Bonus Chapter : Cerita Wirga - 01

2.8K 346 21
                                    

Akhir-akhir ini, suasana di kantor cukup aneh.

Tidak seperti Danu yang terlalu ingin tahu, Wirga tidak mau ambil pusing. Danu bilang, semenjak pulang dari Korea, Jerremy jadi agak pendiam. Brian pun sama, jadi tidak banyak bicara.

"Ya udah, biarin aja kali, Nu. Mungkin mereka ada masalah yang nggak bisa dibagi ke kita. Nggak usah kepo gitu, Nu. Kalo mereka butuh bantuan, nanti juga cerita."

Itu Satria yang bilang. Ketika mereka bertiga makan siang tanpa Brian dan Jerremy. Karena mereka berdua buru-buru menghilang ketika istirahat makan siang dimulai. Mendengar Satria yang berbicara, Danu mau tak mau menyerah untuk ingin tahu dan Wirga hanya menggelengkan kepala.

Wirga tak mau menambah masalah hanya ingin tahu. Kadang, ingin tahu membawamu ke hal yang tak seharusnya kau ketahui, bukan?

Di dunia ini, semua orang pasti memiliki masalah. Masalah kecil atau pun besar. Dan tiap orang pun memiliki solusi mereka sendiri untuk menyelesaikan masalah. Entah itu bercerita kepada orang terdekat, atau memendam sendiri, atau bercerita kepada Yang Maha Kuasa.

Untuk Wirga, tentu dia juga memiliki masalahnya sendiri. Tetapi Wirga bukanlah tipikal seseorang yang akan menceritakan masalahnya begitu saja. Karena itu, Wirga amat sangat menyukai pekerjaan sambilannya di tiap malam sabtu, sebagai seorang Penyiar Radio dengan nama, Wira.

"Malam ini, masih sama, aku akan bilang hal yang selalu sama. Buat kalian yang merasa sendirian, kalian salah. Cobalah untuk bercerita kepada keluarga, teman, sahabat, orang spesial dan orang terdekat. Setidaknya, itu bisa bikin kalian lega." ujar Wirga ditengah-tengah siarannya lalu memutarkan sebuah lagu dari Mocca yang berjudul On The Night Like This.

Wirga membuka sebuah ponsel yang dikhususkan untuk mereka yang mengirimi pesan singkat pada radio. Tangannya terus mengecek satu persatu pesan-pesan yang masuk hingga jarinya berhenti disebuah nama. Nama yang tak asing. Nama yang muncul sejak awal ia memulai pekerjaan ini. Nama yang entah kenapa, selalu membuatnya tersenyum.

"Isha," gumam Wirga menyebutkan nama gadis itu diluar kesadarannya.

'Seperti biasa, aku nggak mau titip salam buat siapa pun. Kak Wira selalu mengucapkan selamat malam, mengatakan hal-hal yang baik untuk semua orang. Tapi, apa ada yang mengucapkan itu ke Kak Wira? Untuk itu, aku harap Kak Wira selalu bahagia, dihindari dari masalah yang pahit. Selamat malam, Kak Wira.'

Senyuman yang awalnya tipis semakin mengembang ketika ia membaca pesan dari Isha. Gadis itu tidak pernah gagal untuk membuatnya tersenyum. Wirga tidak tahu siapa Isha. Isha pun tidak tahu siapa Wirga. Yang Isha tahu, nama Wirga adalah Wira.

Namanya Isha. Wirga tidak tahu persis umurnya. Tapi Wirga yakin, Isha adalah gadis yang baik. Isha tiba-tiba muncul pada awal Wirga bekerja sambilan sebagai penyiar radio. Malam demi malam berikutnya, Isha selalu ada. Awalnya ia bercerita tentang dirinya yang merasa menyusahkan. Wirga membacakan pesannya, dan menguatkan Isha.

Malam berikutnya, Isha mengucapkan hal-hal manis untuk Wirga. Sama seperti yang Wirga sebutkan tadi. Isha berharap bahwa Wirga selalu bahagia. Semenjak itu, Wirga selalu mencari pesannya dan tidak pernah absen sekali pun.

Suatu hari nanti, Wirga ingin bertemu Isha. Dia ingin bertemu gadis ini.

-ooo-

Minggu siang, disaat semuanya beristirahat, tapi tidak dengan Wirga. Sambil membawa kerjaannya ke sebuah kafe, Wirga menghabiskan minggu bebasnya sembari bekerja dengan santai.

Kepulangan Jerremy, Satria, dan Stella dari Korea menambah beberapa pekerjaan mereka yang membuat lelah, tentunya. Tapi, Wirga sama sekali tak mempermasalahkan soal itu. Asalkan, gaji tetap jalan.

"Apaan, Nu? Gue di kafe biasa, Nu. Lo mau nyusul? Ya udah, sini deh."

Barusan yang menelepon adalah Danu. Katanya, ia bosan di kontrakan dan ingin menyusul Wirga. Wirga kembali melanjutkan pekerjaannya dengan tangan yang sudah kembali bermain diatas laptop. Sekali-kali, ia menyeruput kopi yang tadi ia pesan dengan hati-hati dikarenakan masih sedikit panas.

Sebuah ketukan kecil di meja nya membuat Wirga melirik tangan yang tadi mengetuk. Lalu perlahan ia mendongakkan kepalanya hingga akhirnya mengetahui sang pemilik tangan. Seorang perempuan yang kini tengah tersenyum lebar kepadanya. Tentu saja, Wirga menatapnya bingung sebelum akhirnya bersuara.

"Ya?"

Perempuan itu masih tersenyum lebar lalu buru-buru menulis disebuah buku kecil yang sejak tadi ia pegang. Setelah selesai, ia menunjukkan bukunya pada Wirga.

'Kak Wira, kan?'

Melihat itu, mata Wirga melebar. Bahunya yang tersandar kini sudah menegak. Kaget karena ada salah satu pendengar setianya yang menyadari suaranya.

Wirga mengangguk dan tersenyum dengan canggung, "Kok tau?"

Gadis itu kembali menulis dengan cepat, 'Suaranya nggak asing.'

Wirga kali ini tersenyum dengan lebih ramah, "Makasih, ya."

Gadis mengangguk-angguk dan menulis lagi, 'Aku Isha, Kak.'

Lagi-lagi, Wirga dibuatnya terkejut hingga membuatnya bangkit berdiri. Gadis yang menyapanya ini adalah Isha. Isha dengan rambut pendek sebahu dan lesung pipi kecil didekat mulutnya. Gadis ini, Isha.

"I-Isha?"

Isha hanya menyengir setelah Wirga dengan kaget menyebut namanya. Saat itu, Wirga benar-benar tidak tahu bahwa Isha adalah seorang gadis yang... tidak sempurna.


🍂🍂🍂


Author's Note :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's Note :

Halooooo! Selamat malam! Dikarenakan sebentar lagi, Wonpil akan ulang tahun, maka dari itu aku bikin cerita khusus tentang Wirga! Jadi Brian-Neska absen dulu ya bentar:3 Ini bisa dibilang cuma chapter pendek ajasih hehehe

Enjoy!<3

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang