Bagian Tiga Puluh Enam

8.5K 494 60
                                    

Gun mematung di tempatnya, melihat dua mantan kekasih bersama terasa begitu menohok hatinya. Kenapa mereka bersama di sini? Apa yang mereka lakukan di ruangan itu? Hanya berdua pula.

Pertanyaan-pertanyaan itu terus meracuni pikiran Gun, dan membuat seluruh emosinya mengumpul menyesakan seluruh hatinya.

"Jadi ini! ini alasan Papii tidak membalas pesan Gun, hmmm?"

Suara bergetar keluar dari bibir yang sedang menahan isakkan agar tidak keluar--- mata Gun juga ikut memerah karena air mata yang ia cegah untuk tidak keluar. Bagi Gun Ini bukan saatnya untuk ia menangis, Gun tidak sudi menangis di depan wanita itu, wanita yang telah menusuknya dari belakang.

"Gun, dengarkan aku dulu, oke"

Kini giliran Off yang bersuara, wajahnya sangat jelas mengguratkan ketakutan dan kebingungan yang bercampur menjadi satu.Takut jika Gun semakin menjauhinya, dan bingung harus melakukan apa agar Gun tidak marah padanya. Off paham betul pikiran apa yang sedang Gun pikirkan tentangnya dan Mook, dan Off yakin saat ini kekasihnya itu sedang cemburu dengan Mook.

"Apa? Apa yang mau Papii jadikan alasan, hah? Papii tidak membalas pesan Gun karena wanita ini kan? Karena sedang berselingkuh dengan wanita jalang ini kan?" Pekik Gun dengan suara penuh amarah, menuduh Mook dengan begitu sinisnya. satu tetes air mata lolos keluar dari kedua pelupuk matanya. Amarahnya membutakan segalanya, bahkan Gun yang melihat perubahan air wajah Off tidak perduli, dan terus menatap kedua manusia di hadapannya dengan begitu nyalang

"Gun! Jaga ucapanmu!" Bentak Off dengan mata yang menatap Gun begitu tajam hingga melukai hatinya.

Mendengar Off membentaknya semakin memperburuk suasana hatinya, begitu hancur rasanya melihat seseorang yang ia rindukan justru kini sedang membentaknya hanya demi membela masa lalunya. Gun bahkan tersentak saat Off membentaknya, tidak menyangka dengan respon suaminya itu yang tega membentaknya di depan mantan kekasihnya. Apa benar mereka mengkhianatinya? Jika tidak, kenapa Off membelanya? Bahkan rela membentak Gun yang sedang mengandung anaknya.

"Kau tega membentakku demi wanita ini? Iya?" Tunjuk Gun tepat di wajah Mook yang masih diam mematung enggan bersuara, atau mungkin sulit bersuara? Entahlah hanya wanita itu yang tau isi hatinya

Off diam, bibirnya tiba-tiba sulit mengeluarkan suara, lidahnya tiba-tiba menjadi begitu kelu di waktu yang tidak tepat. Di satu sisi Off sangat kecewa dengan sikap tidak sopan Gun yang sedang menghakimi Mook--- di sisi lain Off juga ingin bersuara, tapi ia takut, takut jika ucapannya justru semakin melukai hati Gun.

Gun menunggu jawaban Off, ia penasaran dengan jawaban yang akan Off lontarkan untuknya. Tapi Off masih enggan bersuara, pikiran buruk di dalam otak Gun juga semakin merajalela seiring dengan kebisuan yang Off lakukan. Nafas Gun memburu begitu cepat bagai banteng yang siap menyeruduk siapa pun yang menganggu jalannya, yang membuatnya merasa dipermainkan. Gun tidak tahan lagi.

"GUN BENCI PAPII"

Gun berlari meninggalkan Off dan Mook, ia terus berlari kencang meninggalkan keduanya dengan tangisan yang sudah pecah, ia bahkan lupa atau mungkin tidak perduli dengan perutnya yang sudah besar itu. Gerakannya begitu cepat, sehingga membuat Mook yang ingin bersuara, kembali harus mengatupkan bibirnya.

"Gun~" panggil Off, namun diacuhkan oleh Gun yang terus mempercepat langkah kakinya

Gun terus berjalan melewati kubik-kubik yang berada di sepanjang ruangan itu, menerobos setiap lorong penghubung setiap ruangan yang ada di sana, dan membawa perut besarnya untuk terus berlari.

"Mook, hati-hati dijalan, aku susul Gun dulu ya" ujar Off dengan nada terburu-buru, karena bersiap untuk menyusul Gun

"Aku ikut Jum, Gun seperti ini gara-gara aku" cegah Mook sembari memegang lengan atas Off

OffGun [MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang