Happy reading....
Jam dinding yang terus berdenting menemani Hanna dalam kesunyian. Gadis itu terduduk diatas ranjang dengan kedua kaki di tekuk dan tangannya memeluk lututnya sendiri. Ya, lagi dan lagi gadis itu menangis untuk orang yang sama. Rasanya masih sangat menyesakan dan begitu membekas di hati membuat tangisnya terdengar pilu. Siapa yang bisa menerima bila sahabat dan juga orang yang ia anggap kekasih menghianatinya dengan begitu dalam dan pada akhirnya membuat Hanna hancur tak berbentuk lagi. Seketika Hanna menyesal telah memberikan kepercayaan yang begitu tinggi pada keduanya, menyesal untuk sesuatu yang tidak ia ketahui dengan pasti.
Tanpa aba aba gadis bernama Hanna itu melesat dari ranjang menuju ke arah cermin besar di sudut kamar. matanya yang sebab menatap pantulan dirinya disana. pikirannya menerawang, mencoba menilai apa kurangnya ia dan apa yang Jenny miliki yang tidak Hanna punya. Lama berdiam disana, gadis itu meremas dadanya kasar seiring dengan tangisnya yang terdengar mengeras. Ucapan Raja terngiang di kepalanya bagaikan kaset rusak yang tak bisa berhenti, cowok itu dengan begitu kejamnya mempermainkan hatinya. Masih ia ingat saat beberapa bulan yang lalu Raja menerimanya dan sekarang dengan tidak ada rasa bersalah sedikitpun menyebutnya memuakan bahkan tidak tau diri. Dimana hatinya? atau memang Raja tak punya hati sedari dulu? Nyatanya Hanna kembali menjadi bodoh untuk kesekian kalinya.
Pada akhirnya yang harus Hanna lakukan adalah menyerah. Menyerah pada seseorang yang memberinya harapan tetapi dengan sekejap melumatnya kembali, menyerah pada perjuangan yang nyatanya tak berujung dan menyerah pada kata yang penuh dengan kebohongan. Memang tidak mudah melupakan apa yang sudah menyakiti kita dengan sangat dalam karena pada dasarnya rasa sakit akan mengambil alih semua rasa yang ada di dalam diri.
Hanna mengusap sisa-sisa air mata di pipinya, memaksakan sudut bibirnya untuk terangkat menciptakan senyum yang terlihat menyedihkan. Tangannya meraih gunting di sudut meja lalu dengan asal jari jemarinya mulai memangkas rambut panjangnya sebatas bahu. Bersamaan dengan itu Hanna juga bertekad menyudahi kesedihan dan kebodohannya. Ia akan membatalkan kepergiannya ke Landon dan memberikan sedikit pelajaran pada mereka yang sudah menyakiti. Katakanlah ia jahat tetapi untuk sekarang ini Hanna hanya ingin orang itu merasakan sakit yang sama. Tak ada lagi Hanna yang hancur yang ada hanya dirinya yang baru. Jika kalian berpikir ia akan membalas mereka dengan kekerasan ataupun berharap pada Raja kalian salah besar karena untuk sekarang ini dirinya sudah terlanjur membencinya.
***
Keesokan harinya Hanna kembali menjalankan aktivitasnya. Tanpa kesedihan dan juga air mata, gadis itu dengan susah payah memanjat pagar yang tampaknya sudah di tutup dari tiga puluh menit yang lalu. Sial memang karena setelah empat hari tidak bersekolah Hanna harus di hadapkan pada situasi seperti ini dan untung saja tidak ada jelmaan beruang hamil yang berjaga hari ini. Kejadian itu mengingatkannya kepada sang mantan sahabat, Jenny. Hal itu langsung saja membuatnya berdecih kesal sambil memutar bola matanya malas.Hanna merapikan rambut pendeknya, lalu dengan mantap melangkahkan kaki menyusuri koridor yang nampak sepi. Sepertinya jam kosong hanya akan menjadi sebuah harapan. Setelah tiba di depan pintu kelas, Hanna memberhentikan langkahnya. Gadis itu menggerakan kepalanya ke arah jendela, mencoba mengintip situasi di dalam dan ternyata yang ada hanya suasana kelas yang nampak ramai. Hembusana nafas lega terdengar darinya, lalu dengan segera gadis itu melangkahkan kakinya ke dalam kelas hingga sebuah suara menghentikan kegiatannya. Suara yang Hanna sangat ingin ia hindari. Pikirannya berusaha mengabaikan tetapi mengapa kakinya tak kunjung bisa ia gerakkan? Tanpa bisa ia kendalikan matanya menangkap dua orang yang tengah berjalan mendekat. Dua orang yang sangat Hanna benci. Senyum sinis kemudian terbit di bibir gadis itu saat melihat Raja mengusap lembut rambut milik Jenny. Benar benar pasangan yang serasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.