Happy reading......
"Hidung lo kenapa?"
Hanna berbalik sambil menutupi hidungnya dengan punggung tangan. Bagaimana bisa ia tak sadar saat mimisan seperti ini. Bodoh, jika cowok di belakangnya bertanya lebih banyak bisa gawat.
"Enggak kenapa," Jawab Hanna sambil berjalan kembali ke arah kamar mandi, tetapi belum sempat ia melangkah menjauh Raja kembali menahan tangannya. Wajah dingin dan datar itu seketika memerah, ada raut kesal dan kemarahan di sana. Hanna enggan berbalik, ia lebih memilih melanjutkan langkahnya.
"Gue bilang gue nggak apa, denger nggak sih?"
Hanna meninggikan nada bicaranya saat Raja berdiri di depan tanpa suara. Cowok itu masih bungkam, tangannya meraih sapu tangan di saku celananya lalu ia dengan telaten menyeka darah yang masih mengucur dari hidung gadis itu.Raja menarik tangan Hanna menuju mobil dengan sangat tergesa - gesa. Hanna berontak tetapi cowok itu memegang tangannya begitu kuat. Wajahnya mengeras dan hal itu terlihat menakutkan.
"Lepasin Raja," teriak Hanna kesal
Raja menghentikan langkahnya lalu berbalik sesaat. Cowok itu menghembuskan nafasnya kasar. Ia khawatir bukan main tetapi Hanna masih saja bersikap keras kepala seperti ini.
"Hanna jangan buat gue marah.""Lo yang duluan buat gue marah," balas Hanna sambil menatap tajam Raja, air mata gadis itu tiba-tiba saja menetes entah karena apa, tak ada yang tahu kecuali gadis itu sendiri.
Pada akhirnya lagi dan lagi Raja di tampar kenyataan yang sangat kejam. Bahkan saat seperti ini pun Hanna menangis di depannya. Begitu jahatnya kah Ia hingga rasa khawatirnya saja mampu menyakiti gadis itu. Ia memang tak pandai mengungkap rasanya ataupun kata, tapi tahukah Hanna bahwa Raja sangat peduli.
"Lo pulang aja!" Pinta Hanna memecah keheningan diantara mereka. Gadis itu menunduk, enggan melihat sorot tajam penuh luka milik Raja. Ayolah Hanna lo kuat dan apa yang lo lakuin kali ini sudah benar. Lo sama sekali nggak jahat.
"Gue khawatir."
"Gue nggak butuh itu dan mulai sekarang gue nggak mau ketemu lo lagi ngerti!?."
Hanna bergegas menjauh meninggalkan cowok yang tengah menatapnya dengan sorot tak percaya. Matanya memerah tanpa bisa dikendalikan.
Srett....
Raja merengkuh tubuh mungil Hanna dari belakang, ia tak peduli dengan rontaan dan teriakan yang gadis itu lakukan.
"Maaf, maafin gue," suara Raja berubah parau dan bergetar. Ia tak tahu apa kesalahannya hari ini hingga Hanna menyuruhnya menjauh. Rasa ini sangat menyakitkan dan ia benci menjadi cengeng, tetapi gadis di pelukannya ini mampu merobohkan dinding pertahanan yang sudah ia bangun hanya dengan kata-katanya. Kata itu bukan sebuah penghinaan bukan juga cacian. Hanya sebuah kalimat yang dulu sangat ingin ia dengar tetapi sekarang malah berbalik seakan membunuhnya secara perlahan.
"Maaf gue nggak bisa mengucap kata, dan maaf udah buat lo nangis," Raja menopang dagunya di pucuk kepala Hanna,"jangan kayak gini lagi, gue bakal lakuin segalanya buat lo."
"Dionnn, gue ke sana," teriak Hanna pada cowok yang berdiri tak jauh darinya. Gadis itu melepaskan diri dari pelukan Raja, ia kemudian berbalik menatap cowok itu yang kembali terdiam tanpa kata. Lidahnya kelu sulit untuk berucap.
"Besok gue mintak tolong melli buat kembaliin sapu tangan lo," ujar Hanna masih dengan tangan yang menyeka hidungnya. Tak mungkin ia mengembalikan benda yang sudah penuh darah seperti ini.
Perlahan punggung Hanna menghilang, bersamaan dengan tangan yang menghantam tiang lampu jalanan. Jangan tanyakan itu siapa karena kalian pasti sudah tau jawabannya. Raja perlu pelampiasan akan rasa sakit di dadanya. Ia kalut bukan main. Ia ingin menangis sekencang - kencangnya tapi air mata tak kunjung keluar. Bagus, Hanna membalasnya dengan sangat sukses.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.