Part 1

110K 3K 82
                                    

Plak

"Anak pembawa sial kenapa kamu selalu merepotkan saya, saya menyesal sudah lahirin kamu." Tangannya menjambak rambut gadis yang masih berseragam putih birunya.

"Ampun Bu, ampuuun Kenzie gak akan ulangi lagi." Mohonnya agar di lepaskan.

"Kamu harus di hukum, bikin malu keluarga saja." Dengan tangan yang masih bertengger di rambut Kenzie ia menariknya menuju kamar mandi lalu di dorongnya masuk sampai membentur tembok.

"Aaawwww shhh.."

"Cepat cuci semua pakaian itu lalu bersihkan rumah ini saya gak mau tahu sebelum saya pulang semua sudah selesai." Dina pun keluar.

"Hikss,,, sakit Bu hiks,,,,!!" Rintihnya memegangi kepalanya yang sudah berdarah karena terbentur tembok yang cukup keras.

---

Aku hanyalah anak yang tidak di harapkan menurut ibuku aku hanyalah anak pembawa sial. Aku bukan anak tiri tapi di perlakukan seperti anak tiri. Hanya adikku yang di sayang orang rumah ya dia Lorenza anak emas ibu dan ayah sedangkan aku, aku hanyalah parasit di hidup mereka.
Aku dan Lorenza hanya beda 2 tahun. Entah dia menganggap aku kakak atau pembantu.
Dari kecil aku selalu di kucilkan di rumah ini.
Haus akan kasih sayang kedua orang tua. Itu sudah pasti.
Lorenza selalu mendapatkan apa yang dia mau sedangkan aku harus bekerja dulu agar bisa membeli apa yang aku butuh karena orang tuaku jarang mengasih uang mungkin kalau ingat saja karena meminta pun hanya pukulan, tamparan dan jambakan yang di dapat jadi mau gak mau ya aku harus bekerja.

Dan hari ini aku ketahuan ibu bekerja di rumah makan sederhana yang letaknya tidak jauh dari sekolahanku.
Ibu tahu aku bekerja disitu dan langsung menyeretku pulang. Menurut ibu pekerjaan ku sangat memalukan karena orang tuaku cukup kaya, ibu ku adalah wanita sosialita dan ayah ku punya usaha tambang batu bara tapi aku malah bekerja jadi tukang cuci piring di rumah makan. Aku terpaksa melakukannya kalau tidak demikian kebutuhan ku bagaimana, aku masih beruntung karena mendapat beasiswa jadi tidak terlalu membebani kedua orang tuaku.

---

"Rasain loh hah makanya jadi anak jangan banyak drama, kayak orang susah saja sampai rela jadi tukang cuci piring." Ledek Lorenza dengan bersedekap menonton Kenzie yang sedang mencuci semua pakaian orang rumah. Kenzie tidak menggubris ledekan saudaranya karena sudah terbiasa. Ia tidak bisa membela dirinya karena dirinya tidak pernah benar di mata mereka. Percuma juga kalau melawan karena hanya menyakiti diri sendiri, ayah, ibu serta adiknya akan kompak menyiksanya sampai mereka puas.

Sampai air mata kering pun mereka tak ada balas kasihan, kadang kenzie mikir apa ia anak pungut tapi di lihat dari wajah dirinya dan ibunya begitu mirip hanya warna mata yang beda dari ibu ataupun ayah. Tapi jika dibandingkan dengan Lorenza memang Lorenza sangat cantik wajah dia perpaduan wajah Ibu dan ayah.

Sudahlah aku tidak boleh iri dengan kelebihannya mungkin nasibku saja yang kurang beruntung berada di rumah ini.

"Eh budek dengerin gue ngomong kagak sih Lo." Katanya lagi penuh emosi.
Kenzie hanya menengok sebentar lalu melanjutkan cuciannya.

Lorenza berjalan ke arah Kenzie lalu menjambaknya.

"Kalau gue ngomong tuh dengerin dasar sampah tidak berguna." Makinya lalu menghempaskan kepala Kenzie kearah bathtub kemudian berbalik tanpa menghiraukan rintihan Kenzie.

"Shhhhhhhtt sakit banget." Lalu tangannya meraba jidatnya yang berdarah lalu menyekanya dalam beberapa menit sudah 2 kali di benturkannya. Tak ada air mata yang keluar Kenzie hanya memfokuskan pandangannya karena kepalanya terasa pusing ia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum ibunya pulang terus kembali menyiksanya. Hari ini ia cukup lelah dengan kejadian yang menimpanya tapi besok ia harus siap untuk mendapatkan perlakuan seperti ini lagi. Kekerasan fisik yang di alaminya sudah menjadi makanan sehari-hari bahkan dari umur 5 tahun ia sudah mendapatkan hadiah seperti ini sudah banyak luka lebam yang belum pudar.

Setelah selesai mencuci Kenzie mencuci muka terlihat jelas di jidatnya terdapat luka dan sedikit benjol.

"Untung masih bisa di tutupi dengan poni." Lalu ia memegang perutnya yang berbunyi nyaring karena belum ia kasih makan dari pagi. Ibunya tidak menyisakan sarapan untuknya padahal ia sendiri yang masak jadi terpaksa hanya air putih yang masuk sampai di sekolahan pun ia tidak mengisi perutnya karena uang yang terbatas jadi ia menunggu waktu sore di tempat kerjanya memang di kasih makan sisa dagangannya tapi harapannya pupus gara-gara ketahuan ibunya.

Kenzie melanjutkan pekerjaan rumah setelah ia mengisi perutnya dengan segelas besar air putih. Cukup membantu mengganjal perut.

---

Makan malam pun sudah tiba Kenzie menyiapkan semuanya dari lauk pauk sampai menata piringnya setelahnya ia pergi ke kamar untuk mandi. Rasa laparnya begitu menyakitkan perutnya belum di isi apapun selain air.
Tangannya sampai bergetar tapi ia abaikan. Setelah mandi ia duduk di sisi ranjang menunggu mereka selesai makan baru ia boleh turun.

Satu hal yang tidak di sukai mereka adalah kehadirannya di tengah-tengah mereka menurutnya sampah hanya merusak selera makan mereka.

"Ckkk diamlah sampah bentar lagi aku akan kasih kamu makan berdo'a saja biar masih ada sisa meski cuma nasi." Gumamnya sambil mengelus perutnya.

Pukul 9:00 malam Kenzie keluar kamar karena di jam segini mereka sudah masuk ke kamar masing-masing.

Kenzie membuka tudung makanan ia bersyukur karena masih ada banyak nasi sama sambal. Sudah tidak ada lauk pauk lagi tapi ia sangat bersyukur.

Kenzie memakannya dengan sangat rakus ia mengabaikan rasa sakit di ususnya. Tanpa ia sadari tangan kirinya meremas perutnya. Keringat dingin membanjiri pelipisnya pikirnya mungkin karena pedas. Ia melanjutkan makannya sampai habis tangannya masih saja meremas perutnya yang makin menjadi sakitnya.

Ia menahan rasa sakit di perutnya lalu membersihkan piring kotor yang menumpuk setelah selesai ia ke kamarnya.

"Awww sshhh?!" Desisnya kesakitan. Rasanya seperti entahlah.
Lalu ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua makannya.

"Sudah sukur aku kasih makan malah di muntahin lagi!" Ujarnya pada perutnya sendiri.

Kenzie dengan lemas berjalan ke arah ranjangnya lalu berebahan air matanya perlahan-lahan membasahi pipinya ia menangis dalam diam menguatkan dirinya menahan rasa sakitnya sendiri.

"Kamu tidak boleh sakit Zie, kamu harus kuat karena tidak akan ada orang yang menolongmu, tidak akan ada yang membelamu." Lirihnya lalu memejamkan mata sampai tertidur.

---

Ibu adalah tempat di mana kaki ini lelah
Ibu adalah tempat sandaran yang paling nyaman
Ibu adalah panutan untuk anak-anaknya
Ibu adalah surganya
Ibu adalah segalanya

Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang