37 part II

315 60 63
                                    

~Happy reading~

.

.

.

.

Busan 

Rabu, 4 Juni 2003

Jimin

Mungkin ibuku benar.

Dia pernah bilang bahwa sekali kita pernah having sex dengan seorang cowok, itu akan membangkitkan semua perasaan yang membuat kita ingin melakukannya sepanjang waktu. 

Aku dan Jungkook sudah berbuat cukup jauh hingga aku sangat mengenali setiap detail tubuhnya. Lubang hidung imutnya yang mengembang saat dia mendesah. Rambut halusnya yang membuat jari-jariku senang menjelajah. Bibir lembutnya, dan lidah yang sesekali membasahinya. Tahi lalat di lehernya yang berada di tempat yang tepat untuk dicium. Yang juga merupakan titik sensitifnya.

Lucu ya, aku hapal letak tahi lalat di seluruh tubuhnya. Seperti... jika suatu saat cowokku hilang, aku bisa menggambar Peta Tahi Lalat untuk membantu polisi.

Lebih dari itu, aku ingat apa saja yang kami bicarakan, penting sekaligus tidak penting. Memang, dia kadang-kadang membuatku jengkel, dan aku yakin aku juga bikin dia jengkel. Tapi hubungan kami ada artinya. Sangat berarti malah.

Brengsek. Aku luluh.

Jungkook tidak perlu mengatakan betapa dia mencintaiku, dia cukup menciumku di leher, zona panas yang dia tau akan membuatku merinding sampai ke tulang belakang. Aku bersandar ke tubuhnya, mencium baunya, beristirahat di dadanya, sementara seprai yang lembut menjadi saksi betapa lengketnya kami pagi itu.

Aku tidak pernah tidur telanjang sebelumnya, tapi sekarang, aku tidak keberatan tidur telanjang dengan seorang lelaki yang ukuran tubuhnya lebih besar daripada aku. Lingkar lengannya lebih besar daripada milikku. Dan ugh... dadanya benar-benar... membuatku rajin mendaratkan tangan di sana. 

"Aku ingat waktu kecil ibuku punya kebiasaan menggaruk-garuk lembut punggungku." Aku mulai mengisahkan cerita masa kecil. "Aku dulu susah tidur, ibuku kadang capek membacakan dongeng, atau kehabisan stok cerita, sebagai gantinya dia mengusap punggungku dengan jari-jarinya, seperti cakar, tapi digaruk lembut. Aku paling suka kalau ibuku lupa gunting kuku, karena rasanya enak sekali saat dia melakukan itu. Yaa... gitu deh, kebiasaanmu waktu kecil apa?" Kutatap dia tepat di mata, secara mengejutkan cowokku tetap tampan meski rambutnya acak-acakan tidak tersisir. Kok bisa?

"Umm..." Jungkook sepertinya kesulitan memikirkan kenangan dia bersama ibunya yang memiliki riwayat penyiksa anak-anak.

Ups, aku baru ingat. Ya Tuhan! Aku barusan mengajukan pertanyaan paling tidak sensitif sepanjang masa!

"Jangan dijawab," ucapku buru-buru.

"Aku mau jawab." Jungkook menatapku serius. "Kebiasaanku waktu kecil, aku takut pada kambing." 

"Kambing?" Aku tidak menyangka akan mendengar kambing disebut-sebut.

"Ya, aku takut karena ibuku. Itu salahnya karena sering bilang "Kalau kau kabur dari rumah terus, akan ada kambing yang mengejarmu dan menggigitmu!" gara-gara dia aku memiliki masa kecil yang kelam dimana aku trauma pada kambing, sering bermimpi buruk diseruduk kambing. Tidak hanya siang hari, di malam hari juga dia mengancam akan memanggil kambing untuk tidur menemaniku kalau aku tidak mau tidur dan main-main terus. Kalau aku malas belajar, ibuku bilang kambing akan datang mencabut nyawaku atau menghukumku dengan cara mengunyah jari-jariku sampai habis."

1001 NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang