25 - Perfectly Wrong

2.2K 394 36
                                    

Aneska tiba di sebuah rumah yang lumayan mewah. Saat keluar dari mobil, Aneska masih mengagumi kemewahan rumah tersebut sampai akhirnya Brian kembali menggenggam tangannya dan membawanya masuk ke dalam rumah tersebut.

Di ruang tamu, Aneska mendapati Jerremy sedang bertegak pinggang dengan gelisah. Saat Aneska ingin menyapanya dengan senyuman, Jerremy justru terkejut melihat kedatangan Brian bersama Aneska.

"Gila lo ya?!" seru Jerremy sambil menarik Brian mendekatinya hingga genggaman tangannya terlepas dari Aneska. "Kenapa lo bawa Neska?!" bisik Jerremy tapi terlalu kuat untuk dikatakan sebuah bisikan sehingga Aneska masih dapat mendengarnya.

Sebenarnya, saat dalam perjalanan, melihat Brian banyak diam, Aneska sudah menduga Brian akan membawanya kemana. Foto Cerlia yang terpampang di ruang tamu itu semakin menguatkan dugaannya. Ini memang rumah keluarga Cerlia. Tapi untuk apa Brian membawanya kemari, Aneska belum tahu.

"Gue nggak mungkin ninggalin Neska gitu aja, Jer." balas Brian.

"Iya, tapi—ah udahlah. Gue harusnya nggak nelepon lo."

Aneska hanya diam membisu sambil menonton dua sahabat itu saling bersiteru. Jerremy terlihat frustasi dan Brian hanya menatap lurus ke ruang keluarga didalam sana yang entah kenapa terlihat agak ramai. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak.

"Brian?!" seorang wanita paruh baya keluar dari ruang keluarga lalu berlari kecil menghampiri Brian dengan air mata yang berderai. "Bri, tolong kamu bujuk Cerlia untuk keluar ya? Sejak kemarin dia nggak keluar kamar, Nak. Tante nggak tau harus gimana... kamu pasti bisa bujuk Cerlia. Tolong Tante, Nak."

Brian masih diam, dan membiarkan wanita itu mengguncang tubuhnya sambil menangis. Tanpa perlu dijelaskan lagi, Aneska seperti tahu situasi yang sedang terjadi sekarang.

"Brian, kamu mau nolongin kan? Makanya kamu dateng kan, Nak?" tanya Maminya Cerlia lagi, sampai-sampai Jerremy harus memeganginya dan mengatakan untuk tetap tenang.

"Tante," ucap Brian setelah adanya jeda sejenak. Brian lalu melirik Aneska sekelas dan menatap Maminya Cerlia lagi. "Aku nggak bisa tolongin Cerlia terus menerus. Aku sebentar lagi—"

"Brian," potong Aneska cepat lalu berjalan menghampiri Brian dan menggelengkan kepalanya. "Nggak apa, tolongin dia. Kalo dia kenapa-napa gimana?"

"Tapi, Nes, aku nggak mau nyakitin kamu." kata Brian lagi.

"Nggak, Bri. Aku nggak apa-apa." balas Aneska meyakinkan Brian. Tapi tetap saja perkataan itu masih membuat Brian ragu. Aneska menatap Brian lagi hingga akhirnya Brian menghela nafas dan berjalan ke arah kamar Cerlia.

"Cer?" sapa Brian setelah mengetuk pintu berkali-kali.

-ooo-

Cerlia tahu dia telah melukai harga diri Papinya.

Kemarin, Papinya memang tidak terlalu banyak bicara ketika Brian dan Jerremy mengantarnya. Tapi, setelah mereka semua pulang, Papinya memang tidak murka. Hanya saja, ada beberapa kata yang membuat Cerlia kembali setres dan depresi.

