30 - Momentary

2.4K 409 17
                                    

Aneska menghela nafasnya setelah mengirimi sebuah pesan untuk Brian. Setengah jam berlalu dan Brian hanya membaca pesan itu saja. Aneska kembali memandangi ponselnya, berharap bahwa Brian akan membalas pesannya. Akan tetapi, berapa lama pun ia menunggu, Brian tetap tidak membalasnya.

"Gimana?" tanya Nayla sambil merapikan barang-barangnya yang berserakan diatas meja kerja.

Aneska menggelengkan kepalanya. "Kayaknya, dia bener-bener marah sama gue, Nay. Dia nggak bales. Cuma ngeread. Udah nggak ada harapan lagi."

Nayla menatap Aneska yang sudah termenung dengan wajah pasrah sejenak. Tanpa berbicara apa pun, Nayla lanjut merapikan barang-barangnya. Setelah selesai, ia menghampiri Aneska di mejanya.

"Kali aja dia nggak ada sinyal, Nes." ujar Nayla akhirnya.

Aneska menoleh padanya dengan bingung. "Sinyal?"

"Mereka kan lagi di Lembang." balas Nayla setelah mengangguk.

Mendengar nama tempat itu, Aneska langsung terlihat ingin tahu. Hatinya tergesir mendengar nama tempat itu, seperti yang Brian rasakan.

"Lembang, ya..." gumam Aneska.

Nayla tahu betapa berartinya tempat itu untuk Aneska dan juga Brian. Nayla tersenyum tipis. "Mungkin dia nggak sempat bales chat lo, Neska. Think positive."

Aneska tidak menjawab. Otaknya dipaksa berpikir untuk mengenang waktu ia dan Brian berada di Lembang. Saat dimana mereka saling bercerita tentang apa yang mereka rasakan, tentang masa lalu mereka yang sama-sama buruk. Sampai sekarang, Aneska masih tidak percaya bahwa ia dan Brian berakhir seperti ini. Yang tadinya hanya teman yang terjadi tanpa sengaja, lalu kemudian meminta lebih dari itu.

"Lembang." gumam Aneska lagi.

"Kenapa? Lo nostalgia?" tanya Nayla sambil tersenyum.

Aneska terkekeh. "Iya, Nay. There were so many things that happened there."

"Gue tebak, Brian juga lagi mikirin hal yang sama."

Aneska hanya tersenyum. Mungkin, apa yang Nayla katakan ada benarnya. Untuk saat ini, Aneska hanya akan menunggu.

-ooo-

"DANUUUU! LO TUH YAAA!"

Brian menegakkan wajahnya saat mendengar ribut-ribut di lantai dua. Lalu ia mendengar gelak tawa Danu. Entah apa yang dilakukan cowok itu disana. Mungkin, mengganggu Bella lagi. Brian menggelengkan kepalanya dan kembali memainkan ponselnya.

Sejak tadi, ia hanya menatap kontak Aneska yang ada di ponselnya. Sedang menimbang-nimbang apakah ia harus menelepon Aneska atau tidak. Sejak tadi, hanya itu yang ia lakukan.

"Bang Brian,"

Brian menolehkan wajahnya saat melihat Wirga datang menghampiri dan duduk disebelahnya.

"Lo nggak mandi, Bang?" tanya Wirga. Brian memperhatikannya sejenak. Wirga sudah rapi dan sudah siap untuk mencari makan malam.

Brian tersadar bahwa sejak tadi ia sendirian di ruang berkumpul villa itu. Ternyata, yang lain sedang sibuk di kamar masing-masing.

"Gue nggak sadar udah jam segini, Wir." balas Brian menertawai kebodohan dirinya sendiri. Ia lalu bangkit berdiri dan bersiap-siap untuk ke kamarnya yang ada di lantai dua, yang ia tempati bersama Jerremy.

"Mikirin apa sih lo, Bang, sampai-sampai kayak gitu." sahut Wirga membuat Brian tak jadi melangkahkan kakinya. "Lo mikirin Neska ya?"

Brian tersenyum, "Kok tau?"

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang