Bab 19

277 22 0
                                    

Haluna dan teman-teman sengkatan nya sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Nasional(UN) yang di laksanakan minggu depan. Mereka harus belajar dengan tekun agar dapat nilai yang memuaskan.

Ketekunan murid kelas XII terlihat jelas saat jam pelajaran di mulai. Semua nya nampak memperhatikan apa yang di jelaskan oleh guru mereka, padahal saat masih  kelas X-XI mereka tenang-tenang saja. Tidak se-serius ini dalam belajar,  kecuali orang yang benar-benar rajin.

Sama seperti Haluna, Fahmi, Galih, Irwan , Nata dan jangan lupakan teman-teman sekelasnya juga yang sedang serius menatap banyak nya rumus Matematika di papan tulis.

Banyak yang berdecak pusing karena tak mengerti, ada yang menguap karena ngantuk, dan ada yang serius menerima pelajaran. Bahkan ada yang menyumpah serapah orang yang membuat rumus sesulit itu.

Beda hal nya dengan Haluna yang memainkan pulpen nya kesana kemari seperti orang kebosanan. Nata yang menyadari teman semeja nya tengah gabut dengan iseng nya ia menyenggol tangan Haluna dengan kencang sampai si empunya tangan itu meringis.

"Aww!!" ringis Haluna dengan kencang. Dan seisi kelas pun menoleh ke arah nya,termasuk guru yang sejang mengajar.

"Ada apa Haluna? Apa nya yang aw?" tanya pak Budi.

Haluna menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal lalu tersenyum memperlihatkan deretan gigi nya, "Gpp pak,saya cuma kaget." pak Budi menatap intens ke arah Haluna. Lalu melanjutkan menulis rumus yang menyusahkan itu.

"Nata apaan si?!Luna kaget tau!" kata Haluna dengan menekan suara amarahnya.

"Heheh. Abis nya lo bengong mulu kaya ayam kesambet" Nata terkekeh , Haluna memutar bola mata nya malas.

"Udh deh buruan lo nulis nanti di omelin lagi lho"

"Gak ah Luna males." ucap Haluna lalu menenggelamkan wajah nya ke meja.

"Siapa yang males?" tanya Fahmi.

Bukan tanpa di sengaja Fahmi mendengar obrolan Haluna dan Nata, tapi memang terdengar. Karena Fahmi duduk di depan meja Haluna jadi otomatis masih bisa terdengar.

Nata menunjuk Haluna yang masih menenggelamkan wajah nya di meja. Ada ide jail terlintas di otak Fahmi. Fahmi menyuruh Nata pindah ke bangku nya dan Fahmi pindah ke bangku Nata, mereka bertukar tempat duduk.

Fahmi memainkan rambut Haluna lalu mengikat nya dengan dengan asal. Alih-alih akan rapi tapi malah sebalik nya, rambut Haluna seperti orang gila. Berantakan.

Merasa tidur nya terganggung Haluna bangun dan duduk seperti semula.

"Nata apaan si,Luna tuh ngantuk jangan di ganggu!" ucap nya kesal.

Gadis itu menyadari bahwa yang duduk di samping nya itu bukan Nata melainkan kekasih nya. Laki-laki itu tertawa tertahan. Haluna mengerutkan kening bingung.

Lalu bertanya,"Kenapa ketawa?"

Masih dengan tertawa tertahan Fahmi mengusap puncak kepala Haluna lalu kembali ke bangku nya. Tanpa menjawab pertanyaan gadis nya.

Nata kembali ke bangku nya lalu ikut tertawa sama hal nya dengan Fahmi. Haluna semakin bingung.

"Nata juga ikut-ikutan! Ada apa sih!" ujar nya dengan suara yang kencang. Sebenarnya bukan kencang tapi kelas nya yang terlalu sepi jadi suara kecil pun akan terdengar. Untung nya pak Budi sedang ke kantor kalau tidak bisa di hukum Haluna karena membuat kebisingan di kelas.

Kini teman sekelas nya menoleh ke arah Haluna dan sama juga ikut tertawa. Haluna menahan marah dan juga malu,ia bingung ada apa?

"Kalian kenapa si." suara Haluna mulai bergetar pertanda ia akan menangis. Merasa sudah kelewat batas Fahmi nenghampiri Haluna dan kembali duduk di samping nya. Nata pun pindah tempat duduk lagi.

"Mau apa?! Ketawain Luna lagi!" Fahmi menggeleng cepat lalu membuka ikatan rambut Haluna dan merapikan nya kembali. Haluna benar benar tidak menyadari rambut nya yang berantakan,dasar lemot.

Merasa rambut Haluna sudah rapi kembali,Fahmi memeluk nya lalu berbisik,"Maafin aku. Aku bercanda"

Haluna langsung mendorong tubuh Fahmi menjauh,"Fahmi jahat! Luna kan jadi malu."

"Fahmi aku sayang." kata Fahmi dengan lembut sambil mengusap pipi Haluna yang mulai merona. Teman sekelas nya bersorak menggoda mereka.

"Cieeee,cieee.."

"Mau dong di panggil sayang sama Fahmi juga."

"Aku rela kok jadi pipi nya Haluna biar bisa di pegang sama Fahmi."

"Haluna ntr malem gak bisa tidur nih gue rasa."

Begitulah godaan dari teman sekelas nya. Haluna makin tersipu malu.

Di tempat lain ada yang memperhatikan Haluna dan Fahmi dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

Dia adalah Vika dan Irwan.

HALUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang