Part 5

27.5K 1.3K 70
                                    

Mobil Kenzo berhenti di depan pagar rumah mewah yang menjulang tinggi.

"Ini rumah kamu?" Tanya Kenzo sedikit heran karena berbanding terbalik dengan keadaan Kenzie.

Kenzie sadar dengan keheranan Kenzo. Ia menggeleng karena ia juga malu untuk mengakui rumahnya di lihat dari pakaiannya saja seperti tidak mungkin jika ia tinggal di rumah mewah seperti ini.

"Bukan, saya hanya pembantu disini." Kenzie menunduk memainkan jari-jarinya. Ucapan yang di lontarkan dari mulutnya sendiri membuat hatinya sesak.
Jika benar dia bukan anak orang tuanya ia akan bersyukur meski di perlakukan seperti ini tapi wajahnya begitu mirip dengan ibunya hanya matanya saja yang berbeda dari yang lain entah menuruni siapa karena dari keluarga ibu ataupun ayahnya tidak ada yang memiliki warna mata seperti dirinya.

"Oh, lalu majikan kamu apa membolehkan kamu kerja di restoran?"

Kenzie hanya mengangguk lalu mengucapkan terimakasih kemudian pamit untuk masuk.
Kenzo hanya diam memandang gadisnya berjalan menunduk sampai pintu tertutup ia masih betah di situ.

"Ckkk Kenzie,, ternyata nama lo mirip dengan nama gue. Mata lo juga begitu indah." Gumam Kenzo lalu ia menjalankan mobilnya untuk pulang.

Kenzie memasuki rumah dengan begitu santainya ia berjalan tanpa menghiraukan penghuni rumah. Ia tidak sadar karena pikirannya sibuk dengan keberuntungannya hari ini. Ia bahagia di terima kerja di restoran mewah.

"Darimana saja kamu?"

Suara keras yang sudah sangat familiar di telinga Kenzie. Ia berhenti melangkahkan kakinya tubuhnya seketika membeku mendengar suara yang beberapa hari ini ia tak mendengarnya. Kenzie menengok ke asal suara tadi dan tatapan takut mulai merubah keceriaannya.

"Darimana saja anak sialan?" Tanyanya lagi membuat Kenzie semakin kaku suaranya tiba-tiba sulit untuk di keluarkan.

"A__a_aku barusan nya__ aawww" Ucapannya terpotong karena ayahnya menarik tangannya dengan kasar.

"A_ampun yah, maafin Kenzie." Kenzie sangat hapal kemana ia akan di bawa. Gudang lah tempat tujuan ayahnya yang akan kembali menyiksa dengan cambukan tanpa ampun.

"Dasar anak tidak tahu di untung suruh jaga rumah malah keluyuran." Bentak Rendy ayah Kenzie.

Dengan gerakkan cepat Rendy mengikat tangan Kenzie agar tidak bisa berontak lalu menarik sabuk yang di pakainya. Matanya menatap Kenzie dengan tatapan benci kemudian tangannya mulai mengayunkan sabuk ke badan Kenzie dengan bringasnya tanpa ampun mencambuki Kenzie.

"aaaah,,, aampuun yaaah,,," Teriak Kenzie dengan rasa sakit serta perih yang menjalar di tubuhnya.

Lorenza mendekat ketika mendengar teriakan Kenzie ia tersenyum puas melihat ayahnya yang sudah di kuasai emosi.

"Mampuuuss lo,," Ucap Lorenza ketika Kenzie tak sengaja menatap adiknya.

Kenzie hanya tersenyum melihat sang adik yang pergi begitu saja setelah menyaksikan ia di cambuk ayahnya.

Setelah Rendy puas ia keluar tanpa memperdulikan Kenzie yang terbaring lemah di lantai.
Rendy mengunci pintu gudang lalu ia melenggang pergi dengan hati puas.

"Ssssshhhtttt aawww,," Desis Kenzie yang berusaha untuk duduk.
Setelah duduk dan bersandar di barang-barang yang tidak terpakai.

"Hufttt,,, kuat zie, kau tidak secengeng itu. Jangan buang air matamu hanya untuk menangisi kesialanmu." Kenzie menyemangati diri sendiri agar tidak lemah karena ia harus menyiapkan fisiknya lagi untuk menghadapi sang ibu.

Rasa sakit dan perih yang ia rasakan tak bisa di ukur dengan rasa sakit di hatinya.
Kenzie mengusap air matanya yang tiba-tiba luruh begitu deras.

"Ugh air mata sialan,," Kenzie menundukkan kepala di antara lututnya. Tubuhnya di hiasi kemerahan bahkan ada yang mengeluarkan darah di balik baju yang ia pakai tapi ia tak acuh. ia hanya berharap besok masih bisa kerja.

Ceklek

Suara pintu terbuka tapi Kenzie hanya diam di posisinya ia tidak mau lihat siapa yang masuk karena itu sangat menyakitkan untuknya yang jelas ia sudah tahu apa yang akan di hadapi selanjutnya.

Byurrr

Kenzie mendongak menatap sang ibu dengan mata memelas. Tubuhnya sudah basah di siram air bekas pel lantai.

"Kamu ini benalu, sampah keluarga saya menyesal telah lahirin kamu cuiiih,,," Ucap Dina Ibunya meludahi tepat di wajah Kenzie.

Kenzie menyeka ludah di wajahnya lalu mentap ibunya dengan hati terluka tapi ia tutupi dengan senyuman.

"Terimakasih bu atas hadiahnya selama ini ibu dan ayah yang membuat zie kuat. Aku sayang kalian." Kenzie tersenyum tulus dengan bibir pucatnya serta mata yang memerah kepada sang ibu sebelum melangkah keluar.

Dina melemparkan kain pel ke arah Kenzie lalu melanjutkan langkahnya.
Dina sangat benci ketika melihat manik mata putrinya yang sangat mirip dengan seseorang yang sampai saat ini ia sangat membencinya andai saja membunuh tidak dosa ia tidak akan segan-segan untuk menghabisi nyawa orang yang sudah membuat hidupnya hancur. Dina tak takut masuk jeruji besi yang penting dendamnya terbalaskan.

Dina masuk kamar lalu menguncinya dadanya begitu sesak saat melihat putri sulungnya mengucapkan terimakasih dan kata sayang kepadanya.
Dina terus memukuli dadanya dengan air mata yang terus menetes membasahi pipi.

Setiap melihat putri sulungnya yang mengingatkan ia pada masa lalu kelamnya sehingga ia tidak bisa mengontrol emosi meski setelahnya ia juga merasakan sakit melihat darah dagingnya yang selalu ia siksa dengan tangannya sendiri.

Kenzie mencoba berdiri tapi lagi-lagi ia terjatuh sudah berjam-jam ia duduk bersandar merenungi kesalahan yang hanya sepele tapi berdampak sangat menyakitkan.
Kenzie berpegangan pada kursi kayu dengan tangan serta kaki bergetar ia mencoba berdiri.

Setelah dirasa kuat Kenzie pun melangkah dengan tertatih merambat ke tembok untuk berpegangan meski berkali-kali terjatuh tapi Kenzie menguatkan dirinya agar bisa berjalan sampai ke kamarnya.

Hanya ada lampu kecil di sisi ruangan tengah sebagai penerangan dan semua orang sudah tertidur karena memang malam sudah sangat larut. Kenzie membuka kamarnya lalu segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Dengan sangat pelan ia membuka satu per satu pakaiannya lalu Kenzie melihat dirinya di cermin yang nampak sangat menyedihkan.
Bibirnya ketarik ke atas ia tersenyum bodoh melihat hasil karya sang ayah di seluruh tubuhnya.
Bekas luka lama pun masih belum pudar sekarang sudah di tambah lagi dengan luka baru.

"Jika suatu saat nanti Kenzie benci kalian, aku harap tidak akan ada penyesalan dari kalian." Gumamnya.

Lalu mengguyur badannya dengan air dingin meski terasa sangat perih tapi Kenzie seperti mati rasa tanpa ada suara kesakitan sedikitpun yang keluar. Kenzie hanya menatap kedepan dengan pandangan kosong meski tangannya sedang menggosok tubuhnya.

Beberapa menit kemudian Kenzie keluar lalu ia merebahkan dirinya di atas ranjang untuk mengistirahatkan hati, otak dan tubuhnya.

Jika kebahagiaan mu dengan cara menyakiti
Lakukanlah
Karena kaulah segalanya bagiku
Ibu,,

================================

Cerita ini hanya fiktif belaka,,,


Entah kenapa jadi cerita seperti ini.

Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang