01 - Afterwards

10K 741 110
                                    

Sore itu, Hujan deras.

Brianda Verdianto, berdiri di pantry kantornya dengan kaku. Tangan kanannya memegang segelas kopi yang baru saja ia seduh, dan sebelah kirinya memegang sebuah undangan yang baru saja diberikan oleh seorang Office Boy. Yang ditujukan untuk pria itu, tentunya.

Tanpa ingin mengetahui isi undangan itu, Brian membantingnya ke lantai. Bahkan kopi yang baru saja ia seduh pun ikut terjatuh, menyebabkan gelas yang terbuat dari kaca itu pecah.

"Astaga!"

Jerremy, salah satu rekan kantor Brian dan juga sahabatnya terkejut melihat pemandangan yang ada di pantry. Ia menoleh pada Brian yang masih mematung, tak berkutik.

"Bri? Lo kenapa?" tanya Jerremy menghampiri Brian dengan hati-hati.

Jerremy memperhatikan Brian dengan seksama, lalu matanya tertuju pada sesuatu yang ikut terjatuh di lantai bersama dengan kopi yang sudah tumpah.

Jerremy mengambil undangan itu. Bahkan tanpa membuka itu, Jerremy sudah tahu persis siapa yang mengirimkan undangan tersebut.

"Bri—"

Belum sempat Jerremy menyelesaikan ucapannya, Brian sudah melesat pergi meninggalkan pantry. Tapi, Jerremy tidak mengejarnya. Ia tahu, sahabatnya itu butuh waktu untuk sendiri.

-ooo-

Brian hanya berharap, Semua ini akan segera berakhir untuknya.

Rasa sakit, perih, dan sesak yang susah sekali hilang dari hatinya. Dia benci sekali terhadap perempuan itu.

"Nih." ujar Jerremy menghampiri meja Brian dengan segelas kopi yang barusan dia seduh untuk Brian.

Brian hanya memandangi gelas itu, menatap uap yang bergumul ke atas permukaan gelas.

"Bri, lo pergi deh. Kemana kek gitu." sahut Jerremy yang tidak tahan lagi melihat diamnya Brian. Jerremy mendesis saat Brian masih saja diam tidak meresponnya, "Lo minta cuti aja deh. Gue sampai pengap liatin lo."

"Iya, lo cuti aja deh, Bri." Satria, sang pemilik suara menghampiri mereka berdua. Seperti Jerremy, Satria juga baru saja membuat kopi. "Kalau lo kaya gini terus, bisa-bisa kita beli gelas baru mulu, Bri."

Jerremy mengangguk setuju. Tapi, Brian tak bergeming. Sama sekali tidak membalas perkataan kedua temannya itu. Brian tiga bulan yang lalu tidaklah seperti ini.

Dulu, dia pasti sudah membalas perkataan mereka dengan pedas. Namun sekarang, pria itu lebih banyak diam.

Satria dan Jerremy saling pandang. Jerremy mengangkat bahunya, sudah kehabisan akal untuk menghibur Brian. Sementara Satria? Dia bukanlah tipe orang yang bisa menghibur temannya dengan guyonan.

"Brian,"

Kali ini, Brian merespon Satria dengan menoleh kepadanya. Satria tersenyum kecut, "Lo butuh waktu. Sendiri."

Benar. Mungkin Brian butuh waktu.

-ooo-

Maka disinilah Brian sekarang.

Bandung, kota yang mungkin dapat mengobati hatinya yang terluka.

"Atas nama Bapak Brianda Verdianto, ya?"

Brian mengangguk saat resepsionis hotel memastikan namanya. Saat ini, Brian sedang berada di Bandung. Sesuai saran Jerremy dan Satria, Brian mengambil cuti. Dan ia memilih Bandung sebagai tempat tujuannya.

"Mari pak, saya antar ke kamar bapak." ujar seorang Bell Boy.

"Ah, nggak usah. Saya bisa sendiri." balas Brian sambil memasukkan dompetnya ke dalam saku celana. "Di lantai berapa?"

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang