40 - Home

2.5K 393 30
                                    

Bagi Nana, memiliki seorang kakak laki-laki adalah sebuah mimpi yang mungkin tidak akan pernah ia dapatkan. Bukannya Nana tidak bahagia memiliki dua orang kakak perempuan yang cantik. Banyak teman-temannya yang iri padanya. Tapi, Nana juga ingin seorang kakak laki-laki.

Ketika Aneska tidak jadi menikah dengan Jose, walau Nana tidak begitu paham, Nana sangat sedih. Yang Nana tahu, Jose tidak akan pernah menjadi bagian dari keluarganya. Lia bilang, Jose jahat karena sudah menyakiti Aneska. Bukan hanya Aneska, tetapi juga keluarga mereka. Nana tidak paham. Nana yang saat itu dekat sekali dengan Jose, benar-benar kehilangan sosok seorang kakak laki-laki.

"Ih, Nana gambarin siapa sih?"

Nana menghentikan tangan kecilnya saat teman sebangkunya bertanya. Senyuman pun mengembang dibibirnya lalu ia kembali melanjutkan gambarnya yang belum selesai.

"Ini mbak Neska dan ini mas Brian." balas Nana dengan semangat.

Putri, teman sebangku Nana itu semakin mengamati dengan serius. "Siapa itu mas Brian?"

Nana menoleh untuk menatap Putri. "Calon kakak aku! Cakep kan, Put?"

Putri menatap Nana sejenak. Ia lalu melihat gambar buatan Nana sekali lagi dan kemudian menatap Nana lagi. "Kalo dari gambarmu sih, nggak ada cakep-cakepnya, Na."

Senyuman lebar Nana pun menghilang. Ia mendengus dan kembali melanjutkan gambarnya. "Terserah. Tapi, mas Brian tuh cakep banget dan juga baik. Hari ini, aku mau jalan bareng sama mas Brian."

"Lho, kan kita masih sekolah, Na. Emangnya kamu mau bolos?"

Nana menggelengkan kepalanya. "Aku izin pulang cepet."

"Emangnya boleh?" tanya Putri lagi.

Nana berdecak. Mungkin kesal karena Putri bertanya terus. Ia meletakkan pensil warnanya diatas kertas putih yang sudah berwarna. Walau belum selesai, tapi menurut Nana, itu adalah wajah Aneska dan Brian.

"Emangnya nggak boleh?" Nana malah balik bertanya.

Putri terlihat berpikir, lalu ia mengangkat bahunya. "Nggak tahu deh."

"Nana,"

Suara ibu guru sontak membuat suasana kelas Nana yang berisik itu langsung hening. Nana dan Putri langsung menoleh ke arah pintu. Kemudian, Brian dan Aneska muncul dibelakang ibu guru. Nana langsung tersenyum lebar.

"Nana udah dijemput nih." kata ibu guru lagi.

Nana mengangguk girang, lalu dengan buru-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.

"Yuk!" seru Nana dengan semangat setelah keluar dari kelas.

"Salim ibu guru dulu, Na." ujar Brian.

Nana kemudian melakukan apa yang Brian katakan. Ia menyalami ibu guru dan melambaikan tangannya pada Putri yang sepertinya terlihat kesepian karena Nana tidak ada.

"Dadaaah!" seru Nana lagi.

"Seneng banget kamu." kata Aneska.

"Seneng dong! Nggak belajar!"

Mendengar itu, Brian tertawa. "Mas juga waktu sekolah dulu paling nggak suka belajar, Na."

"Masa? Tapi, kayaknya kerjaan Mas bagus." balas Nana dengan polos. Brian tertawa lagi.

"Bri, kamu tuh jangan ngajarin yang kayak gitu ke anak kecil." timpal Aneska.

"Nana bukan anak kecil!" sergah Nana sambil menatap Aneska.

"Sepuluh tahun itu masih kecil tahu, Na." kata Brian tak mau kalah.

"Yang masih kecil itu anak umur satu sampai lima tahun tahu, Mas."

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang