Happy reading....
Suara decitan sepatu yang bersentuhan dengan lantai menggema memenuhi lorong rumah sakit yang penuh dengan tangisan dan juga ketakutan seorang Hanna. Tak dapat Ia jelaskan bagaimana bayangan-bayangan tak mengenakan memenuhi kepalanya.
"Kalian tunggu di luar dulu ya," pinta suster sambil menutup pintu UGD. Hanna hanya bisa pasrah sambil menundukkan dirinya pada kursi tunggu tepat di depan ruangan. Baju dan rok abu-abunya penuh dengan darah milik Raja yang nampak mengering. Mata sembab dan juga mata merahnya menyorotkan rasa gelisah dan tak tenang.
"Raja pasti baik baik aja lo jangan nangis," ujar Dion menepuk punggung Hanna beberapa kali. Cowok itu kemudian memilih duduk di samping Hanna sambil terus berusaha menenangkan.
"Gue takut Yon," lirih Hanna akhirnya kembali menangis sambil menutup wajahnya dengan dua tangan. Tanpa aba-aba Dion merengkuh tubuh Hanna ke dalam pelukannya. Melihat gadis itu yang seperti ini Dion jadi sadar betul, Raja masih menjadi pemilik hati seorang Hanna sabrina. Yah, biar bagaimanapun move on tidak semudah dan secepat yang orang kira. Apalagi di saat Raja kembali dengan kata-kata maaf dan tindakannya yang menurut Dion cukup baik. Walaupun tak sebanding dengan rasa sakit yang Hanna terima dulu.
"Sttt nggak apa, udah jangan nangis lagi okay!?"
Hanna mengusap air matanya kasar lalu sedikit menjauhkan dirinya dari Dion.
"Lo tunggu di sini bentar, gue beliin minum. Oh ya ini pakek jaket gue dulu, baju lo penuh darah gitu." Dion menyampirkan jaket hitam miliknya pada bahu Hanna membantu gadis itu untuk memakainya.
"Makasi ya Yon, maaf ngerepotin," ujar Hanna akhirnya. Gadis itu hanya bisa tersenyum kecil dipaksakan lalu saat Dion berlalu Ia kembali menatap kosong dinding di depannya. Kalau sesuatu yang buruk terjadi pada Raja Ia akan menyesal seumur hidupnya. Ia memang membenci Raja atas sikapnya terdahulu tapi entah kenapa rasa itu masih sama. Tak salahkan jika Hanna masih merasa takut dan khawatir?
Setalah hampir tiga puluh menit, dokter dan juga perawat keluar dari ruangan tempat Raja berada. Hanna dan Dion sontak berdiri mendekat dengan wajah penuh harap.
"Keadaan pasien sudah stabil, ada luka yang cukup parah di kepalanya dan juga tangan kanannya patah, mungkin nanti butuh waktu cukup lama untuk pemulihan," jelas sang dokter dengan tenang. Pria paruh baya itu kemudian tersenyum teduh lalu berlalu dari sana.
"Sus, apa saya boleh masuk?"
"Boleh tapi jangan ribut ya," jawab suster dengan ramah lalu berlalu dari sana.
Dengan segera Hanna masuk untuk melihat keadaan Raja. Gadis itu meringis saat ketika melihat kepala Raja terbalut perban begitu juga dengan tangan kanannya. Mata cowok dingin yang biasa menyorot tajam kini terpejam. Hanna menghela nafas lega, setidaknya Raja masih selamat dan akan sembuh seiring berjalannya waktu.
"Yon nanti gue numpang ya pulangnya kalo om Daniel udah dateng," ujar Hanna yang kini duduk di kursi samping ranjang rumah sakit. Gadis itu hanya diam menatap Raja yang terbaring lemah di depannya. Ia tak berniat untuk sekedar menyentuh orang di depannya. Hanna takut pertahanannya runtuh jika kenbali terlalu dekat dengan Raja. Bukannya Ia tidak tau terima kasih atas apa yang cowok itu lakukan hari ini tetapi Hanna benar-benar tak bisa atau mungkin belum bisa memaafkan Raja untuk saat ini.
Suara pintu yang terbuka membuat kedua insan yang ada di ruangan sunyi itu menolehkan kepalanya. Terlihat di ambang pintu Daniel tengah mengatur nafasnya yang memburu. Pria paru baya itu nampaknya langsung melesat dari kantor saat Hanna menelponnya tadi.
"Anak nakal itu nggak apa-apa kan Hanna?" Tanya Daniel melonggarkan dasinya.
"Keadaannya stabil om, tapi tangan Raja patah," jawab Hanna dengan sedikit rasa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Подростковая литератураAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.