44 - About Us

2.5K 382 24
                                    

Jerremy membuka matanya setelah bunyi alarm yang kesekian kalinya membuat dirinya terbangun. Jerremy menatap langit-langit kamarnya dalam waktu yang cukup lama hingga akhirnya suara alarm itu sangat mengganggu dan membuat Jerremy bangkit sekaligus mematikan alarm.

"Mas? Udah bangun belum?" seru Mamanya dari luar kamar.

"Udah, Ma." jawab Jerremy segera sebelum kembali mendengar Mamanya berteriak dari luar.

"Buruan mandi ntar kamu telat lho, Mas." ucap Mamanya sekali lagi sebelum meninggalkan kamar Jerremy dan turun ke lantai satu.

Jerremy mendesah panjang. Matanya masih terkantuk-kantuk. Tadi malam, Jerremy tiba di rumah pukul satu pagi setelah membantu Brian memberikan kejutan kecil untuk Aneska. Jerremy tiba-tiba tersenyum kecil saat ia mengingat betapa romantisnya Brian tadi malam. Hal yang mungkin tidak akan pernah bisa ia lakukan.

Akhirnya setelah menerawang beberapa saat, Jerremy meninggalkan ranjangnya dan segera membersihkan diri supaya tidak telat ke kantor.

Pergi kerja, kemudian pulang, dan istirahat di rumah. Sehari-hari, hanya itu yang Jerremy lakukan. Hari libur pun kadang ia gunakan untuk tidur seharian atau sedikit berjalan-jalan dengan teman-temannya.

Setelah melihat bagaimana seriusnya Brian kemarin terhadap Aneska, sedikit demi sedikit pemikiran Jerremy seperti dibuka. Ia ingin seperti Brian. Menemukan pendamping hidup dan mungkin berumah tangga. Tapi entah kenapa keinginannya masih samar-samar. Antara siap dan belum siap.

Saat melihat Brian melamar Aneska, memasangkan cincin di jari manisnya malam itu, melihat bagaimana lebarnya senyuman Brian atau Aneska, Jerremy terlihat sedikit terharu sekaligus sedih. Terharu karena teman sepermainannya itu sampai disana dan sedih kenapa dirinya masih begitu-begitu saja.

Bisa dibilang, Jerremy dan Brian menghabiskan banyak waktu bersama. Sejak SMA, kuliah, hingga menjadi teman kantor seperti sekarang. Suka dan duka sudah ia lalui bersama Brian. Jerremy tahu dimana titik lemah Brian, begitu juga sebaliknya.

Melihat Brian begitu mencintai seseorang, Jerremy sadar bahwa ia bukan lagi anak berusia awal dua puluhan tahun. Anjani benar, mereka semua sudah dewasa.

"Ma, hari ini aku bawa motor aja."

Mamanya yang sibuk dimeja makan hanya melirik sekilas Jerremy yang sedang menuruni anak tangga lalu kemudian duduk dimeja makan.

"Lho, yang lain udah berangkat ya?" tanya Jerremy saat ia mendapati beberapa kursi di meja makan yang kosong dan piring-piring yang sarapannya sudah tidak tersisa lagi. Ah, ada beberapa yang masih tersisa.

"Kamu tuh agak telat, yang lain udah pada pergi barengan sama Papa." balas Mamanya lalu bergabung dengan Jerremy di meja makan. "Kok tumben naik motor?"

"Pengen syuting video klip di jalan."

"Hah? Syuting video klip?"

Jerremy tersenyum melihat reaksi Mamanya lalu kembali mengunyah roti yang baru saja ia gigit.

"Gimana acaranya si Brian tadi malem, Mas? Sukses?"

Here we go again.

"Yaa sukses, Ma. Nggak mungkin ditolak. Orang sama-sama suka terus udah melewati lembah, bukit, gunung, dan semacamnya." jelas Jerremy segera. Berharap Mamanya tidak banyak bertanya.

"Bagus deh kalo gitu. Mama ikut seneng dengernya." balas Mamanya. "Kamu gimana?"

Yap. That's the question.

Jerremy masih sibuk mengunyah, menggaruk keningnya yang entah memang gatal atau tidak. Mamanya berdeham, tahu bahwa Jerremy berusaha tidak menjawab pertanyaannya.

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang