Brian sedang berdiri didepan cermin. Memastikan sekali lagi bahwa dia sudah sangat rapi untuk bertemu Aneska hari ini.
Hubungannya dengan Aneska perlahan membaik setelah pertemuan hari itu. Bahkan, Brian sudah bertemu dengan Eyang dan menyampaikan keseriusannya dengan Aneska.
Setelah yakin kalau penampilannya sudah oke, Brian mengambil dompet dan kunci mobil yang terletak diatas meja dan bersiap-siap untuk pergi. Hingga akhirnya suara ketukan dipintu dan ribut-ribut dari luar membuat Brian menoleh ke arahnya, lalu berjalan untuk membukakan pintu.
"BRIAN!"
Belum sempat Brian bersuara karena kekagetannya, seorang wanita cantik berusia empat puluhan langsung memeluk pria itu.
"Mama?!" ujar Brian kaget melihat kehadiran Mamanya ada disini. Di kosnya, di Jakarta.
"Papa juga dong, Bri." sahut Papanya yang sedari tadi berdiri di belakang dan langsung bergantian memeluk anak mereka satu-satunya.
"Kaget ya? Kaget?" tanya Mamanya sambil tertawa.
Ya tentu saja Brian kaget. Pasalnya, kedua orang tuanya yang tinggal jauh darinya itu tiba-tiba berada tepat didepannya. Ada di Jakarta dan tidak mengabari soal kedatangan mereka.
"Mukanya kaget banget, Ma." sahut Papanya sambil tertawa dan Mamanya pun ikut tertawa.
"Kok disini?" tanya Brian akhirnya setelah tersadar dari keterkejutannya.
"Mama nya disuruh masuk dulu kek—ASTAGA INI KAMAR APA KANDANG KUDA?"
Brian hanya berdiri mematung saat Mamanya menyeruak masuk ke dalam kamarnya. Brian harus siap-siap mengganjal kupingnya dengan apa pun.
"Ini mana yang bersih mana yang kotor, Bri?!" gerutu Mamanya tak berhenti mengomel. Brian hanya cengengesan. Mungkin juga tidak tahu mana pakaian yang bersih atau sudah kotor.
"Ya ampun, Pa, coba liat anak Papa. Ini sampah nggak dibuang! Ganteng-ganteng kok jorok sih!" ucap Mamanya lagi.
Brian melirik Papanya yang hanya menggelengkan kepala. Lalu ia buru-buru menarik Mama nya keluar kamar agar tidak kembali mengomel.
"Mama sama Papa kapan sampai di Jakarta? Dan kenapa nggak ngabarin aku?" tanya Brian ketika semuanya sudah berada diluar kamar.
Mamanya tidak menjawab. Ia malah memperhatikan anaknya dari ujung kepala hingga kaki. "Kamu kok ganteng banget, wangi lagi. Kamu mau kemana?"
"Ma, jawab aku dulu."
Papanya terkekeh, "Kita nyampe tadi malam terus kita nginep di Hotel, Brian. Namanya juga surprise, ngapain kita bilang ke kamu."
"Terus, kamu mau kemana?" tanya Mamanya lagi.
Brian bingung harus menjawab apa. Brian memang sudah mengenalkan Aneska kepada Mamanya lewat telepon. Tapi, Brian tahu kalau Aneska bisa kaget karena tiba-tiba diajak bertemu dengan orang tuanya. Brian menggaruk belakang kepalanya yang entah gatal atau tidak.
"Dia pasti mau ngedate, Ma." jawab Papanya tiba-tiba.
"Mama ikut dong! Mama kan mau ketemu calon mantu!" seru Mamanya membuat Brian tak habis pikir. Mana ada orang ngedate bawa-bawa Mamanya?
"Mama ngomong apa sih, mana ada orang ngedate bawa-bawa Mamanya. Emangnya mau piknik." kata Papanya lagi.
Brian hanya memandangi kedua orang tuanya yang saling sahut menyahut. Akhirnya ia menjauhkan diri sebentar dan menghubungi Aneska lalu menjelaskan situasinya. Ia berharap, Aneska dapat memahami ini semua. Lalu setelah selesai menelepon, ia kembali lagi mendekat pada orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Met
General Fiction[Completed] Kita bertemu untuk sebuah alasan. Entah itu berupa karunia atau hanya sebagai pelajaran. Ketika kita bertemu, kita saling tahu bahwa kita sama-sama spesial. Aku menganggapmu spesial dan kamu juga. Dari cara kita menatap satu sama lain d...