"Lo apaan sih, Cer?!" bentak Jerremy ketika Cerlia baru saja menutup sambungan teleponnya dengan Brian. "Kenapa lo suruh Brian kesini? Gue kan udah bilang nggak perlu!"
Cerlia menatap tajam Jerremy yang sekarang juga melakukan hal yang sama. "Kenapa sih, Jerr? Brian kan setuju buat bantuin gue, jadi ini ada hubungannya juga sama dia. Dia harus disini."
"Gue udah bilang sama lo kalo gue sendiri juga bisa ngurusin ini! Bahkan sekarang ada Eric!"
Cerlia melirik ke arah ruang tamu, dimana Eric, pengacara yang akan membantunya sedang duduk menunggu mereka. Cerlia lalu menoleh lagi untuk menatap Jerremy, "Tapi, gue pengennya Brian ada disini."
Jerremy tahu. Cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi. Cerlia benar-benar udah mulai bertingkah semenjak Brian menolongnya hari itu. Entah kenapa, Jerremy merasa Cerlia akan berusaha untuk merebut kembali Brian.
"Apa yang lo rencanain? Gue udah bilang sama lo, lo nggak boleh deketin Brian lagi." tegur Jerremy.
"Gue berubah pikiran." balas Cerlia seraya tersenyum mengejek. "Brian masih peduli sama gue."
"Dia cuma kasihan sama elo, Cer." sanggah Jerremy cepat.
"Nggak!" bantah Cerlia. "Lo nggak tau itu, Jer."
Jerremy terdiam melihat Cerlia yang sekarang benar-benar sudah berubah. Dia bukan lagi Cerlia yang rapuh waktu awal Jerremy bertemu lagi dengannya. Sekarang, Cerlia benar-benar siap untuk memasukkan Rayan ke penjara lalu menceraikan pria itu. Jerremy merasa ada yang salah dengan perempuan ini.
Jerremy menguatkan kepalan tangannya. Kalau saja dia tidak berjanji dengan Anjani, Jerremy tidak akan mau lagi untuk membantu Cerlia.
"Rayan kayaknya masih belum keluar dari Jakarta." ujar Eric setelah Jerremy dan Cerlia kembali ke ruang tamu.
"Oh ya?" tanya Jerremy.
Eric mengangguk, "Barusan Polisi nelepon gue. Mereka dapat info kalo Rayan tinggal di daerah Tanah Abang."
"Soal hutang-hutang dia gimana?" tanya Cerlia.
"Soal itu, gue udah ngomong ke rentenir yang ngejar dia. Udah gue ubah sesuai hukum. Tenang aja." balas Eric membuat Cerlia bernafas lega.
"Terus gimana? Kapan Polisi nangkep dia?"
Eric menoleh pada Jerremy yang bertanya. Yang sejak tadi menolak untuk duduk dan hanya berdiri. "Segera. Nanti, mereka bakalan ngehubungin gue lagi."
"Bagus deh. Supaya Brian bisa istirahat dan nggak harus ngurusin ini lagi." Sahut Jerremy sembari melirik Cerlia yang juga menatapnya lekat.
"Oh ya? Emang Brian lagi sibuk ya, Jer?" tanya Eric.
"Brian mau lamaran, Ric." Jerremy menjawab dengan sengaja agar Cerlia tahu. Sesuai dengan ekspetasinya, Cerlia terkejut mendengar hal itu. "Kasihan dia kalo harus ikutan ngurusin ini."
"Beneran, Jer? Bagus dong kalo gitu! Tapi, sebenernya dia nggak perlu ikutan ngurus sih."
"Gue juga maunya gitu, Ric. Tapi tuan putri yang disana manja." tukas Jerre dengan ketus membuat kedua orang itu saling tatap lagi.
Eric yang menyadari ketegangan diantara mereka hanya bisa menatap dengan pasrah. Dia tidak mau ikut-ikutan karena tidak paham dengan masalah mereka.
Tak lama setelah itu, Brian tiba di rumah Cerlia. Saat ia memasuki ruang tamu, ia tersenyum kecil dan berjabat tangan dengan Eric. "Apa kabar, Ric?" ujar Brian ramah.
Eric mengangguk, "Baik, Brian. Lo gimana?"
"Ya, gini-gini aja, Ric." Brian terkekeh.
"Lo sebenernya nggak perlu kesini." sahut Jerremy.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Met
General Fiction[Completed] Kita bertemu untuk sebuah alasan. Entah itu berupa karunia atau hanya sebagai pelajaran. Ketika kita bertemu, kita saling tahu bahwa kita sama-sama spesial. Aku menganggapmu spesial dan kamu juga. Dari cara kita menatap satu sama lain d...