Nyatanya pondasi yang ku bangun tak cukup kokoh dan saat ombak besar datang menghantam tanpa ampun, tidak hanya pondasinya yang rusak tetapi aku juga ikut hancur lembur tak berbentuk.
Happy reading.......
Setelah 1 jam, tangis yang melelahkan tak kunjung juga berhenti. Air matanya masih saja menetes dengan derasnya. Hujan sudah berhenti, hanya menyisakan rintik rintik kecilnya yang masih menghujam gadis itu.
Kaki Hanna lemah tidak kuat untuk melangkah, tubuhnya juga gemetar karena suhu dingin yang menusuk di kulit, bibir gadis itupun terlihat pucat pasi membuat penglihatannya perlahan mengkabur, lalu gelap. Gadis itu tak sadarkan diri di taman sekolah yang nampak sepi, tidak ada siswa satupun yang berada di sana sekarang. Mungkin karena rintik hujan yang tak kunjung berhenti, mereka jadi enggan menjadi bodoh seperti yang Hanna lakukan.
Selang beberapa menit berlalu, nampak dari kejauhan seorang cowok berlari tergesa - gesa mendekat ke arah Hanna, membiarkan dirinya basah oleh gerimis hujan. Cowok itu menggendong 2 tas di bahunya dan tangannya menenteng ukulele berwarna cream milik Hanna tentu saja. Nampak sekali raut marah dan juga cemas di wajahnya.
"Monyett, bangun heii." Cowok bernama Dion itu menepuk pipi Hanna beberapa kali, merusaha membuat gadis itu terbangun, tapi nampaknya Hanna sudah tidak kuat membuka matanya.
Sial...
Dion memasukan ukulele ke dalam tasnya lalu mengangkat gadis itu ke gendongannya. Cowok itu berlari sekuat yang ia bisa ke arah parkiran sekolah. Sangat tidak mungkin membawa gadis ini ke UKS karena sekarang hari sudah gelap dan petugas di sana pasti sudah pulang. Semoga saja masih ada siswa yang pulang ekstra, karena Dion dengan sialnya tidak membawa mobil sekarang.
Saat sampai di parkiran, Dion mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Nampaknya parkiran juga sudah sepi. Cowok itu langsung berlari ke arah jalan raya dangan harap masih ada taksi yang lewat disana.
"KEN....Tolongin gue." Dion berteriak saat Kennan terlihat sedang menemani Siti di halte depan. Sontak saja cowok itu menolehkan kepalanya ke arah sumber suara lalu di detik berikutnya Kennan sudah berada tepat di depan Dion yang tengah menggedong Hanna.
"Lo bawa mobil?" tanya Dion langsung dan di balas anggukan mantap oleh Kennan yang tengah menatap Hanna prihatin. Cowok tengil itu membatin kesal, semua ini pasti ulah Raja sahabatnya yang tidak punya otak itu. Ahh, ternyata dia memilih orang yang salah, cowok itu benar benar sudah gila.
"Tunggu bentar, gue ambil mobil."
Kennan berlari ke arah mobil merahnya dengan tergesa gesa, sesekali cowok itu memijit kepalanya yang tak sakit.
"Ayo cepet bawa masuk." Kennan membuka pintu belakang, membantu Dion yang telihat kesusahan karena tubuh Hanna dan juga 2 tas di gendongannya.
Kennan menghampiri Siti sebentar lalu saat penolakan yang ia terima, cowok itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang nampak sepi karena hujan yang kembali turun dengan lebat. Ingatkan Kennan untuk meninju wajah Raja nanti. Ohh tuhan gadis itu kelihatan hancur dan menyedihkan.
Dion mengusap - usap tangan Hanna yang dingin, mencoba menyalurkan kehangatan lewat kedua tangannya walau nyatanya tubuhnya tak kalah dingin dari sang gadis. Melihat itu Kennan menepikan mobilnya sejenak, cowok itu melepas jaket kulitnya lalu memberikannya pada Dion.
"Di belakang ada handuk kalau nggak salah," ujarnya kembali melesatkan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Dion menganguk, menyampirkan jaket yang Kennan beri ke tubuh gadis yang masih tidak sadarkan diri itu. Ia merogoh kursi di belakang lalu saat menemukan apa yang ia cari cowok itu dengan telaten mengelap rambut Hanna yang sudah basah kuyup.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
Teen FictionAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.