Bila luka ini bisa sembuh hanya dengan senyuman
mungkin gigiku sudah kering sejak lama.Happy reading....
Raja memejamkan matanya dengan nafas yang memburu. Ia phobia terhadap kucing dan sekarang bintang itu malah mengendus-ngendus kakinya. Raja melempar tatapan memohon kepada Hanna tetapi hal itu tak digubris oleh sang empu. Gadis itu lebih memilih kembali menanggapi candaan yang Dion lemparkan. Ternyata ia sudah kehilangan begitu banyak. Perhatian yang dulu ia abaikan sekarang pergi entah kemana. Mungkin jika bukan karena sempat menyelamatkan Hanna ia tak akan diperbolehkan berada di rumahnya. Tetapi kalian tau dengan pasti bukan kalau seorang Raja pasti mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Om Raja ke kamar mandi sebentar," izin Raja sambil berjalan mundur, Ia berusaha menyingkirkan hewan berbulu itu tanpa menyakiti mereka.
Setelah keluar dari pintu kaca itu ia berjalan tak tau arah. Raja tidak tau dimana letak kamar mandi rumah ini dan keliatanya tidak ada satupun penghuni yang berkeliaran di ruang tamu yang cukup luas itu. Tangannya benar-benar sakit sekarang dan ditambah dengan tubuhnya yang lemas karena kucing. Raja ingin mengumpat sebenarnya kalau saja ia tidak ingat dia sedang berada di mana saat ini.
Cowok itu menyenderkan tubuhnya pada dinding. Ia pejamkan matanya lagi dan lagi, berusaha untuk kembali tenang. Sesulit ini ternyata mengejar seseorang yang kita inginkan. Seumur-umur ia selalu dikejar bukan mengejar dan nampaknya apa yang ia alami sekarang adalah karmanya. Ini tak sebanding dengan apa yang sudah Hanna lakukan, mungkin hal itu yang ada dibenak kalian semua. Iya memang belum. Kalian tunggu saja Raja akan buktikan kalau dirinya masih pantas untuk sebuah kesempatan.
"Raja." Panggilan itu memenuhi telinga sang empu. Ia senang saat Hanna memanggil namanya dengan nyaring seperti sekarang ini. Perlahan ia arahkan pandangannya pada gadis yang tengah bersidekap dada di depannya.
Raja menjatuhkan kepalanya di pundak Hanna. Seolah membagi rasa yang ia miliki. Kegiatan seperti ini membuat Raja merasa nyaman dan mungkin akan menjadi kebiasaan kedepannya. Walaupun ia sudah tau dengan pasti Hanna akan segera berontak dan menjauh tetapi Raja suka itu.
"Kenapa sih?" Tanyanya dengan pandangan sengit. Raja menggeleng sambil menyunging senyum tipis yang mungkin tak terlihat.
"Gue nggak suka kucing," ujar Raja setelah lama terdiam. Ia ingin Hanna tau semua tentangnya tanpa kecuali, walau mungkin gadis itu pasti sudah tau. Raja hanya mengingatkan kalau-kalau gadis itu lupa ataupun sengaja melupakannya.
"Gue nggak peduli tuh," jawab Hanna dengan acuh tak acuh.
"Lo harus!"
"Gak."
"Harus, titik."
"Kenapa maksa?" Sewot Hanna dengan suara yang meninggi. Gadis itu tak habis pikir dengan kelakuan cowok dingin di depannya. Masih saja keras kepala dan pemaksa. Ingin Hanna sentil aja ubun-ubunnya.
"Karena gue sukanya elo," jawab Raja dengan santai, ia suka melihat wajah terkejut milik Hanna. Begitu menggemaskan sekaligus menggelikan.
"Dulu aja kemana?"
Baru ia merasa senang dan sekarang gadis itu malah membahas perihal yang dulu. Raja bukannya pengecut atau lari dari kesalahan. Tetapi tak bisakah yang lalu biar menjadi masa lalu, tanpa melupakan dan tanpa membahasnya lagi di masa sekarang?
"Maafin gue," mohon Raja pada akhirnya.
Hanna menatap cowok di depannya beberapa saat sebelum menghembuskan nafasnya kasar, " Hmm udahlah lupakan."
Raja hanya bisa mengangguk pasrah, sambil melempar senyum tipis. Gadisnya pasti masih butuh waktu, Raja maklum akan hal itu.
"Tangan lo nggak apa?" Tanya Hanna dengan nada acuh tak acuk, seolah menyembunyikan rasa yang sebenarnya.
"Hmm."
"Yaudah bagus."
"Ikut gue mau?" Pertanyaan itu Raja lontarkan dengan hati-hati.
