Happy reading......
Hanna kini tengah berdiri di depan kaca besar, menatap pantulan dirinya yang sejak tadi tidak mau berhenti memerah. Gadis itu memegang bibir sambil terus mengedip lucu, masih tidak percaya ciuman pertamanya sudah di rampas secara paksa.
"Sadar Hanna sadar! Lo nggak boleh luluh gitu aja." Hanna menepuk kedua pipinya beberapa kali sambil memejamkan matanya. Lalu perlahan tangannya meraih kotak persegi bergambar apel di gigit di dalam laci. Ya, setelah kejadian kecopetan itu, Papanya langsung memberikan ponsel baru pada Hanna tapi tentunya di awali dengan wejangan ceramah yang seakan memecahkan telinga terlebih dahulu. Mau bagaimana lagi, papanya itu memang terlalu posesif.
Wajah Hanna berubah menjadi antusias, setelah hampir seminggu lebih ia menahan tangannya yang sudah gatal ingin membuka barang itu. Sebenarnya Hanna bisa saja langsung membukanya, tapi ia takut tidak bisa menahan jarinya yang sering dengan lancangnya menghubungi Raja. Huuhhh menyebalkan memang.
Setelah selesai dengan kegiatan unboxingnya itu, Hanna mengotak antik ponsel yang sekarang menjadi miliknya, mencari aplikasi yang sekiranya ia butuhkan. Lalu tangannya dengan lincah menekan ruang obrolan ber icon pesan dengan latar berwarna hijau.
"Add Jenny ah"
Setelah selesai dengan itu, Hanna menekan gambar ganggang telepon di sudut kanan atas. Menghubungi Jenny yang sejak liburan berakhir belum juga masuk sekolah. Mungkin saja kakinya masih sakit,tapi entahlah Hanna sama sekali tidak tahu karena ponselnya yang hilang waktu itu.
"JENNY MISS YOU," Teriak Hanna saat sambungan telepon terhubung.
"Pecah telinga gue Na. Gue kira siapa." Nada kesal sekaligus dengusan terdengar di sebrang sana membuat Hanna langsung terkekeh kencang.
"Gimana kaki lo? Kok belum sekolah sih? Gue di gangguin Dion mulu tau."
"Masih susah jalan Na, 2 hari lagi kayaknya gue masuk. Males gue ketemu Pak Bambang pasti ujung ujungnya ulangan."
Hanna terkekeh lagi, Jenny benar benar tidak suka dengan geografi rupanya,
"Pak Bambang kan ganteng, mana masih muda lagi.""Gasuka pokoknya. Udah ah jangan bahas dia lagi."
"Iya iya. Eh tau nggak Jen? Gue marahan tau sama Raja." Raut wajah Hanna berubah sedu.
"Kenapa?"
"Masak aku liat dia chatan pas kita lagi nonton terus isi lope lopenya lagi. Dan yang lebih parahnya lagi dia ninggalin gue tengah malem tau Jen sampe sampe kecopetan gue. Mau marah tapi sayang."
"Kok brengsek sih Na?"
"Ya makannya. Gue harus gimana dong Jen? Dari kemaren dia udah minta maaf sih, pakek cium cium segala lagi. Aiss gue jadi pengen cerita langsung bah."
"Lo di cium?" Suara Jenny terdengar melemah, membuat Hanna mengerutkan alisnya bingung.
"Iyaa njirr, mana nggak ada bilang lagi, tiba-tiba aja gitu langsung nyosor, kan bibir suci gue ternodai tapi guenya juga seneng sih." Hanna menertawakan kebodohannya sendiri sedangkan Jenny yang biasanya ikut heboh hanya terdiam di seberang sana. Keheningan terjadi untuk beberapa saat, Jenny sama sekali tidak menanggapi perkataan Hanna dan Hanya helaan nafas gusarlah yang terdengar dari sebrang.
Hanna melihat layar ponselnya bingung, lalu mendekatkannya lagi ke arah telinganya," Halo Jen. Masih hidupkah?"
"Ahh.... Iya Na"
"Ckk.. Kasih saran dong gue harus gimana, sebenarnya gue udah capek tau kalau hubungan gue gini terus. Gue aja yang berjuang terus dia mah seenaknya aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.