"No, I swear that I don't have a gun."
Nirvana - Come As You Are
.
.
.
.
Jimin
Apapun yang terjadi, bagaimanapun Jungkook... aku harus mempertahankan kami. Aku yakin sekali masih ada Jeon Jungkook yang kusayangi di dalam pria itu. Pria yang dulu menatapku penuh kasih. Pria yang menganggapku cantik meski aku lupa mandi.
Tapi... Jungkook kelewat rumit. Karena kadang-kadang dari cara dia menatapku... dengan mata yang penuh perhatian itu... aku merasa diriku rusa gemuk yang sedang diawasi oleh serigala jantan yang bisa menerkamku kapan saja.
Yang semakin kesini tidak menggangguku sama sekali, aku malah tersanjung dengan sifat posesifnya atau cara dia menatapku. Tidak pernah ada pria yang bersikap seperti Jungkook sebelumnya. Tidak pernah ada pria yang memperlakukanku seistimewa Jungkook. Tidak ada yang bisa membuatku puas. Tidak ada yang bisa memanjakanku sehebat dia. Aku terlalu banyak diabaikan oleh pria-pria tolol. Pria-pria dengan pola pikir cetek: "Ah, tidak jadi dengan kau juga masih banyak wanita lain". Mereka tidak mengenal potensiku. Mereka langsung berbalik tanpa berusaha menggali harta terpendam.
Jungkook mekar di dalam pikiranku. Dia selalu hadir dibandingkan siapa pun. Aku jatuh cinta kepadanya karena aku adalah Park Jimin yang paling hebat ketika bersama dengannya. Jungkook membuatku merasa begitu. Mencintai dia membuatku menjadi gadis serba bisa, itu membuatku merasa hidup. Otaknya selalu bekerja, bekerja, bekerja. Aku harus mengerahkan segenap kemampuan untuk menyamai langkahnya. Aku sama sekali tidak keberatan. Selama sorot mata itu belum berpaling dariku. Aku merasa terlindungi sekaligus bangga. Aku membaca buku-buku Revolusi Prancis, hanya karena dia pernah membaca buku yang sama. Aku menantangnya debat dan baru akan puas saat dia berkata: "Nah... itu baru gadisku."
Pikiran Jungkook luas dan dalam, dan aku menjadi lebih cerdas ketika bersamanya. Dan lebih penuh perhatian, dan lebih aktif, dan lebih hidup. Kau mengira kau tahu soal Jungkook atau kau telah mengenal dia, tapi ternyata kau cuma mengambang di permukaan, belum benar-benar menyelami kedalamannya. Persis seperti itulah dia. Memancing rasa ingin tahu. Kadang kau merasa paling mengenal dia. Padahal kau tidak tahu apa-apa soal dia. Aku tertantang. Bagaimana sih pria ini? Apa maunya? Apa lagi selanjutnya? Apa yang harus kukatakan untuk membalasnya? Aku salut. Serius. Dia mau menerimaku sekaligus menantangku. Hal yang tadinya kupikir tidak dapat kulakukan, ternyata aku memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Saat bersamanya, aku benar-benar merasa... aku menjadi versi terbaik diriku.
Sampai-sampai aku berpikir, karena Jungkook begitu manipulatif kadang-kadang, apa aku harus menjadi manipulator yang lebih hebat?
Kayak waktu kapan itu, aku berusaha mendebat dia tentang jihad, dan kenapa di Al-Quran manusia malah didorong untuk berperang. Jungkook menjawab dengan tenang, "Pertama, al-Qur'an tidak memerintahkan umatnya berperang seperti perang di zaman Nabi Muhammad. Nabi berperang untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 190 bukanlah perintah berperang bagi kita umat setelah nabi. Ayat itu perintah kepada Nabi Muhammad untuk berperang jika ada orang yang memerangimu. Konteks ayat itu menegaskan, perangi mereka yang melakukan penindasan. Perang bukan berani membunuh dan menghilangkan nyawa orang lain, perang bisa juga berperang melawan musuh utama kita saat ini, kebodohan, kemiskinan, penindasan, kerusakan alam, dan ketidakadilan. Kedua, al-Qur'an mewajibkan kita saling mengasihi. Sama seperti Alkitab yang kau pangku-pangku itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights
Fanfiction[INI BUKAN REMAKE ALADIN!] Jungkook si IBLIS dari keluarga misterius. Jimin si Gadis biasa-biasa saja dari keluarga wartawan. Mereka bersatu di negeri penuh konflik Timur Tengah dengan cara yang tidak pernah mereka sangka. BTS Jornalist AU! Konflik...