*43*

1.3K 66 3
                                    

Ada dua hal yang Samuel inginkan di masa sekarang kebahagian, kesehatan dan senyuman orang-orang yang ia sayangi, Ia tak pernah marah ketika tuhan menjauhkannya dengan kedua orang tuanya dalam waktu yang bisa di bilang cukup lama, Ia juga tak pernah marah kepada Tuhan ketika penyakit itu berada dalam tubuhnya, karena Ia yakin apa yang ia alami pasti punya makna tersendiri untuk hidupnya.

Hari ini Samuel di izinkan untuk keluar dari rumah sakit, Anak itu memaksa walaupun keadannya belum benar-benar sehat, Katanya ia Istirahat di rumah saja hal itu membuat Novita dan Alexandre khawatir dengan keadaan anaknya.

Samuel melangkah pelan ketika baru saja turun dari mobil, Sang Papa yang berada di kursi kemudi langsung saja turun dan berjongkok di depan anaknya menyuruh Samuel untuk naik di atas punggungnya.

"Sam bukan anak kecil lagi!" Katanya, Ia tak suka melihat Papanya seperti ini tidak bisakah Lelaki itu tegas seperti biasanya bukan Alexandre yang ia lihat sekarang ini, Pria yang rela menggendongnya karena tak tega melihatnya.

"Naik saja!"

"Pa, nggak usah Sam udah kuat jalan kok!". Tolak Samuel sekali lagi.

"Papa nggak suka Penolakan Sam!"

Samuel menghembuskan nafasnya ia mengalungkan tangannya di leher sang Papa merasa lucu dengan yang ia alami sekarang, dirinya kembali mengenang masa kecilnya dimana Alexandre yang menggendongnya kesana kemari demi menangkap capung di halaman belakang rumah yang walaupun beribu kali mereka melakukannya bersama tak ada yang pernah mereka bisa tangkap.

Novita tersenyum senduh melihat suaminya juga puteranya, Mungkin rumah ini akan kembali damai seperti dulu, tak ada teriakan ataupun ancaman yang ia dengar ia bersyukur sangat, tapi Novita yakin ini bukan akhir tapi awal masih banyak yang harus ia lakukan terutama Penyakit Samuel yang menguasai pikirannya saat ini tentu saja dan mungkin seterusnya.

Alexandre mendudukkan puteranya di sofa ruang tamu, Kemeja yang ingin ia pakai ke kantor pagi ini terlihat kusut karena menggendong Samuel, Ia tak mempedulikannya, Ia malah bahagia karena dapat melakukan hal ini lagi.

"Terima kasih, Walaupun Papa nggak perlu lakuin itu" Samuel menghela nafas "Sam tuh kayak kakek-kakek yang nggak bisa jalan tau nggak sih Pa!"

"Kamu ini, Papa mu baik di gituin!" Novita terlihat dari balik pintu dengan tas hitam yang ia yakini pakaian yang berasal dari rumah sakit, Bi Jum segera mengambil tas itu dan membawanya ke belakang.

"Bunda nggak capek?" Tanya Samuel, pertanyaan paling bodoh yang mungkin ia utarakan, Wajah berantakan sang Bunda sudah dapat ia ambil kesimpulan.

"Nggak lah!" Novita duduk di samping putranya, Ia menarik tangan Samuel menggenggamnya, Ia merasa heran karena tak ingin selalu berjauhan dengan anak pertamanya itu.

Samuel mulai risih dengan kelakuan kedua orang tuanya tapi kebahagiaan mengambil alih duluan, Ia hanya perlu bersyukur lagi-lagi tuhan mengabulkan doanya.

Bi Jum datang membawa beberapa cemilan juga teh hangat, Pembantu itu tersenyum melihat Samuel tapi sedih sekaligus ia baru mengetahui kenyataan pahit itu.

"Sam nggak mau ada tangisan lagi ya!" Ucap Pria itu kala melihat mata Bi Jum yang berair dan mungkin sebentar lagi akan menangis.

"Bibi nggak tahu harus bilang apa ke Den, Tapi bibi ikut terpukul!"

"Sam nggak apa-apa, Sam hanya perlu lewatin ini!"

Novita mengeratkan genggamannya, Ia menutup mata sejenak, rasa bersalah itu muncul lagi tapi ia tak ingin menangis lagi di hadapan Samuel, Pria itu butuh dukungan bukan air mata.

"Samira mana?" Samuel mengedarkan pandangannya ia tak melihat Adiknya sejak ia masuk, Pertanyaan itu sekaligus mengubah arah pembicaraan mereka.

"Adik kamu itu lagi sekolah!" Jawab Novita.

Samuel menepuk jidatnya merasa lupa akan hal itu "Samira kan anak rajin ya, nggak kayak aku si tukang bolos Sma Wijaya!"

"Papa nggak mau dengar kamu bolos lagi!"

"Udah hobby Pa!"

"Hobby kok gitu sih?"

"Sam bosan sama pelajarannya orang Sam udah ngerti masa di ulang lagi"

"Sesuatu itu harus selalu di ulang, Agar bisa di ingat!"

"Itu sih menurut Papa ya, Menurut Sam beda!"

Novita menggelengkan kepala, Ia sering mendengarkan keduanya berdebat tapi perdebatan kali ini Rasanya ia tak ingin menghentikannya.

"Besok Sam masuk sekolah ya, Sam kangen kantin!" Ujar anak laki-laki itu.

"Nggak boleh ya Sam! Miko bilang kamu harus istirahat dua hari setelah kepulangan mu!" Novita mencegah daripada ia harus melihat Samuel tumbang lagi.

"Bunda, Samuel tuh sehat walafiat, Bunda nggak peduli apa kondisi rindu Sam?"

"Rindu membolos?" Tanya Novita tajam.

"Bukanlah, ada yang lebih Sam rindukan, Tapi Bunda harus jawab pertanyaan ini baru bisa tahu!"

"Kamu ini masih pagi udah ngasih Quis!"

"Jawab aja Bun!"

"Okelah!" Serah Novita, Padahal ia tahu siapa yang di rindukan anaknya tersebut.

"Sesuatu yang indah yang muncul setelah hujan, apakah itu?" Tanya Samuel dengan senyuman lebarnya.

"Bunda udah tebak dari tadi!"

"Nggak seru sih!"

--------

SMA Wijaya pagi ini gempar karena kabar Qiana juga Naufal kapten basket berkencan, bahkan hal itu masih saja menjadi perbincangan hingga istirahat pertama.

"Naufal yang kencan kok heboh gini ya? Gue yang kencan mungkin sekolah ini kebakaran karena nggak terima!" Dikta berjalan sambil memperhatikan para Siswi yang terlihat patah hati karena sold out nya kapten basket.

"Naufal siapa sih?" Pelangi kebingungan, dari ia datang sekolah sampai ia berjalan  bersama kedua sahabat Samuel ke kantin iya tak tahu Naufal itu siapa, Nama itu memenuhi pendengarannya pagi ini.

"Kapten basket, musuh bebuyutan Sam, Mungkin Sam bakalan serangan jantung dengar hal ini"

"Segitunya?"

"Hmm, Samuel sama Naufal tuh rival banget selain mereka menduduki posisi cowok tertampan di SMA ini dan juga setelah gue tahu Samuel anak om Alex berarti kekayaan mereka juga bersaing secara Papa Naufal perusahan terkaya ke dua, selain itu mereka berdua pernah taruhan jadi kapten basket dan yang kalah harus rela keluar dari ekskul itu dan Samuel nggak beruntung waktu itu dan harus merelakan posisi tersebut, padahal basket dan Samuel itu suatu yang tidak boleh di pisahkan "

Pelangi manggut-manggut mengerti "Tapi gue nggak pernah lihat Sam main Basket?"

"Padahal permainan dia bagus Lo Pel, Nggak beruntung banget sih Lo"

"Mungkin gue nggak akan pernah lihat itu"

"Karena?".

"Kalian pasti mengerti"

"Penyakit dia?"

Reza yang sedari tadi tak berbicara hanya fokus untuk berjalan menghentikan langkahnya lagi-lagi mereka harus meratapi hidup teman mereka. "Gue yakin Sam Sembuh" kata Reza melanjutkan langkahnya yang terhenti.

"Gue juga!" Tambah Pelangi, Walaupun sepenuhnya ia tak yakin dengan perkataannya.

"Gue juga sih!"

"Kita perlu semangatin Sam, Nggak ada kesedihan apalagi tangisan di depan dia!"

Kedua lelaki yang entah sejak kapan akrab dengan Pelangi itu menyetujui, mereka juga harus kuat karena mereka punya orang yang harus mereka semangati.



KeepVoment

-SalamManisDariPenulis-










HoPe✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang