09 - Can I?

3.7K 542 35
                                    

"Boleh nggak kamu pegang tanganku lagi?"

Suara tawa Nayla pecah begitu ia mengulangi kalimat itu lagi. Seketika Aneska merasa menyesal sudah menceritakan kejadian itu kepada Nayla. Pasalnya, Nayla sudah mengulangi kalimat itu lebih dari tiga kali.

"Hahahahahahaha, ya ampun, Nes!"

Sambil memeluk bantal dan menutupi setengah dari wajahnya karna malu, Aneska menggelengkan kepalanya melihat kelakukan sahabatnya itu. Wajah dan sifatnya benar-benar tidak sesuai.

"Lo ketawa lagi gue usir lo," ucap Aneska galak, sudah mulai letih melihat Nayla menertawainya.

"Oke, oke..." sahut Nayla menyeka matanya yang mulai berair karena terlalu semangat tertawa. "Jadi, udah fix nih?"

"Fix apa?" tanya Aneska bingung.

Nayla tersenyum. Ia menghampiri Aneska yang sedang duduk bersila diatas tempat tidurnya lalu duduk disamping Aneska, "Brian. Lo suka sama dia?"

Aneska tidak menjawab. Ia hanya menatap motif bunga pada bantal yang ia peluk sejak tadi. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana perasaannya terhadap Brian.

"Menurut lo, apa nggak terlalu cepat, Nay?" tanya Aneska akhirnya.

Nayla mengerutkan dahinya, "Lho? Kenapa enggak, Nes? Kalo Jose bisa, kenapa lo nggak bisa? Kalo Cerlia bisa, kenapa Brian nggak bisa?"

Mendengar pernyataan Nayla, Aneska kembali merapatkan mulutnya.

Nayla menghela nafasnya, sadar betul dengan apa yang dirasakan oleh Aneska, "Gue yakin, Brian suka sama lo. Dia khawatir banget waktu liat lo nangis tadi, Nes."

Aneska menoleh pada Nayla dan hanya memperhatikan sahabatnya itu. Seolah-olah, Nayla adalah pakar dalam urusan percintaan. Padahal saat ini, Nayla sendiri belum memiliki pasangan dalam hidupnya.

"Gini ya Nes. Kalo menurut lo terlalu cepat, suka aja nggak salah kan?" ujar Nayla lagi.

"Emang lo yakin Brian beneran ada rasa sama gue?" tanya Aneska lagi.

"Ya adalah! Kalo enggak, kenapa dia selalu ngechat lo, Nes? Dan bela-belain ngantar es krim?"

Aneska hanya tersenyum ketika ia mengingat saat dimana Brian pertama kali bertemu dengan Eyangnya. Dan juga Brian yang jauh-jauh datang hanya untuk mengantarkan es krim.

"Terus, lo tadi kemana sama temennya Brian? Sempat-sempatnya lo kenalan, gue aja belum kenal." sahut Aneska tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.

Mendengar hal itu, tiba-tiba raut wajah Nayla berubah. Entah kenapa ia terlihat lebih senang. "Eh, sumpah ya, si Jerre orangnya asik banget, Nes! Gokil parah! Gue ketawa mulu, padahal baru kenal."

"Terus terus?" tanya Aneska lagi ingin tahu.

"Kita tukeran nomer telepon! Kata Jerre, dia berasa kenal gue udah lama... Hahahaha gue juga mikir gitu! Asik banget orangnya." lanjut Nayla.

Aneska tersenyum jahil, "Cieeee... ntar ada apa-apa lagi."

"Apaan sih, Nes! Kan tadi lagi ngomongin BriNes." kata Nayla sambil memukul pelan tangan Aneska walau diselingi dengan senyuman malu di wajahnya.

"BriNes? Apaan tuh?" Aneska mengerutkan dahinya, bingung.

Nayla kemudian menyengir, "Brian dan Neska!"

Aneska mengerjap. Lalu beberapa detik kemudian ia melempar bantal yang tadi ia peluk pada Nayla. Nayla tertawa renyah lagi.

"Aduh duh, heboh banget sih." ucap Eyang yang muncul di muka pintu dengan wajah yang tersenyum.

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang