Aneska tidak bisa tidur malam itu. Suasana di kafe kembali menghantui pikirannya. Saat dimana Brian untuk pertama kalinya mengungkapkan perasaannya kepada Aneska. Aneska pikir, sampai kapan pun ia tidak akan mendengar hal itu keluar dari mulut Brian.
Ungkapan perasaan yang tiba-tiba itu membuat Aneska lupa bahwa ia harus membalas perkataan itu. Tapi sekujur tubuhnya terasa kaku dan nafasnya tercekat, ia seketika lupa bagaimana caranya untuk mengatakan hal yang sama.
Aneska menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya dan tiba-tiba ia berteriak tertahan dibalik selimut dengan kaki yang menghentakkan kasur. Wajahnya kembali memerah mengingat bagaimana lancarnya Brian mengungkapkan perasaannya. Seperti yang ia duga, Brian memang tidak bisa ditebak.
Belum lagi pesan selamat malam yang beberapa menit lalu Brian kirimkan lewat pesan whatsapp dan diakhiri dengan emoticon hati berwarna merah membuat Aneska kembali menjerit kegirangan.
"Mbak Neska!"
Tiba-tiba, suara Imah terdengar dari luar kamar Aneska membuat gadis itu terlonjak kaget. "Mbak Neska! Udah malem, Mbak! Teriak mulu dari tadi!" tegur Imah.
"Bi Imah bawel!" balas Aneska lalu menyembunyikan diri dibalik selimut dan berharap kali ini ia benar-benar bisa tidur nyenyak.
-ooo-
"Gue mau lamar Neska,"
Pernyataan Brian barusan membuat Satria yang sedang meminum es teh hampir tersedak. Tapi tidak untuk Jerremy, Wirga, dan Danu. Ketiga orang itu tidak berhasil menyelamatkan diri sehingga minuman yang mereka minum tumpah dan mengenai sebagian pakaian mereka.
"Lo mau bunuh gue pelan-pelan apa gimana?!" gerutu Jerremy.
"Bang, lo nggak tau ya, tersedak itu bisa bikin orang meninggal." timpal Danu. Sementara Satria dan Wirga tak bicara sepatah kata pun.
"Lebay lo pada." balas Brian.
"Eh, ni orang, udah hampir bikin celaka." Jerremy berdecak kesal. "Terus, apa maksud perkataan lo barusan?"
"Iya. Lo serius mau ngelamar Neska, Bri?" tanya Satria.
Brian menganggukkan kepalanya, "Gue serius sama Neska. Gue juga udah ngomongin ini ke orang tua gue di Toronto."
"Emangnya, Neska udah bilang oke, Bang?" Wirga menyahut.
Brian kembali mengingat ekspresi terkejut Aneska tadi malam dan itu membuatnya tertawa lagi. "Dia belum bilang iya sih... tapi, dia shocked."
"Gue bisa bayangin itu." timpal Jerremy.
Satria tersenyum, "Kalo lo serius, bagus, Bri. Ngapain lo pacaran lama-lama."
"Kalo Bang Satria gimana?" sahut Danu yang sejak tadi hanya menyimak.
Satria mengedikkan bahunya, "Kalo gue, ntar, pas ketemu orang yang cocok."
"Ngomong-ngomong," Jerremy menyahut namun menggantungkan perkataannya, membuat keempat pria yang ada disana menatapnya ingin tahu. "Lo gimana sama Isha, Wir?"
"Cieeeeee," koor Danu jahil membuat Wirga memutar bola matanya. "Apaan sih, kenapa jadi gue." protesnya kesal.
Brian tertawa melihat teman-temannya yang sekarang sudah mulai menggoda Wirga. Bahkan Satria pun ikut-ikutan mengejek.
"Lo tuh diem-diem menghanyutkan, Wir. Satria aja kalah." ujar Jerremy.
Danu mengangguk setuju. "Gue malah nggak nyangka tipe Bang Wirga tuh kayak Isha."
"Gue nyangka-nyangka aja malah. Kecuali tipe lo kayak Isha, baru gue kaget, Nu." Brian ikut menimpali.
"Ntar kapan-kapan kalo kita ngumpul, gue boleh ajak Isha?" sahut Wirga sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Met
General Fiction[Completed] Kita bertemu untuk sebuah alasan. Entah itu berupa karunia atau hanya sebagai pelajaran. Ketika kita bertemu, kita saling tahu bahwa kita sama-sama spesial. Aku menganggapmu spesial dan kamu juga. Dari cara kita menatap satu sama lain d...