33 - The Only One

2.5K 408 12
                                    

"Aku tidak tahu, apa aku sudah pantas untuk bersamanya? Aku baru mengenalnya. Setengah tahun pun belum sampai. Tapi, ia sudah begitu yakin denganku. Aku bingung. Aku—"

Aneska tidak melanjutkan membaca paragraf cerita itu. Ia terdiam sejenak, sekali lagi membaca kalimat demi kalimat yang tertulis. Cerita itu, mirip dengan keadaannya sekarang.

"Nggak bagus ya, Mbak?"

Suara parau seorang perempuan berusia kira-kira dua puluhan tahun ke atas membuat Aneska mendongakkan kepalanya. Perempuan itu terlihat cemas, takut jika Aneska berubah pikiran untuk mengedit ceritanya.

Aneska tersenyum kecil. "Bagus kok. Saya cuma agak kaget." ujarnya, "Cerita kamu bagus."

Perempuan itu tersenyum lega. "Ada yang harus diubah nggak, Mbak?"

"Saya baca dulu ya ceritanya sampai selesai. Nanti, saya bakalan hubungin kamu." balas Aneska.

Perempuan itu semakin tersenyum lebar mendengar ucapan Aneska. Melihat itu, Aneska jadi ikut tersenyum. Semangat anak itu seolah sampai kepadanya.

"Sejak kapan kamu nulis?" tanya Aneska.

"Dari saya kelas tujuh, Mbak. Saya suka banget nulis sama bikin skenario. Rasanya, seneng banget dan masih nggak percaya cerita saya kepilih buat diterbitin."

"Nggak ada yang nggak mungkin kalo kamu terus berusaha. Selamat ya." balas Aneska.

Perempuan itu mengangguk, "Makasih banyak, Mbak Neska. Saya udah boleh pulang, Mbak? Soalnya, saya mau balik ke tempat magang."

"Boleh. Nanti saya hubungin kamu lagi ya. Ditunggu aja."

Perempuan itu lalu menyalami tangan Aneska yang sudah terulur. Dengan senyum yang masih terpampang nyata diwajahnya, ia berjalan keluar dari ruangan Aneska.

Untuk beberapa saat, Aneska hanya memandanginya bahkan ketika ia sudah tak terlihat lagi. Hari ini hari senin. Aneska sedang bertanya-tanya, apa Brian sudah pulang? Rasanya, sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan Brian.

"Neska,"

Aneska menoleh, dan mendapati salah satu rekan kerjanya, Citra sedang berdiri di muka pintu.

"Lo belum pulang?" tanya Citra lagi. "Udah jam segini,"

Aneska melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Ia lalu buru-buru merapikan barang-barang yang berserakan diatas meja kerjanya. "Ini gue mau pulang sih, Cit."

"Si Nayla udah balik ya?" tanya Citra lagi yang tak berniat untuk pindah posisi.

"Nayla tadi meeting diluar, Cit. Mungkin sekalian pulang, sih."

Citra hanya memperhatikan Aneska yang masih merapikan barang-barangnya. Setelah ia tak terlihat buru-buru lagi, Citra langsung berbicara lagi.

"Lo nggak nanya kenapa gue tumben nyamperin lo, Nes?"

Aneska terdiam lalu menoleh pada Citra. Seakan ia baru menyadari hal itu. Bahwa ruangannya dan Citra tidak berada di lantai yang sama. "Iya, ya. Lo ngapain, Cit?" tanya Aneska akhirnya.

"Ada yang nungguin lo di bawah, Nes. Resepsionis udah pulang di bawah. Tadi, gue kebetulan lagi disana."

Aneska menyipitkan matanya, "Nungguin? Siapa ya?"

"Nggak tahu. Yang jelas, cakep banget sumpah." Citra tergelak. "Cowok lo ya?"

Mendengar kata-kata itu, Aneska menatap Citra lagi. Kali ini lama. Setelah ia berhasil memproses semuanya, Aneska tiba-tiba berlari keluar ruangan, membuat Citra bingung dan memanggilnya berkali-kali. Tapi tentu saja, Aneska tidak memperdulikan itu.

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang