Happy Reading.......Hanna sedang duduk sambil merenungi nasib. Tangan gadis itu memegang lembar jawaban semua mata pelajaran. Ya, UTS sudah berakhir dua hari yang lalu dan sialnya Hanna dari 12 mapel yang di uji ia harus remidial pada mata pelajaran matematika. Hanna membandingkan nilainya satu sama lain, semuanya hampir sama berada di kisaran 89 ke atas yah kecuali matematika yang hanya dapat 5. Hanna kadang heran dengan dirinya sendiri, kenapa nilai matematika selalu jeblok tiap tahunnya. Iya sih Hanna malas belajar, tetapi itu karena emang ia nggak ngerti ngerti walaupun sudah belajar dengan keras. Hanna bisanya cuma matrik doang, yang lain nggak itupun lupa- lupa ingat. Yah, soalnya gampang nggak ribet juga sih sebenarnya.
"Untung gue nggak nyontek di elo," ujar Dion yang datang dengan tampang mengejeknya. Cowok jahil itu bertopang dagu menatap Hanna dari bangku miliknya.
Hanna mendengus pelan sambil memukul kecil lengan Dion "Apaan, lo nggak nyontek matematika doang."
"Mana ada," ujar Dion mengelak
"Mana ada mana ada lagi, Nggak inget lembar jawaban siapa yang lo conget sampek hampir ketauan pengawas?" Protes Hanna memanyunkan bibirnya. Dion ini memang selalu saja bikin gara gara. Kayaknya nih ya hidupnya tuh nggak tenang kalau nggak gangguin Hanna atau nyubit pipi gadis itu dengan sadis.
Dion tertawa keras sambil memegang perutnya,"Lagian lo sih kenapa mendadak goblok kalau ada matematika sih? Kan gue nggk bisa nyontek."
"Hoohh."
"Mukamu itu loh biasain aja."
"Nggak bisa, udah cantik dari lahir."
"Iya iya lo dah paling cantik."
"Emang."
"Idihh."
"Pergi sana ngapain ngerusuh terus sih. Gue mau remidi nih." Hanna mendorong bahu Dion dengan sekuat tenaga, berusaha membuat cowok itu kembali ke habitatnya tapi apalah daya badan Hanna yang kecil ini, Dion bergerak sedikitpun nggak.
"Iih gemes, jangan kesel gitu dong nanti gue traktir mau?" Hanna meringis pelan saat tangan nakal Dion mendarat di pipinya lalu menariknya dengan sadis.
"Sakit tau... Lo mau ngajak damai apa berantem sih."
"Damai dong. Nanti gue nggak di kasih nyontek tugas lagi kan bahaya."
Demi langit dan bumi, demi awan dan lautan, demi Biksu tong dan kitab sucinya, Dion benar benar temen yang laknat. Baik jika ada maunya saja, dasar.
"Hmm, pergi sana bosen gue liat muka lo."
Dion kembali dengan tawa menglegarnya sambil mengacak rambut Hanna hingga kusut tak berbentuk.
Hanna melepas salah satu sepatunya, bersiap melempar Dion yang sudah lari terbirit birit menuju pintu.
"NANTI GUE BAWAIN SEBLAK SAMA SEMPOL NYET."
Hanna menggerutu kesal lalu dengan sekuat tenaga melempar sepatunya hingga menghantap kepala seseorang. Tunggu sebentar! Sejak kapan kepala Dion jadi mengkilat begitu. Apa jangan jangan itu tuyul ya ? Ah tapi rasanya tidak mungkin. Hanna mengamati orang yang sedang mengelus kepala layaknya batu akik. Orang itu mengedarkan pandangannya dengan amarah yang sudah menggebu-gebu. Lalu di detik berikutnya tatapan Hanna dan orang itu bertemu. Anjir.. Anjirr mati aku kena Pak Mandar lagi, batin Hanna dengan gelisah
"Ehh Pak Mandar selamat siang Pak. Bapak udah makan?" Tanya Hanna berbasa-basi sambil memasang wajah paling cerianya. Ia Berpura pura tidak tau dengan menyembunyikan kakinya di bawah meja.
"Nggak usah banyak tanya kamu! Saya lagi kesel."
"Nggk boleh kesel kesel pak nanti gantengnya bapak ilang." Sumpah ini Hanna udah mau muntah denger kata katanya sendiri. Ia memejamkan matanya geli saat Pak Mandar tiba-tiba tesenyum sambil memainkan kumis lebatnya. Dari dulu tuh Hanna pengen nanya kenapapa kok kumisnya bisa panjang tapi rambut Pak Mandar nggak tumbuh tumbuh ya?. Sungguh fenomena alam yang penuh misteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.