10 - That Smile

3.3K 527 38
                                    

"Jerre, lo yang bakalan ke Korsel bareng gue sama Mbak Stella."

Mata Jerremy yang kecil hampir saja meloncat keluar ketika Satria yang tiba-tiba melintas di depan mejanya mengatakan hal itu. Dengan tampang yang masih kebingungan, ia meninggalkan mejanya dan menghampiri Satria.

"Gue?! Kok gue sih, Sat?! Bukannya Brian?!" seru Jerremy sambil menghalangi Satria untuk kembali ke mejanya.

Sementara dari mejanya, Brian diam-diam merayakan tidak jadinya ia berangkat ke Korea Selatan untuk urusan bisnis. Brian memandangi Jerremy kasihan tapi dalam hati sangat bersyukur kalau bukan dirinya yang diutus untuk berangkat. Mungkin jika belum mengenal Aneska, Brian akan senang hati menerima tawaran itu. Siapa yang tidak mau pergi ke tempat itu? Lagian, bukan pertama kalinya ia pergi kesana.

"Ya udah, Jer. Gue juga nggak bisa protes ke Pak Johan. Kalo lo mau protes, lo pergi ke ruangannya sana." balas Satria lalu kembali ke mejanya.

Jerremy mendelik kesal. Ia mendesah dengan malas. Kenapa harus dia? Jerremy mengangkat wajahnya dan bertemu mata dengan Brian. Brian yang menyadari hal itu dengan segera mengalihkan pandangannya dengan berpura-pura melihat layar komputernya. Jerremy lalu menghampirinya.

"Nggak usah pura-pura sibuk lo," ujar Jerremy begitu tiba di depan Brian. "Kok bisa sih lo nggak jadi pergi? Lo sogok apa Pak Johan?"

Brian menggelengkan kepalanya tak percaya, "Astagfirullah, suuzon aja ni orang! Sedeket apa gue sama Pak Johan sampai bisa nyogok dia?"

Jerremy mengedikkan bahunya. Matanya mengarah pada sepasang sepatu miliknya yang kini sedang ia mainkan. Brian menyadari itu, entah kenapa Jerremy terlihat benar-benar tak ingin pergi.

"Jer, lo nggak mau pergi?" tanya Brian.

Jerremy menghela nafas, "Ya gimana ya... jauh."

"Masa sih cuma karena jauh?" tanya Brian lagi.

"Ntar gue nggak ketemu Ica." jawab Jerremy membuat Brian mendaratkan pukulan di belakang kepalanya. "Woi! Kepala gue, nih!"

"Lo sih! Ica mulu! Seenaknya ngatain gue bucin, lo tuh yang bucin!" balas Brian.

"Woi kerja woi!" sahut Danu dari mejanya.

Brian hanya meliriknya sekilas lalu mengusir Jerremy dari mejanya. Jerremy mendengus kesal, "Awas ya! Lo masih berhutang traktiran ke gue!"

"Iye, iyeee! Berisik lo."

Jerremy kembali ke mejanya setelah melempar tatapan kesal kepada Brian. Brian hanya tersenyum dengan kesan yang mengejek. Lalu ia kembali menatap layar komputernya. Hari ini pun, ia tak sabar untuk bertemu dengan Aneska.

-ooo-

"Terima kasih ya, Pak." ujar Aneska kepada driver transportasi online yang baru saja mengantarnya sampai di rumah.

Setelah memberikan beberapa lembar uang, Aneska berjalan masuk ke rumahnya. Dahinya berkerut kebingungan ketika menyadari ada sebuah motor yang terparkir di halaman rumahnya. Tidak mungkin pemilik motor besar seperti itu adalah teman dari Eyangnya. Masa ada nenek-nenek atau kakek-kakek yang menaiki motor gede?

Keningnya semakin berkerut ketika ia mendengar suara tawaan nyaring dari dalam rumahnya. Ada suara Eyangnya yang bercampur dengan suara yang sangat ia kenal. Brian. Itu suara Brian. Dengan segara, Aneska berlari masuk ke dalam rumah, wajahnya melongo ketika ia melihat bahwa memang Brian orang yang ada di dalam rumahnya. Yang sekarang ini sedang bercanda dengan Eyangnya. Dan juga, Imah.

"Eh, Mbak, sudah pulang?" kata Eyang begitu menyadari kehadiran Aneska.

"Udah, Eyang." jawab Aneska dengan mata yang tak lepas dari Brian. Brian hanya tersenyum kepadanya.

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang