45 - Another

2.2K 379 51
                                    

Aneska melirik Nayla yang duduk disebelahnya. Sedang tidak memegang ponselnya, tetapi sedang sibuk dengan komputernya. Sedang serius. Nayla tidak terlihat risih walaupun Aneska sudah meliriknya lebih dari dua kali. Entah dia sadar atau tidak.

Sudah beberapa hari berlalu sejak Nayla mengatakan bahwa ia sedang dekat dengan seseorang. Junior menganggap Nayla hanya bercanda tapi tidak dengan Aneska. Ia justru penasaran dan yakin Nayla sedang serius.

Apa orang itu Jerre? Tapi, masa sih? Terus siapa? Apa gue nggak tahu orangnya?

"Halo, mbak Neska—NESKA!"

Aneska tersentak saat wajah Nayla tidak berada jauh darinya. Nayla memandangnya bingung. Bahkan memperhatikan cewek itu dari ujung kepala hingga kaki.

"Lo kenapa? Ngelamun mulu. Nggak lagi berantem kan?" tanya Nayla.

Aneska segera menggelengkan kepalanya. "Berantem? Ya enggak lah, Nay."

"Terus? Kok lo diem gitu? Nggak ada kerjaan? Udah selesai?" tanya Nayla.

"Iya, udah." balas Aneska. Lalu ia ikut memandangi Nayla yang sekarang sudah bangkit berdiri, sedang memasang lagi lipsticknya dan menyemprotkan parfum. "Lo mau kemana, Nay?"

"Gue mau makan siang diluar, Nes. Udah janji."

"Sama?"

Nayla tidak menjawab. Ia justru menatap Aneska agak lama. Lalu ia tersenyum jahil, meraih tasnya dan berjalan keluar ruangan. "Dadah, Nes!"

Aneska spontan meraih tasnya dan berlari keluar, menatap Nayla yang sudah menuruni tangga. Aneska segera merogoh isi tasnya, mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

"Halo? Jun? Lo diatas? Bagus! Buruan turun, sekarang! Kita makan siang diluar. Buruan sebelum Nayla pergi! Gue tunggu lo dibawah!"

Setelah selesai menelepon, Aneska menuruni tangga dengan terburu-buru sehingga menimbulkan suara yang menggema. Untung saja hari ini ia tidak memakai sepatu yang berhak.

Saat tiba dibawah, Nayla sedang berdiri didepan kantor. Sepertinya sedang menunggu transportasi online, karena Aneska tahu Nayla tidak membawa kendaraan hari ini.

"Nes!" seru Junior yang baru saja tiba dengan nafas yang tersengal. "Ada apaan sih?"

"Udah, ntar gue jelasin dimobil! Ah, dia masuk ke mobil itu, ayo buru Jun!" seru Aneska sambil menarik tangan Junior.

Tanpa tahu apa-apa, Junior tetap menghidupkan mobilnya. "Ini kita ngapain sih?"

"Itu! Kita ikutin mobil itu." Aneska menunjuk sebuah mobil berwarna putih yang ada didepan mereka.

"Kenapa kita harus ngikutin Nayla, Nes?" tanya Junior lagi yang masih kebingungan.

"Lo inget kan perkataan Nayla tempo hari di rumah gue?"

"Soal yang lagi deket sama dia?"

"Iya! Gue yakin dia lagi mau makan siang sama cowok itu, Jun!"

Junior tertawa kecil. Namun tawaannya terdengar seperti lebih mengejek. "Dia tuh bohong tahu, Nes. Lo mau aja sih dikibulin."

"Jun, lagian kenapa Nayla harus bohong segala? Nayla bukan tipe cewek yang kayak gitu kan? Gue yakin dia nggak bohong. Dia juga kemarin mau ngomong sesuatu sama gue tapi nggak jadi karena Brian keburu dateng. Eh eh, dia belok tuh!"

Junior mendesah. Ia tak tahu kenapa Aneska harus repot-repot melakukan ini. Kalau Nayla sampai tahu, Junior sudah bisa membayangkan bagaimana wajah masamnya nanti.

Setelah beberapa menit, mobil yang ditumpangi Nayla memasang lampu sign ke kiri. Saat Junior juga akan berbelok ke kiri, tiba-tiba sebuah motor malah memotong sehingga membuat Junior menginjak rem mendadak.

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang