Part 2

43.9K 1.8K 15
                                    

Waktu berlalu begitu cepat adzan subuh membangunkan Kenzie, ia bergegas mandi dan melaksanakan kewajibannya.
Hari ini hari perpisahan kelas IX kemarin sore ia sudah berbicara pada ibu ayahnya agar menghadiri acara perpisahannya tapi yang di dapat hanya bentakan jadi Kenzie tidak memaksa mereka.

Setelah selesai menyiapkan sarapannya Kenzie membawa nasi goreng buat bekalnya ia buru-buru menyiapkan untuk dirinya sebelum ibunya melihat. Ia taruh di tasnya lalu berangkat tanpa meminta ijin kepada orang tuanya karena ia tidak mau mendengar kemarahan orang rumah dan membuatnya telat menghadiri acara perpisahannya. Biarlah ia menanggung hukumannya nanti.

Kenzie sangat hapal watak saudaranya pasti ada saja yang membuat orang tuanya marah tanpa tahu kesalahannya apa dan Lorenza hanya tersenyum kemenangan melihat dirinya yang harus menerima hukuman.

Telah sampailah di gerbang sekolah, untung angkotnya cepet datang kalau tidak matilah ia pasti akan ada aksi seret menyeret.

Hari masih pagi tapi sudah ada beberapa murid yang sedang sibuk menyiapkan buat acara yang akan di adakan beberapa jam lagi.

"Hallo ka Zie, tumben nih pagi-pagi sudah nyampe sini?" Tanya adik kelas yang Kenzie tahu dia bernama Tio anggota OSIS.

"Eh iya nih mamang angkotnya yang tumben enggak ngaret hehe,," alasannya sambil garuk pelipisnya yang terlapisi hijab warna putih.

"Ya sudah aku kesana dulu ya ka." Lalu berlari ke arah teman-temannya.

Kenzie pun berjalan ke arah kelasnya yang ada di lantai atas. Ia duduk di kursinya lalu membuka bekal yang di bawanya tadi ia buru-buru memakannya karena takut Lorenza datang dan memergokinya membawa bekal dari rumah.

Kenzie di rumah sendiri memang seperti maling tak pernah bebas melakukan apapun banyak aturan yang harus ia patuhi kalau tidak hukuman akan menanti. Bahkan sang ayah tak segan-segan mengeluarkan ikat pinggang untuk mencambukinya.

Percuma minta ampun memohon sedemikian rupa pun mereka takkan mengasihinya. Ia hanya berharap agar di beri kekuatan untuk menghadapi mereka.

Prok prok prok

Suara tepuk tangan begitu nyaring di dalam kelas Kenzie sampai tersedak nasi gorengnya karena kaget. Ia melihat Lorenza bersandar di pintu menatapnya tajam membuatnya menerka-nerka apa yang di lakukan Lorenza selanjutnya.

"Bagussss ternyata malingnya disini toh, pulang sekolah siap-siap Lo akan dapat hukuman gue akan aduin Lo ke nyokap." Setelah berkata seperti itu Lorenza melenggang pergi. Kenzie menatap nasi gorengnya yang tinggal setengah sudah tidak berselera memakannya lalu menyimpannya kembali ke dalam tas.

"Ckk cepetan besar Zie biar bisa terbebas dari kandang harimau." Gumamnya menatap meja di depan.

Kenzie tidak mempunyai teman hanya untuk teman ngobrol pun tidak ada karena Lorenza sudah mengumumkan kalau dirinya hanya anak pembokat orang tuanya. Dan sekolahannya ini semua anak orang kaya jadi kalau berteman dengan dirinya harus berpikir seribu kali karena tidak ada yang mau harga dirinya jatuh hanya karena berteman dengan anak pembokat.

Ia hanya menerima apa yang di lakukan adiknya toh membela diripun percuma tak akan ada yang percaya jadi nikmati saja yang sudah menjadi takdirnya.

Menit pun sudah berganti jam Kenzie duduk di bangku murid untuk melihat aksi pertunjukan adik-adik kelasnya, ia tak sengaja melihat ke arah belakang di depan pintu masuk kedua orang tuanya sedang menciumi Lorenza yang akan tampil beberapa menit lagi.
Kenzie melihatnya dengan mata berkaca-kaca karena ia selama ini belum pernah di perlakukan seperti itu. Setiap tahunnya yang mengambil buku rapot hanya dirinya sendiri karena kedua orang tuanya tidak sudi mengambilnya.

Meski Kenzi selalu mengikuti lomba selalu mendapatkan juara pertama tapi ayah ibunya tak acuh padanya. Sudah banyak piagam dan piala di kamarnya tapi tak membuat kedua orang tuanya bangga. Hanya kata sial yang selalu mereka katakan.

"Jangan mimpi lo bisa seperti Lorenza, lo hanya anak babu jadi jangan berhayal terlalu tinggi deh." Ucap Rani di dekat telinga Kenzie sontak Kenzie kaget dengan orang yang tiba-tiba ada di sampingnya.
Kenzie melihat ke arahnya lalu kembali melihat depan ke arah panggung yang akan mempertunjukan dance gengnya Lorenza. Rina yang di abaikan pun merasa geram hampir saja ia menarik hijab yang di kenakan Kenzie kalau tidak di kagetkan oleh pertunjukan yang memukau yang di bawakan oleh geng Lorenza.

Tanpa di sadari Rani diam-diam Kenzie menghembuskan nafas leganya karena tidak di permalukan di tempat perpisahannya.

"Hufttt,, kau tlah menyelamatkan aku dek!" Dengan senyuman tipis menikmati tampilan Lorenza.

"Pantas ayah dan ibu selalu membanggakanmu, aku juga bangga dek sungguh pertunjukan yang memukau. Aku sendiri tak tahu keahlian aku apa." Lirihnya dalam hati.

Semua orang bertepuk tangan dan tibalah di penghujung acara yang akan memberitahukan peringkat terbaik di setiap kelasnya.

"Kita para guru bangga mempunyai anak murid yang cerdas dan pintar seperti Kenzie Wirawan dengan nilai kelulusan hampir sempurna. Pasti kedua orang tuamu bangga mempunyi anak sepertimu nak............" Ujar sang guru yang tak di simak sama sekali oleh Kenzie matanya hanya ia fokuskan ke samping melihat kedua orang tuanya memperlakukan adiknya seperti queen.

"Beri tepuk tangan untuk teman kalian saya persilahkan menaiki panggung untuk memberi kata-kata." Semua guru dan murid sudah menatap Kenzie yang tak bergeming matanya masih fokus pada orang tuanya sampai sebuah tepukan di bahunya menyadarkan ia dari hayalannya.
Kenzie melihat sekelilingnya yang sedang memperhatikan dirinya lalu ia menunduk malu mendengar sorakan dari teman-temannya.

Gurunya pun mengerti situasi Kenzie lalu ia berinisiatif untuk merubah susunan acaranya melihat Kenzie tak beranjak dari tempatnya berdiri. Perlahan-lahan Kenzie berjalan mundur meninggalkan acara perpisahannya.

Yang menyakitkan adalah yang ketidak kemungkinanku
Harapan semu yang selalu memenuhi relung hatiku
Tak adakah keindahan yang nyata untukku
Untuk mempertahankan ke kukuhan hati dan jiwaku.

Kenzie duduk di taman yang sepi entah kenapa hatinya terasa sesak ingin rasanya ia menangis sekeras mungkin tapi setetes air mata pun tak bisa ia keluarkan ini lebih menyesakan untuknya.

"Disini hanya orang lain yang bukan siapa-siapa yang membanggakanku menganggapku ada namun orang tua sendiri hanya menganggapku sampah hahahaa sungguh lucu sekali skenarioMu ya Tuhan!!" Lirih Kenzie kepalanya ia letakkan di lututnya.

"Hidup ini adil akunya ajah yang kurang bersyukur. Hufttt,, aku harus mencari pekerjaan lagi."

Lama sudah Kenzie di taman kemudian ia berdiri membenarkan rok serta hijabnya. Lalu ia bejalan ke kelasnya untuk mengambil tasnya karena acara juga sudah selesai jadi hanya beberapa murid yang masih sibuk dengan aktifitasnya.

"Bisa kita berbicara?" Tanya seseorang. Kenzie mendongak melihat pemilik suara.

"Bisa pak!"

"Ya sudah kalau gitu ikut saya keruangan Kepala Sekolah." Kenzie hanya menjawab dengan anggukan.

Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang