Part 30

24.4K 1.2K 56
                                    

Tak perlu ku jelaskan kegundahan hati
Aku terperangkap di diriku sendiri
Haruskah aku kembali atau melanjutkan langkah yang sempat terhenti

----

-Adrian-

Bisakah cobaan ini cepat berakhir meski aku tahu Tuhan tak akan memberi ujian di lewat batas kemampuanku tapi kenapa ini terasa berat seakan ku tak mampu menanggung semua ini aku tak mampu melihatnya tergolek lemah dengan berbagai alat yang terpasang di tubuh ringkihnya, aku tak kuasa melihat kesakitannya. Ingin rasanya menggantikan posisinya tapi apalah dayaku. Putriku yang malang begitu banyak kesakitan yang ia rasakan.

Adrian menangisi putrinya setelah mendengarkan penjelasan dari dokter Rasya, ia bergegas menemui bayi mungil yang masih merah dan rentan itu berada di dalam inkubator. Adrian mengadzaninya dengan suara bergetar isakannya pun lolos dari bibirnya. Sungguh ia tak tega melihat pemandangan ini hatinya terasa sakit.

Setelah membisikan sesuatu pada bayi tampan itu Adrian melangkahkan kakinya keluar lalu memerintahkan bodyguardnya untuk menjaga cucunya.

Adrian pergi untuk menemui seseorang yang selama ini ia hindari tapi kali ini ia memaksakan dirinya sendiri untuk menemuinya.

*

"Selama ini apa kamu perlakukan Kenzie dengan baik?" Tanyanya tanpa basa basi.

"Ckk,, jadi anda memaksa saya untuk datang kesini hanya untuk menanyakan hal yang tak penting itu?" Wanita itu berdecak seraya menggelengkan kepalanya dengan pandangan meremehkan.

"Maafkan aku atas keegoisanku dulu, maafkan aku atas kelancanganku dulu, maafkan aku telah membuatmu kecewa, maafkan aku atas semua kesalahanku dulu." Ucapnya dengan kepala menunduk.

"Maafmu basi."

"Aku tahu, jika saja dulu kamu mau mengatakannya padaku, aku_____"

"Jika hanya membicarakan hal itu saya masih ada urusan yang lebih penting. Permi_____" Wanita itu sontak kaget karena tarikan di lengannya. Ia menatapnya geram melihat mata yang sangat mirip dengan putri sulungnya. Ya dia Adrian seseorang dari masa lalunya yang sangat ia benci.

"Dengarkan aku, entahlah aku harus marah atau berterima kasih padamu. Tapi kali ini saja aku mohon temui Kenzie anggap dia sebagai putri kandungmu meski nyatanya memang begitu. Jangan limpahkan semua dendammu padanya. Dia tidak salah apa-apa, aku lah yang salah, aku lah yang bajingan. Kamu boleh hancurkan hidupku tapi jangan hancurkan putriku dia tidak tahu apa-apa, semua ini bukan salahnya yang hadir di kehidupanmu." Adrian menatap Dina dengan pandangan buram. Mendengar kenyataan tentang kehidupan putrinya membuatnya harus menemui wanita yang dulu sangat di cintainya ini mungkin rasa cinta itu masih ada tapi tak sebesar dulu.
Entah ia harus marah karena memperlakukan darah dagingnya tanpa kasihan atau ia harus berterimakasih karena sudah membesarkan putrinya.

"Dia trauma berat dan kemarin dia menyerah dengan keadaannya. Dia,,,,,   Kenzie__ Dia,,," Akhirnya air matanya tumpah membasahi pipinya, hatinya sakit ia tak kuasa untuk mengeluarkan kata-kata lagi. Adrian menangis dengan telapak tangan menutupi wajahnya.

Untungnya Adrian telah menyewa restoran ini ia pikir masalah ini akan menguras emosi dan butuh privasi.

Dina hanya menatap Adrian dengan pandangan kosong. Ia jelas tahu betul bagaimana Kenzie menjalani hari-hari beratnya tanpa ada satu orang pun untuk di jadikan tempat sandarannya.

Setelah tangisannya mereda Adrian kembali berbicara.

"Aku gak tahu dia akan berjuang untuk kesekian kalinya atau akan menyerah meninggalkan putranya dan kami semua, aku hanya bisa menunggu keajaiban agar Kenzie kembali, Kenzie ku kembali." Adrian diam sejenak memperhatikan wanita di hadapannya ini yang sedari tadi hanya diam dengan tatapan kosong.

Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang