Pernahkah kalian sedang bermimpi indah. Mendambakan seseorang yang tak pernah hadir dihidup mu selamanya? Bertemu walau hanya sekelibat mimpi. Bahkan tak menghabiskan waktu 24 jam. Memejamkan mata yang sudah tenang dan nyaman tapi malah dibangunkan untuk menghadapi dunia yang menyakitkan ini. Tak terhitung bagaimana bahagia nya bertemu dengan manusia yang tak pernah bisa ia temui di dunia nyata. Berharap mimpi itu adalah nyatanya, bukan yang seperti ini. Berusaha menyakinkan diri untuk ikhlas dan membiarkan jalan Tuhan yang mengambil alih semua hidupnya. Memang harusnya begitu, namun Haluna tetap keras kepala dan berdiri diambang kenyataan atau masuk kedalam mimpi nya yang tak pernah menjadi nyata.
Ego, itulah yang tertanam dalam dirinya.
"Luna bangun sayang. Udah pagi, kamu harus kekampus kan?" Suara itu---merdu didengar, sukar diabaikan. Gadis itu terbangun hanya satu kali panggilan dari malaikat tak bersayap dirumah nya.
Haluna mengucek matanya sebentar lalu turun dari tempat tidurnya. Pandangannya beralih pada jam dinding yang menunjukkan pukul 07.00 pagi. Nyawa nya belum kumpul, ia ingin kembali tidur. Namun lagi-lagi kenyataan seakan menampar nya agar bangun. Bukan cuma dari tidur nya, melainkan mimpi yang hampir membuatnya gila. Tak bisa membedakan mana realita dan mana yang hanya mimpi.
Sesampainya Haluna di kampus, seperti biasa. Tak ada yang spesial. Hanya melihat mahasiswa dan mahasiswi berlalu lalang. Sebagian ada yang menenteng buku-buku yang lumayan tebal, dan sebagian ada yang hanya menyampirkan tas nya dipundak. Kadang ada saja tas yang terlihat enteng, alias kosong tak ada buku. Mungkin hanya satu atau dua buku didalamnya.
Ada yang berjalan bersama teman-temannya, ada yang berjalan sendiri seperti Haluna. Dan tak jarang ada yang bersama pasangannya. Seperti Nata dan Galih yang berjalan beriringan seraya tangan yang saling bertautan. Kalau diseguhkan pemandangan seperti itu, Haluna merasa miris pada dirinya sendiri.
Bicara soal Nata, Haluna jadi teringat tentang ....
"Nata!" Haluna melambaikan sebelah tangannya pada Nata. Nata pun membalas nya.
Langkah nya perlahan mendekat. "Kenapa?"
"Kemarin Nata ketemu Luna kan dikampus?"
"Iya ketemu."
Bagus, berarti itu bukan mimpi.
"Nata bilang kan kalo ada yang mau ketemu Luna?" Ucapnya penuh harap.
Ingatan Nata seolah berjalan mundur memutar kejadian kemarin. Lama berpikir tapi ucapan yang keluar dari mulut Nata bukan lah yang Haluna harapkan.
"Nggak kok."
"Waktu gue ketemu lo dikampus kan lo minta anterin gue ke UKS katanya pala lo sakit."Ternyata salah, itu hanya mimpi.
"Jadi yang kemarin Luna rasain itu cuma mimpi?"
Nata dan Galih saling berlempar tatap. Sepertinya mereka sudah menebak apa yang Haluna rasakan. Apa lagi kalau bukan memimpikan Fahmi.
"Udah Lun." Nata menepuk pundak Haluna. Dua kata yang sederhana terucap. Memiliki arti yang sangat luas untuk menguatkan. Singkat namun dapat mencakup banyaknya kosa kata yang tak perlu disampaikan berulang kali, dengan kalimat panjang dan terkesan bertele-tele.
Haluna menghela napas berat. "Yaudah Luna masuk kelas duluan ya." Setelah berkata, ia pergi. Dengan rasa kecewa yang menggantung dipundak. Harusnya ia tak perlu merasa begitu. Mungkin terlihat berlebihan ya?
●●●
Penjelasan dari salah satu dosen yang mengajar dikelas tak terdengar suaranya. Bukan karena suara dosen itu yang kelewat pelan, atau suasana kelas yang ramai. Suara apapun tak terdengar oleh gadis ini. Telinga yang mendadak tuli, menolak berbagai macam hiruk-piruk suara dibumi. Kini pikiran yang mengambil alih tubuh dan otak nya. Bising nya isi kepala bertengkar dengan realita. Seakan sebelah kanan otak nya berkata, "sudah, ikhlas saja." Dan yang kiri berucap, "jangan sekarang. Nanti saja. Habiskan sedihmu dulu, baru bisa bernapas lega."

KAMU SEDANG MEMBACA
HALUNA (END)
Dla nastolatkówMencintai bukanlah perihal waktu, Bosan tidak nya itu urusan ku. Karena di cerita ini kalian akan mengenalku dengan 'gadis yang tak kenal waktu' Maksudnya, bukan karena aku tidak mengetahui setiap jam nya ya! Jam tetaplah tolak ukur waktu. 1 jam te...