Takdir dan semesta ku ternyata berlawanan, mereka seolah mengulitiku dalam kebimbangan yang tak berujung.
Happy reading......
Berbaring lagi dan lagi di ranjang putih dengan alat bantu di tubuhnya membuat Hanna terbiasa. Terbiasa dengan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya, tetapi tetap saja seorang Hanna tidak akan betah berbaring terlalu lama. Gadis itu merengek ke arah Mama dan Papanya agar di ijinkan pulang dari rumah sakit. Ruangan ini, Hanna sama sekali tak menyukainnya.
"Janji minum obatnya? Jangan di buang ya," ujar sang Papa memberi penawaran, hal itu sontak saja membuat Hanna mengangguk antusias. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu, yang jelas bibirnya tak berhenti menyungging senyuman lebar. Seolah kejadian dua hari lalu tidak pernah ada dalam hidupnya.
Hanna dan keluarga akhirnya tiba di kediamannya pagi itu, tak berselang lama Hanna nampak siap dengan seragam sekolahnya. Tentu saja Hal itu dilarang oleh Papa dan Mamanya tetapi Hanna tetaplah seorang Hanna yang keras kepala tak seorang pun bisa menolak keinginannya. Pada akhirnya Hanna berangkat menuju sekolahnya dengan diantar oleh kedua orang tuanya, Hanna bersyukur karena akhir akhir ini mereka lebih banyak meluangkan waktunya bersama Hanna.
Sekolah nampak ramai oleh para siswa dan siswi yang berlalu- lalang tak jarang ada yang menyapa Hanna saat gadis itu berjalan menyusuri koridor, tetapi ada juga yang menatapnya dengan pandangan aneh, entah itu pandangan kasihan atau cemooh Hanna tak peduli dengan hal itu. Hanna juga tak tahu mengapa masalahnya dengan Jenny dan Raja bisa terdengar hingga penjuru sekolahan, memang Raja itu populer tetapi jika bukan salah satu diantara mereka yang menyebar masalah ini pasti tak akan jadi seperti ini. Tapi sudahlah Hanna tak ingin memusingkan hal itu untuk sekarang ini dan fokusnya sekarang hanya pada pertujukan drama musikal yang tinggal menghitung hari karena setelah itu Hanna akan sangat sibuk mempersiapkan Ujian Akhir Semester. Hanna sangat ingin melanjutkan pendidikannya di luar negeri dan untuk itu ia harus berjuang lebih keras lagi agar mendapat nilai yang memuaskan, tetapi hal itu tergantung bagaimana kondisi kesehatan gadis itu.
Di bawah pohon yang rindang Hanna dan teman temannya nampak bercanda di tengah tengah latihan yang menguras tenaga, suara tawanya mungkin saja terdengar sedikit keras hingga membuat seseorang yang tengah mendrible bola basket menghentikan aktivitasnya. Orang itu menatap Hanna dengan pandangan tajam yang sulit diartikan, ya orang itu adalah Raja Bagaskara, cowok yang kemarin dengan tak berperasaannya menyakiti gadis itu lagi dan lagi. Raja termenung melihat senyum dan tawa yang menghiasi bibir Hanna, kepalanya kembali memutar kata kata terakhir yang Hanna ucapkan bagai kaset rusak yang tak mau berhenti dan sulit untuk dikendalikan. Ia bingung atas perasaannya sendiri, Raja hanya terlalu naif mengakui rasa rindunya hingga entah bagaimana kata kata yang keluar dari mulutnya seakan tak sejalan dengan perasaannya. Ada rasa penyesalan yang merambat di dadanya. Apakah ia keterlaluan, atau kah dia saja yang berlebihan?
Pikirannya kalut entah mengapa hingga teriakan Jenny di pinggir lapangan tak ia hiraukan.
"Raja jangan liat dia," pinta Jenny menarik tangan Raja kasar agar menatap ke arahnya. Gadis itu tak bisa berbohong kalau cowok dingin yang berstatus pacarnya itu selalu tertarik dengan hal yang berhubungan dengan Hanna. Ia menjadi benci pada mantan sahabatnya itu. Katakanlah ia brengsek karena biar bagaimanapun Jenny juga ingin bahagia ia tak ingin Raja lepas darinya tetapi melihat bagaimana cowok itu seakan mengabaikannya membuat Jenny cemburu.
"Kenapa?" Tanya Raja menetralkan ekspresinya.
"Kamu nggak ada kabar dari kemaren terus sekarang tiba-tiba liatin Hanna. Dia bilang apa sama kamu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.