*2*

2.1K 100 1
                                    

Samuel menyampirkan ranselnya tak memakai dengan benar benda tersebut, Hari ini ia berniat membolos, lagipula ia mempunyai urusan yang lebih penting, apalagi ini menyangkut tentang hidup dan mati.

"Gue duluan!" Pamitnya kepada kedua temannya yang menatap Samuel sambil geleng-geleng kepala.

"Sam ada panggilan dari Bu harimau di ruangannya " Dikta menurunkan ransel milik Samuel dan menunjuk ke arah pintu "Sana lo sebelum harimau ngamuk!"

Samuel mendengus pasrah lalu berjalan keluar, Ketika di pintu ia bertemu dengan Pelangi, langkah Samuel sejenak terhenti lalu berbalik menatap punggung gadis yang baru saja masuk.

"Bener kata Dikta, Lo itu cantik" Ujar Samuel tanpa menyadari akan ucapannya tersebut.

***

Dengan pelan Samuel membuka pintu ruangan yang sudah menjadi makanannya sehari-hari akibat membolos terus.

"Kamu udah datang, Duduk di depan!" Perintah Bu Gita menunjuk kursi di hadapannya, ketika melihat anak siswanya tersebut hanya berdiri tanpa berniat duduk "kenapa kamu bolos terus ha?" Tanya Guru tersebut kala Samuel sudah duduk di hadapannya.

"Samuel!" Panggil Bu Gita  Ia harus sabar menangani Samuel, Murid yang kelebihan bolosnya daripada belajar di sekolah.

Guru tersebut menarik nafas panjang "Berikan ini ke Papa kamu!" Bu Gita menyodorkan sebuah surat lengkap dengan stempel sekolah di atasnya.

Samuel Tersenyum "Apa surat seminggu yang lalu belum menjelaskan semuanya mereka nggak akan datang"

"Samuell!" Teriak Bu Gita, Kesabarannya mulai teruji saat ini. "Berikan kepada Papamu!"

Samuel lagi-lagi hanya tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya "Tante?" Aku tinggal jauh dari mereka, Aku hidup sendiri, Dan jangan ganggu kehidupan mereka yang udah bahagia tanpa aku!" Samuel menghela nafas panjang Lalu bangkit Dari duduknya "Nggak usah bersusah payah untuk mempertemukan aku mereka"

Samuel membungkuk "Terima Kasih Bu" Pria itu berjalan keluar sedangkan Bu Gita hanya menatap kepergian siswa sekaligus keponakannya itu dengan tatapan senduh.

Bertahun-tahun Sam hidup dalam kesendirian, Jauh dari kedua orang tuanya, Bukan karena anak itu yang tak ingin bertempat tinggal bersama orang tuanya, Tetapi orang tua dari anak itulah yang menolak keberadaannya.

***

Samuel melangkahkan kakinya ke dalam kelas mengambil ranselnya, rencananya bolos hari ini harus di laksanakan, berhubung ia paling tidak suka dengan guru yang akan mengajar hari ini.

"Lo mau bolos lagi?" Tanya Dikta sambil menggeleng kecil "Jangan kebanyakan Bolos Sam Walaupun gue juga nakal setidaknya gue,Reza sama lo bisa lulus baik-baik dari tempat ini!"

Reza mengangguk menyetujui ucapan Dikta kali ini.

"Gue ada urusan!"

"Lo mau kita ikut?" Tanya Dikta, Dengan cepat Samuel menggeleng ia menunjuk pintu kelas yang menampakkan guru matematika mereka yang sudah berdiri disana "Lebih baik gue yang keluar!" Kata Samuel, Ia menyalim tangan Bu Aida lalu cengengesan kala tatapan tajam dari Bu Aida seakan ingin memangsanya.

"Kamu mau bolos lagi Sam?"

"Ini terakhir Bu" Pria itu segera berlari membuat seisi kelas hanya geleng-geleng kepala tak merasa heran karena hal itu sudah sering Samuel lakukan.

"Assalamualaikum anak-anak!" Sapa Bu Aida lalu duduk di meja guru sekaligus menarik kembali perhatian para siswanya yang masih menatap kepergian Samuel, bahkan beberapa dari mereka Iri dengan kebebasan Pria itu.

Bu Aida menyipitkan matanya ketika ia melihat salah satu siswi berdiri
"Kamu kenapa berdiri?" Tunjuk Bu Aida kepada Pelangi, Ya gadis itu adalah pelangi, sejak ia berjalan masuk ke dalam kelas tersebut tak ada satupun bangku yang dapat ia duduki karena semuanya telah diisi.