"Enggak, gue mau nemenin Dion." Penolakan itu langsung saja menghujam Raja. Sebenarnya ia sudah siap dengan penolakan itu tetapi kenapa harus membawa Dion dalam setiap pembicaraan mereka. Tak tahukah Hanna kalau Raja tak suka.
"Temenin aja sana! Dionnya juga udah mau pulang tuh." Roy tiba - tiba saja muncul di saat yang sangat tepat dan Raja sangat bersyukur akan hal itu. Berbanding terbalik dengan Hanna yang sudah memanyunkan bibirnya malas. Gimana caranya Hanna menghindar kalau kayak gini. Huuhh lagian kenapa lagi papa jadi pak comblang kayak gini.
"Papa Hanna capek." Hanna merengek sambil mengapit lengan pria paruh baya itu dengan manja.
"Temenin sebentar itu tangan nak Raja lagi sakit gitu kasian udah jauh - jauh kesini." Roy membujuk anaknya sambil melemparkan kedipan mata ke arah Raja yang nampak terdiam, ia senang tetapi bingung harus bertindak seperti apa.
"Hmm yaudah sebentar aja." Dengus Hanna pasrah sambil melempar tatapan permusuhan kepada Raja yang sialnya di balas senyuman tulus yang tak pernah Hanna liat dulu. Ia ingin marah rasanya.
"Makasi om," ujar Raja sambil berpamitan. Cowok itu meraih tangan Hanna lembut yang dibalas delikan galak dari sang empu tetapi Raja sama sekali tak peduli dan tetap menuntun gadis itu menuju ke mobilnya.
"Lepasin tangan gue!"
"Denger nggak sih? Tangan gue sakit lo tarik." Hanna mulai emosi dan hal itu sukses membuat Raja menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap gadis itu.
Raja mengusap lembut punggung tangan Hanna, " Maaf."
Raja menatap mata Hanna dalam ia sangat tau dan yakin genggaman tangannyaya sama sekali tidak keras ataupun kasar itu hanya alibi gadis di depannya saja. Benar - benar sangat imut.
"Modus banget sih." Hanna menjauhkan tanganya, ia tak suka situasi seperti ini. Harus bagaimana Hanna tuhan? Bahkan ia sudah menolak kehadiran cowok di depannya dengan terang-terangan. Ia sendiri merasa sangat jahat tetapi ia hanya tak ingin dinding yang belum berdiri dengan sempurna kembali roboh dan sekarang bukannya menjauh cowok di depannya malah seperti ini.
Hanna memutar bola matanya malas saat Raja membukakan pintu di samping kemudi. Tetapi masa bodo ia akan duduk di belakang titik.
"Kenapa di belakang?" Tanya Raja yang enggan Hanna tanggapi.
Lama terdiam dalam situasi yang tak mengenakan Raja meraih jaket yang ia lampirkan di kursi kemudi, kemudian tanpa Hanna duga tangannya yang telanjang sudah tertutupi sepenuhnya.
"Dingin," ujar Raja lalu mengusap lembut kepala Hanna.
"Lo yakin bisa nyetir?" Tanya Hanna memastikan. Ia yakin betul tangan Raja masih sakit karena itu patah bukan sakit biasa.
"Aman kok."
Sepanjang perjalanan tak ada percakapan diantara keduanya. Hanna yang diam dan memilih memandang ke luar jendela dan Raja yang fokus menyetir dengan satu tangannya. Sesekali cowok itu melirik Hanna.
"Ayo turun." Raja membukakan pintu sesaat setelah mereka sampai di tempat tujuan. Hanna terkejut melihat apa yang ada di depannya. Banyak pedagang yang berjejer di sepanjang jalan. Aahh Hanna paling suka dengan street food. Menurunkan sedikit rasa senangnya gadis itu menatap Raja yang juga tengah menatapnya. Hanna bingung, sejak kapan orang dingin, arogan dan acuh tak acuh di depannya tau tempat begini? Huhhh masa bodo lah Hanna hanya akan bersenang - senang hari ini.
Raja tersenyum tipis saat Hanna dengan semangatnya berjalan menuju tempat penjual yang berisi tulisan seblak. Ini pertama kalinya ia ke tempat seperti ini. Walau sumpek dan panas tetapi ia suka. Ya ia suka saat Hannanya tersenyum seperti sekarang ini.
Bersambung.......
Hello semua.....
Gimana kabarnya?
Huhhh maaf ya baru up, kuliah online itu bener" nguras emosi dan tenaga.Semangat kalian tetep diem di rumah ya!
Jangan lupa vote dan komennya, sampai jumpa di part berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Genç KurguAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.