"When the moon fell in love with the sun
All was golden in the sky
All was golden when the day met the night."
Panic! At The Disco - When the Day Met the Night
.
.
.
.
Busan
Selasa, 3 Juni 2003
Jimin
Sekarang pukul lima pagi. Matahari terbit, nyaris seterang lampu jalan di luar yang baru saja berkedip mati. Aku selalu suka perubahan itu, ketika aku bangun untuk melihatnya melalui jendela yang terbuka. Kadang-kadang, saat tidak bisa tidur, aku akan menyeret kedua kakiku turun dari tempat tidur dan menyusuri jalan pada waktu fajar, di saat lampu-lampu kota, lampu-lampu jalan, dan lampu-lampu teras milik tetangga menjentik mati secara bersamaan, aku senang menjadi bagian dari fenomena alam yang istimewa. Pergantian malam menuju pagi. Pertemuan istimewa bulan dengan mentari.
Di Busan, jam sepi bukanlah jam tiga atau empat pagi—ada terlalu banyak orang keluar dari bar, mulut komat-kamit meracau sambil rubuh ke dalam taksi. Pukul lima pagi, itu waktu paling baik, ketika bunyi hak sepatu olahragamu di trotoar yang sunyi terdengar bergema. Semua orang baru saja memulai aktivitas dan ada yang baru saja merangkak kembali ke ranjang, aku sudah menguasai seluruh kota sendirian.
Aku sang penguasa kota! Senang sekali melihat jalanan lengang seperti ini.
Biasanya aku jogging ditemani Baekhyun eonni, tapi lebih sering jogging sendirian. Ini Me-time yang sempurna. Aku tidak ingin waktu-ku diusik.
Ponsel berbunyi di dalam kantong celana legging Puma favoritku, nyaris saja aku mengabaikan panggilan ini, namun tanganku berkhianat, langkah kakiku terhenti, ponsel keluar dari persembunyian, aku menatap layarnya. Bunnysweety calling...
Terserah kalian mau mengataiku lebay karena menulis nama kontak Jungkook sebagai 'Bunnysweety'. Toh dia tunanganku, jadi suka-suka aku!
Ngomong-ngomong... tumben dia menelpon sepagi ini.
"Pagi ganteng!" sapaku ceria.
"Pagi sayangku!" Suara Jungkook yang terdengar seperti bocah nakal membuatku dihantam perasaan rindu berlebih. "Coba tebak, pagi ini aku bersiap ke bandara."
Oh wow.... betapa menggemaskannya dia, laporan seperti anak lima tahun yang minta dijemput ibunya.
"Terus kenapa?" tanyaku sok cuek.
"Siapa tau ada yang kangen."
"Memangnya siapa yang kangen?"
"Teruslah bermain-main, sayang." Jungkook bersiul. "Awas saja nanti."
"Memangnya apa yang mau kau lakukan?"
"Ra... ha... si... a..." bisiknya dengan nada lambat dan berat.
Senyumku bahkan lebih cerah dari lampu jalan di atas kepalaku. "Aku suka rahasia."
Pagi itu aku merasa di awang-awang, tidak bisa berhenti tersenyum, dan yakin binar di wajahku bisa menerangi seluruh benua Amerika.
"Barusan aku mengobrol dengan Gilles dari agen real estate," ucap Jungkook.
"Benarkah?" Aku mendongak dalam kegembiraan. "Apakah dia punya penawaran yang bagus? Rumah tingkat dua? Tingkat tiga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights
Fanfiction[INI BUKAN REMAKE ALADIN!] Jungkook si IBLIS dari keluarga misterius. Jimin si Gadis biasa-biasa saja dari keluarga wartawan. Mereka bersatu di negeri penuh konflik Timur Tengah dengan cara yang tidak pernah mereka sangka. BTS Jornalist AU! Konflik...