Happy reading.....
Raja menatap Hanna dan Dion yang beranjak memasuki rumah bernuansa putih di depannya. Ia memilih mengalihkan padangannya ke sebarang arah. Wajah dingin dan datarnya nampak lebih menyeramkan dari biasanya dan bertambah mengeras saat bunga yang ia berikan sekarang berpindah tangan. Hanna bahkan sama sekali tak peduli denganya. Perasaan ini sangat mengganggu, membuatnya terpojok lagi dan lagi.
Keberaniannya menguap entah kemana. Ia merasa malu sekarang. Hanna nampak begitu lepas tertawa saat bersama Dion. Sedangkan dengannya gadis itu hanya akan meneteskan air matanya. Raja berusaha memperbaiki hal itu tetapi sekeras apapun usahanya, Hanna malah semakin jauh tak terkejar. Ia sadar ini semua karena kesalahannya dan ia sama sekali tak punya keberanian untuk sekedar mengatakan ketidaksukaannya.
Raja menatap nanar layar ponselnya. Di sana tertulis jelas hal-hal yang tak disukai Hanna. Haruskah ia menyerah sekarang? Setengah hatinya mengatakan iya tetapi setengahnya lagi tetap ingin berjuang karena nyatanya Dion memang lelaki baik dan bisa membuat Hanna terlihat nyaman berbeda dengannya yang brengsek. Tetapi ia tak bisa membayangkan gadis itu berkencan dengan cowok lain. Raja mengusap tengkuknya kasar, otaknya hampir meledak memikirkan hal ini. Ia menghempaskan pikirannya untuk menyerah. Raja bukan pengecut ia tak akan membiarkan Hanna bersama dengan orang lain.
Raja berlari kecil menyusul, memisahkan mereka dengan sengaja. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Hanna, yang dapat Raja lihat hanya raut wajah kesal dan cowok itu tidak peduli yang penting Om Roy selaku pemilik rumah sudah mengijinkannya masuk.
Setalah sampai di ruang tamu, Raja segera mungkin mengambil posisi duduk tepat di sebalah Hanna sebelum Dion dengan kurang ajarnya dekat-dekat dengan gadisnya. Ia dengab sengaja memberikan tatapan dingin dan mengintimidasi pada Dion yang tengah mengumpat tanpa suara. Dia pikir Raja akan menyerah begitu saja? Huhh tidak mungkin. Ia selangkah lebih cepat sekarang. Tetapi di detik berikutnya ia yang merasa kalah karena Hanna memilih untuk berpindah tempat dan duduk di samping Dion. Haruskah ia menujukan tatapan memelas sekarang? Huhh bukannya tatapan memelas, yang ada malah raut wajah mengeras yang sangat ketara. Setelah itu hanya ada candaan yang saling mereka lemparkan memenuhi pendengaran Raja yang sudah memanas sejak tadi. Ia seperti tak dianggap ada disini dan Raja paling tidak suka diabaikan.
Cowok itu kembali berpindah tempat dan dengan segera menyambar gelas yang ada di genggaman gadis itu.
"Haus," ujarnya saat Hanna berteriak tidak suka. Ia mernyerahkan gelas itu kembali kepada Hanna tapi gadis itu menolak dan kembali mengabaikannya. Bibirnya terangkat tanpa bisa ia tahan, ekspresi gadis itu benar-benar membuatnya gemas. Ia usap pelan kepala gadis itu membuat sang empu benar-benar kesal. Terbukti dengan Hanna yang menarik Dion menjauh meninggalkannya begitu saja. Raja menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Ia masukan tangannya yang tak terluka ke dalam saku celananya lalu beranjak menyusul Hanna dan Dion yang akan pergi entah kemana. Raja belum tau isi rumah ini karena memang dulu ia selalu menolak untuk mampir. Huhhh sekarang baru ia menyesal.
Langkah kaki Raja terhenti di taman belakang rumah Hanna yang cukup luas. Ada banyak tanaman bunga disana dan jangan lupakan kucing yang berlari kesana kemari membuat bulu kuduknya merinding. Hewan itu benar-benar menggelikan. Raja tak suka. Bagaimana caranya ia mendekat kearah Hanna sekarang di sana dua ekor kucing ada di pangkuan Hanna dan Dion sisanya mengendus kaki gadis itu. Tubuhnya tiba-tiba bergetar tapi seperti biasa tanpa ekspresi hanya saja nampak lebih dingin dan pucat. Lama berdiri dan hanya diam mematung, Roy datang sambil menepuk punggungnya. Pria paruh baya itu tersenyum lembut kearahnya membuat Raja reflek mengusap tengkuknya pelan.
"Kenapa nggak masuk nak?" Tanya Roy dengan nada yang bersahabat. Raja diam tak menjawab, otaknya tidak bekerja dengan benar sehingga ia binggung dan tak bisa berkata-kata. Tidak mungkinkan ia bilang geli dengan kucing-kucing itu kan? Bisa hancur harga dirinya.
"Eehh iya Om," balas Raja pada akhirnya.
"Anak Om cantik ya sampai kamu sama Dion kayak orang mau berantem gitu dari tadi?" Gurau Roy sambil tertawa kecil. Raja menatap Hanna seksama, memperhatikan lesung pipi yang muncul saat gadis itu tertawa. Lalu kepalanya menganguk dengan otomatis. Sedari dulu ia sudah tau gadis itu cantik dan baik, ia saja yang terlambat menyadari ketulusannya. Andai saja Roy tau ia pernah menyakiti putrinya apa ia masih di sini melemparkan gurauan seperti sekarang? Pertanyaan seperti itu harusnya tak ada di otaknya. Tentu saja Roy akan menghajarnya tak peduli seberapa dekat lelaki paruh baya itu dengan Daniel.
"Dia nggak hanya cantik," ujar Raja dengan yang masih belum beralih,"Dia gadis yang paling sabar dan tulus yang ada di hidup saya."
Roy tersenyum sambil mengangguk menyetujui. Putrinya memang selalu seperti itu ia tulus dan penuh kasih sayang. Ia membawa kebahagian di keluarga kecilnya dan oleh karena itu Roy akan selalu menjadi pahlawan putrinya. Tak akan ia biarkan siapapun menyakitinya. Tapi nampaknya Hanna sudah beranjak dewasa sekarang. Ia butuh satu pahlawan lagi untuk menjaga malaikatnya. Tapi Roy tak akan ikut campur, ia hanya akan mendukung pilihan putrinya.
"Boleh saya menjaga Hanna, Om?"
"Siapa saja boleh menjaga anak saya termasuk Dion dan kamu," jawab Roy menggoda Raja dan hal itu sukses membuat cowok itu terdiam hingga tawa pria paruh baya itu keluar dengan lantangnya.
"Kalau kamu suka berjuang dong, biar om kasih tau Hanna itu malu - malu kucing."
Raja menganguk sambil menujukan raut lega, ia sudah mendapat restu untuk mengejar Hanna kembali dan ia akan benar - benar berjuang.
"Ayo masuk." Roy menuntunnya untuk menghampiri Hanna tapi kakinya entah kenapa susah ia gerakkan. Ia penjamkan matanya sebentar lalu dengan pasrah berjalan ke arah pintu kaca yang terhubung langsung ke taman.
Sesaat setelah Roy membuka pintu seketika itu juga kucing - kucing berbulu tebal itu berhamburan ke arah roy yang berada tepat di sampingnya. Aliran darahnya seakan berhenti membuat seluruh wajahnya benar - benar memutih. Ia hanya berdiri kaku dengan pandangan datar mengabaikan Roy yang sudah terduduk sambil mengelus-ngelus salah satu kucing berwarna putih. Raja tidak bisa terus seperti ini, ia tak suka hewan ini tolong bawa mereka menjauh.
Lama terdiam ledakan tawa dari Dion terdengar nyaring, "Liat mukanya dia Na kocak parah Hahaha."
Roy yang baru menyadari hal itu menenoleh kearahnya. Ooh sungguh tatapan itu membuat Raja terlihat buruk. Tadi saja ia berani dengan terang - terangan ingin mengejar putrinya dan sekarang malah takut dengan binatang imut ini. Mungkin begitu pikiran seorang Roy kepadanya. Tetapi tanpa ia duga pria paruh baya itu mengangkat salah satu anak kucing ke wajahnya. Ia terlonjak kaget bahkan hampir melocat. Badanya gemetar hebat di tambah lagi tangan kirinya yang patah tak sengaja ia gerakkan. Situasi ini sungguh menyiksa andai saja Roy bukan orangtua dan Papa Hanna.
Dion tergelak begitu pula Roy. Raja tak bisa berbuat apa - apa selain meringis tanpa suara. Saat ia mengangkat kepala, padangannya dengan Hanna bertemu. Dapat ia lihat raut wajah yang dibuat tak tertarik tetapi Raja tau dengan pasti kalau gadis itu tengah menahan senyumnya sekarang dan Raja bahagia dengan hal itu.
Bersambungg........
Heyo semuaa ketemu lagi sama aku. Kalian semua apa kabarrr? Ada yang udah bosen nggak nih diem di rumah? Kalau ada kalian nggak sendiri karena aku juga bosen tapi mau gimana lagi ya demi keselamatan bersama tahan dulu pengen keluarnya ya.
Sampai jumpa di part berikutnya. Jangan lupa vote dan komennya, maaci bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Boy (Tamat)
JugendliteraturAku menyukaimu sama seperti aku menyukai hujan, tetapi mari kita lihat apa kamu bisa sedikit saja berbeda dari hujan yang ku sukai.