Happy reading....
Hanna memejamkan matanya menikmati setiap tetes air hujan yang membasahi wajahnya. Berloncat-loncat kecil pada genangan air, membuat cipratan-cipratan layaknya anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Senyumnya tak pernah berhenti mengembang. Hari ini adalah hari dimana Hanna dapat leluasa bermain di bawah guyuran air hujan karena papa dan mamanya sedang di luar kota. Yah, beginilah jika memilik orang tua pembinis mereka pasti jarang berkumpul. Tetapi Hanna meyakinkan dirinya bahwa orang tuanya bekerja semata-mata hanya untuk Hanna sendiri bukan orang lain. Memang ia terkadang merasa kesepian, tapi tak apa, masih ada Bi Sumi dan pasukan kucingnya di rumah.
Setelah puas bermain main, Hanna memutuskan untuk pulang. Bersenandung kecil menyusuri jalan yang memang sedikit lebih sepi jika hujan melanda kota bandung. Hujan pun sudah sedikit reda, hanya gerimis kecil dan matahari yang mulai menampakkan dirinya lagi, yah kalau beruntung mungkin sebentar lagi Hanna juga dapat menikmati pelangi dengan warna menakjubkan itu.
"Non Hanna kenapa hujan-hujanan lagi? Nanti kalau nyonya tau bisa marah,"Bisum berujar setelah mendapati Hanna dengan seragam basahnya tersenyum di depan pintu.
"Tenang aja Bi, Mama nggak akan tau kalau Bibi nggak bilang." Hanna sedikit terkekeh lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Mau bibi siapain air panas Non?"
"Nggak usah Bi, Hanna mau pakek air dingin aja biar seger," tolak Hanna sambil menggelengkan kepalanya.
"Yaudah Bibi siapin makan ya Non."
"Siap, nanti kita makan sama sama." Hanna mengacungkan ibu jarinya ke arah Bisum lalu menutup pintu kamar mandi.
Setelah menyelesaikan kegiatan mandinya yang memakan waktu hampir sejam Hanna duduk di meja makan dengan Bi Sumi yang sedang menata makanan. Mereka menikmati
makan hanya berdua, Hanna tak henti-hentinya bercerita mengenai semua yang terjadi di sekolah kepada Bi Sumi. Mulai dari Raja hingga cimol mang Mamat tentunya.Hanna merasa risih dengan rambutnya, dia menundukan badan layaknya personil trio macam lalu mencepol rambutnya tinggi. Sangat praktis memang, tak perlu repot mengambil sisir. Tapi tiba-tiba kepalanya mendadak pening, semuanya terasa berputar. Rasa mual muncul dengan tiba tiba, Hanna kemudian berlari menuju kamar mandi. Gadis itu menunduk di wastafel mengeluarkan semua isi perutnya, sungguh rasanya menyakitkan.
"Bisum, Hanna minta tolong bikinin teh anget ya, sekalian bawain ke atas." Hanna berujar lemah, wajahnya mulai pucat dan jalannya yang mulai oleng. Gadis itu menaiki satu persatu anak tangga dengan tangan kanan memagangi kepalanya, sesekali memijatnya pelan sedangkan tangan kirinya berpegangan pada tembok. Lalu setelah sampai di kamar ia langsung merebahkan tubuhnya. Seisi ruangan terasa berputar membuat Hanna memilih untuk memejamkan matanya.
"Ini non tehnya,"Bi Sumi meletakkan gelas berisikan teh hangat diatas meja di samping ranjang,"non nggak apa - apakan?" Tanyanya khawatir.
"Makasih Bi, Hanna nggak apa kok cuma pusing dikit aja. Bibi tolong kasih makan Katty dan teman-temannya ya," pinta Hanna kembali menutup matanya, menahan rasa pusing yang semakin kuat, rasa itu seperti ingin memecahkan kepalanya saat itu juga.
"Udah Bibi kasi makan tadi Non, yaudah Bibi ke bawah dulu ya."
"Iya, Bibi istirahat aja ya," Bi Sumi menganggukkan kepalanya mengiyakan, lalu menutup pintu dengan begitu pelan takut mengganggu Hanna.
"Ini kepala kenapa tiba-tiba pusing gini sih,"keluh Hanna memukul kepalanya sendiri, idiot memang udah sakit di pukul pula.
Dengan tergesa-gesa Hanna meraih kota obat yang tersedia di kamarnya. Ia tak boleh jatuh sakit besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Fiksi RemajaAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.