Cerlia tahu, memang salahnya sudah memilih Rayan sebagai pendamping hidupnya dan Cerlia menyesal akan hal itu. Tapi semua yang sudah terjadi, tidak akan bisa dimundurkan kembali. Kalau ada orang yang ingin mengubah itu semua, maka Cerlia lah orangnya.

Seharian, Cerlia mengurung diri di kamar dengan situasi di kamar yang berantakan. Cerlia menyembunyikan kepalanya diantara lutut dan lengannya. Sudah lelah terlalu banyak menangis dan menghabiskan tenaga untuk menghancurkan beberapa barang di kamar. Siapa pun yang mengetuk pintu kamarnya, memanggil namanya, Cerlia tidak peduli. Hingga akhirnya suara Brian terdengar, membuat Cerlia mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah pintu.

"Cer? Ini Brian, Cer." sapa Brian dari luar kamar. "Buka pintunya, Cer. Kasihan mami lo khawatir. Mami lo nangis-nangis, Cer. Coba lo ngomongin baik-baik dulu masalahnya dimana? Apa lagi yang bikin lo nggak enak, Cer? Sesuatu itu harus lo omongin, bukan lo diemin kayak gini yang ada lo makin nyesek, Cer."

Cerlia kemudian bangkit berdiri dan berjalan diantara pecahan kaca yang ada dilantai. Ia menempelkan tangannya dikenop pintu. "Kenapa kamu kesini, Bri? Karena kamu disuruh Jerre, kan? Bukan karena kamu bener-bener simpati sama aku kan?"

"Cer, Nak! Tolong buka dulu pintunya, Nak. Cerita sama Mami!" seru Mami Cerlia.

Cerlia kembali menangis mendengar suara Maminya, tapi justru juga membuatnya semakin marah. "Apa lagi yang harus Cer ceritain, Mi? Apa Mami bakalan denger? Apa Papi bakalan dengerin? Apa kalian tau gimana sakitnya Cer sekarang? Cer tau ini salah Cer, Mi... Cer tau... Cer tau bikin Mami Papi malu..."

"Cer, ngomongnya diluar, ya? Buka dulu ya pintunya?" kata Brian lagi setelah Cerlia tak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

Cerlia menyandarkan kepalanya dipintu. Matanya sudah membengkak akibat lelah menangis. Bahkan, ia merasa bahwa air matanya sudah habis.

"Papi minta maaf, Cer. Papi tau Papi keras sama kamu. Sekarang, kamu keluar dulu." Papinya ikut berbicara.

"Cer? Keluar, ya?" ujar Brian lembut.

Selama beberapa detik, Cerlia hanya diam dan begitu pula orang-orang yang ada dibalik pintunya. Dengan pelan, Cerlia membuka kunci pintu dan melihat Brian di depan pintu kamarnya. Disaat orang-orang terkejut dengan penampilannya yang berantakan dan kaki yang berdarah, Cerlia tidak peduli lagi, ia memeluk langsung berhambur kepelukan Brian.

Brian tak bergerak. Tidak tahu harus bagaimana dan tidak mungkin melepas begitu saja pelukan orang depresi. Ia tidak membalas pelukan Cerlia, tapi hanya mengusap kepala gadis itu dengan lembut sehingga membuat tangisannya semakin kencang.

Aneska hanya diam sambil memandang pemandangan itu. Tapi itu membuat hatinya terasa perih. Padahal ia yang memberi izin Brian, padahal Aneska yang meyakinkan Brian, tapi ternyata, sesakit itu hingga ia tidak bisa mengatakan apa pun. Semua ini terasa salah. Atau Aneska tidak tahu lagi mana yang benar.


🌻🌻🌻🌻


Author's note :

Honestly, if you want to ask me, who's the character you like the most when writing the story? I'll say it's Jerre's.

I'm the writer of this story but day by day i keep falling for Jerre's character. Can't wait to publish his point of view about his situation as well. Hehe!

Have a nice day everyone<3

Have a nice day everyone<3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang