16 - Unclear

2.7K 398 38
                                    

Begitu tiba di kosan, Brian buru-buru menanggalkan helmnya dan berlari masuk ke rumah utama, yakni rumah sang pemilik kos. Di dalam sana, Cerlia sedang terbaring lemah diatas sofa.

"Eh, Yen." sapa Raka ketika melihat Brian yang sedang berdiri di muka pintu.

Brian perlahan masuk, memandangi Cerlia yang masih belum sadarkan diri. Ibu kos lalu menghampirinya, "Mas, ini mbaknya dari sore nungguin di dalam mobilnya. Ibu udah suruh masuk, tapi katanya tetap mau nungguin di mobil. Terus, tadi pas mau numpang ke toilet, Mbaknya pingsan." jelas Ibu kos panjang lebar.

"Maaf, Bu. Jadi ngerepotin." balas Brian pelan.

"Tadi Bidan di depan gang udah kesini kok, Yen. Katanya, dia cuma kelelahan dan banyak pikiran." ujar Raka seraya menepuk bahu Brian. "Eh, tapi, bukannya lo udah putus ya?"

"Emang udah." jawab Brian cepat.

Raka memandangnya bingung, "Lah, terus? Dia ngapain kesini?"

Brian lalu menatap Cerlia lagi, tapi tak menjawab Raka. Bukannya Brian tidak mau menjawab, hanya saja, ia pun tidak tahu pasti alasan kedatngan Cerlia ke dalam hidupnya lagi.

Raka lalu pamit keluar dan Ibu kos pamit ke belakang setelah berpesan pada Brian, jika ada yang ingin dibantu, Brian bisa memanggilnya. Brian mengangguk dan sedikit menunduk untuk mengucapkan terima kasih. Namun sejujurnya, Brian sedikit malu. Untung saja, Ibu kos tidak berbicara yang aneh-aneh.

Brian duduk disebelah sofa tempat dimana Cerlia masih berbaring. Ia menatap lurus pada tas Cerlia yang ada dimeja lalu mengeceknya dan mengambil ponsel milik Cerlia. Untuk beberapa saat, Brian hanya memandang benda itu.

Setelah mengakhiri hubungannya dengan Cerlia, Brian tidak lagi dekat dengan teman-temannya, apalagi keluarganya. Mungkin hanya satu yang masih dekat dengan Brian. Anjani. Teman semasa kuliah Brian, Jerremy, dan Cerlia tentunya.

Brian menghidupkan ponsel Cerlia dan melihat beberapa pesan whatsapp dari Anjani yang belum terbaca, dan beberapa missed calls dari Anjani. Sesaat Brian ingin menelepon perempuan itu, Anjani lebih dulu menelepon ke ponsel Cerlia. Tanpa menunggu lama, Brian segera mengangkatnya.

"Halo?! Cer?! Akhirnya lo angkat juga telepon gue! Lo dimana? Gue baru sampai Bandara, Cer. Gue susul lo sekarang, lo dimana?"

"....Jan, ini gue." kata Brian akhirnya setelah diam beberapa saat.

Anjani mengatupkan bibirnya diseberang sana, "Brian? Brian, kan?"

"Jan, Cerlia ke kosan gue. Lo di Jakarta?"

"I-iya, Bri. Gue langsung cari tiket, soalnya Cerlia ngechat gue yang aneh-aneh. Gue takut makanya langsung ke Jakarta. Cerlia nggak kenapa-napa kan, Bri?"

Brian mengambil nafas, "Lo masih inget kos gue kan, Jan? di Jagakarsa."

"Masih, Bri. Gue kesana sekarang, mudah-mudahan nggak macet."

"Oke, Jan. Lo hati-hati ya," Brian kemudian memutuskan sambungan teleponnya dan memasukkan kembali ponsel Cerlia ke dalam tasnya.

Saat Brian menoleh untuk melihat Cerlia, ternyata perempuan itu sudah membuka matanya. Tapi ia tak bersuara, ia menatap Brian dengan lirih.

"Lo udah sadar," gumam Brian.

"Bri..." panggil Cerlia lemah.

Brian menutup matanya, tiba-tiba kepalanya terasa sakit ketika Cerlia memanggilnya dengan seperti itu. Demi apa pun, Brian tak ingin lagi melihat Cerlia. Brian tak mau lagi bersimpati padanya dan juga ia tak mau tahu lagi. Tapi, kenapa sekarang Cerlia ada disini? Kenapa Cerlia mengganggunya lagi?

When We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang