Happy reading....
Minggu pagi di gedung aula SMA Harapan, para siswa dan juga undangan berdatangan mencari tempat duduknya masing-masing. Suara keributan memenuhi ruangan yang bisa menampung seribu orang itu. Mereka tengah menanti-nanti pertunjukan drama musikal yang merupakan event besar di sekolah menengah atas itu. Sedangkan Hanna tengah menahan rasa gugup dan tegangnya di belakang panggung. Ia dan tim sudah selesai bersiap dari 15 menit yang lalu tinggal menunggu rangkaian acara yang baru dimulai. Hanna sebenarnya sudah biasa tampil di depan umum tetapi kali ini akan menjadi sangat spesial karena pentas ini akan menjadi yang terakhir di masa putih abu abunya. Yaa setelah ini ia dan teman angkatanya harus bersiap menghadapi ujian nasional yang akan tiba sekitar dua bulan lagi.
Penonton bersorak saat Hanna memasuki panggung. Gadis itu bernyanyi sambil menari dengan indahnya. Ekspresinya mengikuti setiap peran dan makna lagu yang ia bawakan. Hingga tanpa sengaja matanya bertemu pandang dengan seseorang yang berdiri di dekat pintu. Tangannya nampak disanggah dan kepalannya masih dililit perban. Aaahh entah apa yang membuat cowok itu nekat berada disini di tambah senyum lembut yang ia lemparkan membuat Hanna kehilangan fokus untuk beberapa detik.
Setelah pertunjukkan yang menyenangkan sekaligus melelahkan tim drama musikal mengadakan evaluasi kecil atas kegiatan yang sudah berjalan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan. Yah walaupun ada kendala-kendala kecil sepanjang pertunjukan, tapi hal itu sudah termasuk luar biasa. Semua orang bersorak gembira sambil berjoget lagu koplo yang tengah populer belakangan ini, begitu pula Hanna yang sejak tadi tak berhenti menebar senyum bahagia dan meloncat loncat ria sebelum akhirnya berhenti karena kepalanya yang mendadak pening. Aahhh.... Hanna lupa jika ia tak boleh terlalu lelah atau kalo tidak kondisinya akan memburuk lagi. Gadis itu memutuskan duduk di pinggir panggung yang sudah terlihat sepi dan tinggal sie perlengkapan yang ada di sana. Perlahan ia mengatur nafasnya yang memburu sambil menenggak air mineral yang ia bawa.
"Heii nyettt..." Dion menyapa Hanna dengan tampang ceriannya. Cowok itu menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.
"Lo nggak nonton gue ya?" Tuduh Hanna dengan mata memicing membuat Dion terkekeh kecil karenanya.
"Gue nontonn mata lo aja burem yang liat gue, padahal gue duduk di depan."
"Hehe." Hanna terkekeh pelan sambil memamerkan deretan gigi rapinya,"BTW makasi ya udah nonton lo emang terbaik."
"Iyalah Dion. Ni buat lo kasian nggak ada yang ngasih bunga." Dion berujar sambil menepuk dadanya bangga lalu tangannya menyodorkan mawar merah yang dirangkai dengan sangat indah.
Hanna heran tetapi di detik berikutnya tersenyum senang sambil menerima bunga dari Dion. Cowok ini memang terlalu peduli padanya, walaupun kadang-kadang sifat sebelinnya bikin Hanna dongkol. Dan Hanna bersyukur karena masih ada cowok ini yang memberinya semangat. Jangan tanyakan teman kelas Hanna kemana karena sejak kejadian menyedihkan itu hubungannya menjadi merenggang. Hanna jelas tau penyebabnya adalah dirinya sendiri yang lebih memilih sendiri dan enggan berkumpul dengan mereka. Coba saja dirinya dan Jenny tidak satu kelas pasti semunnya akan lebih mudah. Terkadang Hanna merasa benar-benar sendiri, kehidupan pertemanannya jauh berbeda dari yang dulu.
"Loh kok nangis? Nggak usah terharu gitu dong nyet," ujar Dion sambil mengusap air mata yang mengalir di pipi gadis itu.
Hanna menganguk sambil tersenyum manis,"Makasi ya udah mau jadi temen gue."
Hanna merentangkan tangannya bersiap untuk memeluk Dion sebelum suara dingin itu menghentikan kegiatannya. Cowok keras kepala dan arogan itu ternyata. Bagaimana bisa Raja di sini dengan keadaan masih seperti itu. Ais, Hanna benar-benar tak habis pikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.