"Nggak ada bangku lagi bu" Jawab pelangi kepada Bu Aida dan guru itu melihat satu persatu murid di dalam kelas dan pandangannya jatuh pada bangku paling ujung dekat dengan jendela.

"Kamu duduk disana saja" Bu Aida mengarahkan jari telunjuknya ke arah bangku Samuel.

Dikta mengangkat tangannya membuat bu Aida menatapnya heran "Kenapa kamu angkat tangan, Giliran belum ada pertanyaan baru kamu angkat tangan kemana kamu selama ini jika ada pertanyaan?"

Dikta tersenyum lalu berdiri dan menunjuk bangku Samuel "Bangku itu punya Samuel Bu, Nanti Samuel duduk dimana, Masa duduk di lantai!"

"Siapa suruh dia bolos terus!" Ucap Bu Aida enteng "Anak baru silahkan duduk di bangku tersebut!"

Pelangi mengangguk "Makasih Bu!"

***

Samuel melangkah masuk ke dalam salah satu rumah sakit terbesar di jakarta, Langkahnya ia percepat dan terhenti pada pintu salah satu ruangan yang mungkin akan menghancurkan kehidupannya.

Samuel menarik nafas dalam-dalam apapun yang dikatakan seseorang di dalam ia harus kuat, Bukankah ia sudah di ajar untuk menjadi pria tangguh sejak ia di tinggalkan oleh kedua orang tuanya.

Samuel mengetuk pintu berwarna cokelat tersebut dengan hati-hati dan ia mencobanya lagi sampai seseorang di dalam menyuruhnya masuk.

Dengan langkah pelan Samuel berjalan masuk, Lalu tersenyum ketika melihat seseorang yang duduk dengan balutan jas dokter berwarna putihnya, Pahlawan masa kecilnya, pria yang dulu menjadi teman Samuel bermain walaupun mereka memiliki usia yang berbeda jauh.

ketampanan pria itu tak kalah jauh dengan ketampanan Samuel. MIKO ARTANIGARAT, Sepupu Samuel yang paling dekat dengan dirinya, Sepupu yang sering ia anggap sebagai pahlawan karena setiap ia sedang ada masalah maka Miko akan selalu ada untuknya.

Miko tersenyum lalu mempersilahkan Samuel Duduk

"Tumben Lo nyuruh gue duduk, Biasanya  gue kesini di suruh berdiri terus sampai betis gue meletus!"

Miko melepas jas dokternya lalu berjalan ke arah samuel dan memeluk erat sepupunya itu.

Samuel sudah mengira hal ini akan terjadi "Kok lo jadi cengeng si? baru aja nggak ketemu sama gue dua hari kangennya udah kayak gini ya!"

Miko mempererat pelukannya entah ia harus menerimanya atau membantah takdir tuhan itu, Apakah jika membantah Samuel si pria kecilnya itu mampu bertahan dan menemaninya terus.

Samuel menarik Miko dan menyuruh pria itu untuk duduk kembali di tempatnya.

Miko menatap Samuel, Ia harus terlihat kuat walaupun ia tak menerima apa yang terjadi dengan sepupunya itu "Leukimia Sam, Stadium tiga!"

"Dan kesempatan hidup lo cuma lima sampai enam bulan!"

Samuel tersenyum "tegang banget muka Lo bang!"

Miko berdecak kesal "Kenapa Lo baru bilang, di saat-saat udah kek gini?"

Samuel mengangkat kedua bahunya
"Lo tau sendiri gue cuek banget, gue cuma berfikir Kalau gue pusing mungkin akibat begadang, kadang kalau gue mual gue kira maag gue aja yang kambuh, dan terakhir pas gue mimisan gue udah merasa ada yang nggak beres!"

"Gue mau lo di kemo!" Tegas Miko membuat Sam menggeleng.

"Ini udah sakit! Gue nggak mau!"

Miko melempar bolpoin yang ia pegang ke segala arah bagaimana bisa Samuel saat ini sangat keras kepala.

"Itu kesempatan lo untuk hidup!"

"Makasih Bang udah peduli sama gue, Tapi gue nggak mau ngelakuin itu semua, Gue mau hidup dengan menikmati sisa waktu yang tuhan beri buat gue!"

"Gue kasih tau Om Alex sama Tante Novita!"

Sam menggeleng cepat "Kehidupan mereka udah bahagia jangan kasih tau mereka, Gue mohon bang!"

"Samuel lo harus di tangani jika lo masih mau hidup!"

"Lo ada di samping gue, Gue patuh sama aturan yang ingin lo buat, Tapi dengan satu syarat lo jangan beritahu sama Papa sama Bunda, jika abang ngelanggar gue bakalan mati bodoh tanpa berniat melawan penyakit gue!"

SalamManisDariPenulis

HoPe✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang