Part 13

25.3K 1.3K 15
                                    

Luka itu takkan berakhir dengan kata maaf
Perih akan terus di rasa
Mungkin tangisan ini cukup mewakili perasaan

----

Tok tok tok
Suara pintu membangunkan seseorang dari tidur lelapnya. Kenzie yang mendengar seketika tersadar jika sebentar lagi ia akan di ikat dengan pertunangan. Kenzie mengedarkan matanya melihat hari sudah tak lagi menampakkan matahari, berarti ia tidur terlalu lama pikirnya.

Bunyi pintu masih terdengar Kenzie pun perlahan-lahan bangun mengambil baju panjangnya lalu pergi untuk membuka pintu.

Setelah pintu terbuka menampakan wajah yang selalu Kenzie rindukan, yang selalu Kenzie dambakan, wajah yang masih terlihat cantik di usianya sekarang meski tak ada senyuman untuknya tapi Kenzie selalu mengagumi wanita yang ada di hadapannya ini.

"Ibu.." Sapa Kenzie dengan senyuman manisnya matanya sudah berkaca-kaca melihat sang ibu ada di hadapan matanya.

Dina dengan wajah datarnya mengabaikan Kenzie yang masih diam di ambang pintu, ia masuk mendorong sedikit tubuh putri sulungnya agar bisa masuk ke dalam kamar.

Dina mengedarkan matanya melihat setiap jengkal yang ada di dalam kamar. Tidak ada perubahan sedikitpun masih tetap sama seperti kamar Kenzie kecil dulu bedanya sekarang banyak piala dan piagam berjejer di lantai begitu saja. Ibu macam apa yang tega membiarkan putri kecilnya di kamar sendirian sampai sebesar ini Dina tidak pernah lagi menginjakan kakinya dikamar ini setelah 4 tahun usia Kenzie, ia biarkan Kenzie hidup mandiri bahkan ia tidak tahu jika anaknya sering mendapatkan banyak penghargaan seperti ini.

"Ibu..." Panggil Kenzie lagi mendekati ibunya yang melamun. Dina pun tersadar dan langsung menghadap ke arah Kenzie menatap manik mata yang selalu membuat amarahnya meledak. Andai manik mata Kenzie tidak seperti seseorang di masa lalunya pasti ia bisa menerima Kenzie sebagai putrinya.

"Ini pakai, 2jam lagi acaranya di mulai, ingat jangan mempermalukan saya!!"Katanya sambil menyodorkan baju gamis lalu pergi begitu saja dengan menutup pintu sangat keras.

Kenzie tersenyum meski diperlakukan seperti itu ia bersyukur masih bisa melihat wajah ibunya.

"Makasih bu.." Lirihnya, Kenzie menaruhnya di atas ranjang kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

30menit sudah Kenzie keluar hanya memakai handuk langkah Kenzie terhenti melihat sosok ibunya yang sedang duduk di ranjangnya.

"Ibu, ibu disini?" Tanyanya dengan wajah ceria melihat sang ibu meski pertanyaannya di abaikannya.

Kenzie mengambil gamis tadi lalu berbalik kembali ke kamar mandi Dina yang melihat punggung dan bagian tubuh Kenzie yang tidak tertutup handuk merasa hatinya nyeri. Sekeras apapun ia membencinya, sekejam apapun ia melukainya Kenzie tetaplah darah dagingnya meski tidak di inginkan keberadaannya Kenzie tetaplah putrinya. Hati kecilnya selalu mengingatkan tapi ego menolak tuk mengakui jika Kenzie adalah putrinya.

Luka ditubuh Kenzie masih sangat nampak kemerahan tapi sepertinya putrinya itu tidak merasa kesakitan bahkan sekarang wajah Kenzie tampak ceria dengan senyuman yang terus mengembang dibibirnya. Dina lagi-lagi menghembuskan nafas beratnya dan pintu kamar mandi pun terbuka. Dina harus mengakui jika Kenzie seperti versi dirinya sewaktu masih muda dulu hanya saja manik mata Kenzie mewarisi sosok pria yang sangat ia benci dihidupnya.

Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang