan cengiran lebar di wajahnya.

Dia remaja paling random di muka bumi yang sulit ditebak.

Walau demikian, aku tetap saja bertanya-tanya, apakah aku telah melakukan kesalahan besar dengan bersikap over-protektif? Apakah emosinya yang berubah-ubah disebabkan guncangan hormon? Ataukah karakter Soobin yang sejati mulai terbentuk?

Pesta dansa untuk murid-murid senior diadakan pada Sabtu malam, dan tidak ada yang mengajak anak itu berkencan. Menurutnya, dia tidak peduli.

"Tidak jaman pergi ke acara-acara dansa seperti itu," Soobin memberitahuku belum lama ini. "Cuma pecundang yang pergi berkencan di pesta dansa lalu putus keesokan harinya. Mom, percayalah, mereka cuma sekelompok banci tampil."

Aku memandang ke samping, Soobin bersandar dikaca, sibuk mengetik. Tertawa terbahak-bahak dengan mata terpejam dan satutangan menutupi mulut.

Putraku, emosinya naik turun bagai roller coaster.

.

.

.

Soobin

"Kau tidak sakit gigi kan?" Mom menatap heran.

Aku menggeleng.

"Sariawan?"

Aku menggeleng.

"Bibir pecah-pecah?"

Aku menggeleng.

"Panas dalam?"

"Mom... kau mirip iklan Adem Sari," jawabku malas.

"Apa?" Mom bengong.

"Itu oleh-oleh Yeonjun waktu ayahnya ke Indonesia. Paman Hoseok kira itu bubuk jus... dia kena tipu teman Indonesianya, disuruh beli buat oleh-oleh."

"Memang seharusnya bubuk apa?" tanya Mom.

"Bubuk larutan untuk mengobati sakit tenggorokan, sariawan, dan panas dalam. Yeonjun ngomel-ngomel setelah minum itu. Dia bilang rasanya asam mirip spiritus. Kayak dia pernah minum spiritus saja."

Mom terkikik lalu geleng-geleng, "Hoseok oppa dari dulu tidak pernah berubah. Tapi waktu kau menyebut Adem Sari yang terpikir di kepalaku malah pemain sepak bola dari Turki."

Aku mengernyit. "Pemain bola bernama Adem Sari?"

Tawaku meledak kencang, Mom juga latah ketawa karena aku ketawa.

"Malah pernah aku dengar komentator bola berkali-kali teriak "Suami mudaa! Suami muda membuat prahara di rumah tangga lawan!" penonton bingung siapa yang dimaksud si komentator. Usut punya usut, ternyata ada pemain Filipina bernama belakang Younghusband. Phil Younghusband."

Aku kadang takjub mendengar hal ajaib macam apa yang keluar dari mulut ibuku. Sulit ditebak. Tidak disangka-sangka. Pasti ketularan Dad deh.

"Tapi komentar yang paling unik menurutku ini: "Yaaakkk tendangan yang begitu Fantastis woo syakalaka bum bum tendangan yang tanpa micin begitu original woo 9-0 ulala kamehameha!" Aku baru pertama kali nonton komentator bola heboh seperti itu." Mom masih menggebu-gebu cerita soal bola.

Aku memutar mata. "Mom, komentator bola memang heboh."

"Itu beda! Heboh tapi nggak serius!"

Aku awalnya berpikir Mom suka nonton bola gara-gara dipaksa Dad, paling lama cuma bertahan dua hari. Ternyata tiap malam mereka kencan di depan TV nonton bola.

1001 NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang