Aneska Arabella, 23 tahun.
Ada di Bandung berkat sahabatnya, Nayla. Kalau bukan karna Nayla sibuk memaksanya untuk berlibur ke Bandung, mungkin Aneska tidak akan mengalami kejadian seperti ini. Hampir saja Aneska kehilangan nyawanya. Tapi kejadian seperti ini bisa terjadi dimana saja bukan?
Aneska mengeringkan rambutnya yang basah setelah selesai mandi di depan cermin. Gadis itu kembali mengingat bagaimana dirinya bisa terpeleset di pinggir Kolam. Ya, walaupun bukan salahnya 100%. Lantai itu benar-benar licin tadi.
Jika saat itu Brian tidak ada disana, mungkin Aneska benar-benar akan dilarikan ke Rumah Sakit. Lalu rencana berliburnya akan gagal dan malah akan membuat Nayla menyesal seumur hidup.
"Terus? Lo nggak apa-apa kan, Nes?"
Suara tersebut adalah suara Nayla dari Handphone Aneska yang di loudspeaker dan untungnya tidak rusak. Aneska berjalan ke arah meja dan mengambil ponselnya lalu duduk di atas kasur.
"Nggak, Nay. Untung aja. Kalau nggak lo pasti nangis-nangis kan?" Aneska tertawa.
"Ih nggak lucu. Nggak usah ketawa. Gue beneran kaget pas baca chat lo tadi anjir."
Aneska tertawa lagi.
"Eh, tapi itu cowok yang nolong lo. Siapa tadi namanya?"
"Brian?"
"Iya, Brian. Ganteng nggak?"
Aneska terdiam beberapa detik. Karena dia sudah tahu betul apa tujuan Nayla menanyakan hal itu.
"Gue matiin ya telfonnya?"
"Diiih, gue kan cuma nanya Neska cantiiiik!"
"Habisnya lo tuh. Males deh gue."
"Ya kan biar lo move on cepet."
"Nay."
"Iya, iya! Buset galak banget sih anak Pak Lukman! Ya udah iyeee. Good luck."
"Nay!"
Belum sempat Aneska memaki Nayla, cewek itu sudah lebih dulu mematikan telfonnya. Aneska berdecak kesal, lalu kembali mengeringkan rambutnya dengan handuk dan Hairdryer.
***
Langkah kaki Aneska terhenti ketika ia mendapati sosok Brian yang sedang duduk di Lobby sambil memainkan ponselnya. Cowok itu benar-benar menepati janjinya. Sore tadi, Aneska berpesan kepada Brian agar ia menunggunya di Lobby jam setengah 8 malam. Dan brian benar-benar datang tepat waktu. Aneska lalu berjalan menghampiri Brian.
"Hei." sapa Aneska agak canggung. Brian mendongakkan wajahnya dan Aneska tersenyum kikuk, "Udah lama nunggunya?"
"Nggak kok. Saya baru aja turun." jawab Brian lalu menyimpan ponselnya. "Kita mau makan dimana?"
Aneska terdiam. Bodohnya dia sama sekali tidak memikirkan hal itu sebelumnya. Cewek itu menunjukkan cengirannya pada Brian, yang Brian sadari bahwa Aneska juga tidak tahu.
Brian tersenyum, "Kalau gitu, rekomendasi saya aja gimana, Nes? Saya tau tempat yang enak."
"Boleh."
-ooo-
Kini Aneska sedang berada di mobil Brian bersama pemiliknya. Sepi. Tidak ada satupun dari mereka yang mengucapkan sesuatu. Setidaknya untuk menghilangkan rasa canggung ini. Aneska paling tidak menyukai hal yang seperti ini. Ia tidak menyukai suasana canggung.
Aneska melirik tombol radio yang masih mati. Lalu tangannya tergerak untuk menekan tombol itu. Dan disaat yang bersamaan, Brian pun bermaksud menekan tombol itu. Mungkin merasakan sama canggungnya dengan Aneska.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Met
General Fiction[Completed] Kita bertemu untuk sebuah alasan. Entah itu berupa karunia atau hanya sebagai pelajaran. Ketika kita bertemu, kita saling tahu bahwa kita sama-sama spesial. Aku menganggapmu spesial dan kamu juga. Dari cara kita menatap satu sama lain d...