25 part II

492 88 98
                                    

~Happy reading~

.

.

.

Kabul 

Friday, 9 May 2003

Jimin

God, why you did this to ME?!

Kau mengizinkan aku menikahi iblis? Yang meski wajahnya sempurna dan tubuhnya seperti dewa namun tetap saja... IBLIS! Maksudku, lihat sendiri bentuk selangkangan di celananya. Wanita normal mana yang tahan menolak godaan 'besar' semacam itu?

Dan sebentar lagi aku... Park Jimin... akan menjadi istrinya. 

Wow. Thanks, God. Really! Amazing life.

Aku akan menikahi iblis tampan yang pernah melukai hati ribuan wanita. Menghancurkan mereka, membuat mereka gila, dan membuat mereka berpikir dunia sebentar lagi kiamat.

Jeon Fucking Jungkook benar-benar merubah gadis-gadis biasa menjadi pendosa dalam waktu semalam. He's doing his evil-job. He's the best... actor. Memainkan peran manusia yang lemah yang tidak bisa apa-apa.

Well... I'm gonna marry him. And that's the story.

Ya, aku tidak akan takut.

Aku akan menghadapinya.

Besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun demi tahun. Aku akan pegang janjiku ini. Aku tidak akan kabur. Supaya dia sadar aku bukan domba yang tolol.

I'm not a fucking quitter. I'm not a little girl.

Sorry, mister. Kemarin-kemarin kau bisa menipu gadis-gadis itu, berkeliaran sesuka hati, memasang senyum malaikatmu sana-sini, tapi aku sudah tahu siapa kau sebenarnya. I swear we'll gonna be the best couple EVER.

.

.

.

.

Jungkook membuka pintu mobil, masuk membawa aura penakluk itu bersamanya.

"Hai, sayang." Dia menggeser posisi di sebelah Jimin. Posisi mutlak dimana dia harus berada. Terserah, mau di kanan, di kiri, di belakang, di atas. Tapi tidak pernah di depan. Jungkook suka bermain peran sebagai bodyguard. 

Perhatian pertama Jungkook adalah dagu Jimin. Tangannya mendarat disitu untuk meraih wajahnya lebih dekat, mengecup bibir ranum nan manis kesayangannya. Bibir manis favoritnya. 

"Maaf lama, tadi ada briefing sebentar. Nih untukmu." Jungkook menyodorkan sesuatu. Bukan, bukan ke Jimin, melainkan untuk Taehyung.

Cewek itu bengong. "Kau tidak salah kasih nih?"

Senyum dulu yang terpenting. Tidak peduli seberapa bencinya, Jungkook belajar bahwa senyum adalah senjata paling ampuh. "Ini untukmu, aku tahu dari kemarin kau ngidam ingin makan kurma."

Hoseok melotot. "Hei, hei, hold on, wait a second! Apa-apaan?"

"Hyung, apa aku tidak boleh berbagi kurma kepada seorang teman?" Jungkook menatapnya dengan tatapan polos nan kalem.

Hoseok kelihatan tidak rela. "Aku baru mau beli kurma untuk dia. Kenapa kau merebut tugasku?"

Taehyung menerima kurma dalam kotak apik pemberian Jungkook disertai cengiran lebar. "Makasih teman."

1001 NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang