"Amiii!" pekik Haluna.
"Ami harus kuat, gak boleh ninggalin Luna. Kan kita harus berjuang sama-sama, Luna gak mau berjalan sendirian. Luna gak bisa berdiri kalo gak ada Ami. Emang nya Ami mau Luna di jahatin dan Ami gak bisa jagain Luna lagi." Haluna menjeda ucapan nya, menarik nafas dan merangkai kata kata yang memicu semangat Fahmi untuk hidup.
"Nanti kalo Ami udh bangun Luna gak bakalan ngayal jadi istri nya Dimas lagi, gak bakalan suka sama oppa oppa lagi. Luna tau Ami itu cemburu, Luna juga tau Ami yang ngapusin foto foto idola Luna. Luna gpp kok, asal Ami bangun." lanjut Haluna. Dokter dan suster yang ada di ruangan itu menggelengkan kepala nya heran. Baru kali ini mereka melihat percakapan di antara orang yang nyawa nya di ujung tanduk.
Bunyi alat pendeteksi jantung itu perlahan suara nya kembali normal. Para dokter kembali mendekat lalu memeriksa keadaan Fahmi. Betapa terkejutnya mereka berkat perkataan nyeleh Haluna mampu membuat Fahmi kembali semangat untuk hidup lagi. Itu semua tidak akan terjadi tanpa kuasa sang Pencipta.
"Detak jantung pasien sudah normal. Ini semua berkat kamu." ujar dokter yang memeriksa Fahmi.
Haluna terkekeh, "bukan sepenuh nya karena saya dok, tapi emang udh jalan nya dari Tuhan." dokter itu tersenyum , Haluna pun demikian.
"Tapi kenapa Ami belum juga bangun ya dok? Apa Ami itu ngerjain Luna ya, sengaja gitu?" lanjut nya.
"Tidak bukan seperti itu, memang Fahmi blm bisa bangun langsung. Tapi nanti juga akan bangun untuk melihat gadis nya ini." goda dokter. Haluna tersenyum menanggapi nya.
Para tim medis berlalu ke luar ruangan. Tinggal lah Haluna, Nata, Galih, Irwan dan Vika, tidak lupa juga Fahmi yang masih tertidur dengan pulas nya.
Haluna duduk di bangku sebelah Fahmi, tangan nya sengaja ia tautkan supaya Fahmi bisa merasakan keberadaan Haluna yang setia di samping nya. Haluna mengelus pipi Fahmi dengan lembut. Sesekali tangan nya yang satu lagi ia usapkan ke kepala Fahmi. Sungguh, tidak bisa di gambarkan rasa sayang ini dengan apa pun. Jika harus di tuliskan tidak akan cukup 1000 lembar. Itu karena rasa sayang nya tidak bisa di ukur atau di hitung dengan apa pun.
"Ami harus bangun ya. Jangan lama-lama tidur nya, kan kita mau lulus-lulusan bareng." ucap Haluna dengan nada sedih nya.
"Iya Mi lo harus bangun buruan, klo lama nanti lo bakalan lupa cara bangun itu gimana." celetuk Irwan yang akhirnya mendapat tatapan tak enak dari seisi ruangan ini. Semua orang pun tau arti dari ucapan nya itu apa. Ingin menyupahi Fahmi mati? Gila sekali ucapan Irwan.
"Maksud lo apa ngomong kaya gitu hah?!" protes Galih.
"Lah emang bener kan? Orang yang udh lama gak ngelakuin hal yang biasa dia lakuin pasti bakalan lupa lah." kata Irwan dengan nada enteng nya.
"BANGSAT!!"
"Lah kok lo yang sewot si Lih? Santai aja kali. Gue ngomong apa ada nya. Lagi juga emang si Fahmi gak kasian apa ngeliat si Haluna nunggu dia mulu di sini? tidur nya duduk ,makan ga teratur kaya gitu. Klo gue jadi Fahmi si gue gak bakalan ngebiarin cewek gue kesiksa gitu , apalagi di ganggu ama bokap sendiri."
"BANGSAT LO GAK GUNA JADI SAHABAT! SAMPAH!!!" Galih mencengkram kerah baju Irwan, yang di gretak malah tersenyum miring tanpa dosa.
"STOP! Jangan ribut di sini , plissss. Kasian Ami, jangan buat dia tambah sedih dengan sikap kalian yang kaya anak kecil ini." Haluna menengahi.
"Bukannya masalah berantem ini karena lo ya Lun? Kan lo udh kaya R.A.T.U!" Vika mengeja kata di akhir ucapan dengan tatapan sinis. Entah mengapa Haluna merasa Vika kembali jahat. Haluna terdiam, ia tidak mau membuat suasana menjadi keruh. Lebih tepat nya tidak mau kekasih nya terganggu.
Nata menyeret paksa Vika ke luar ruangan, begitupun dengan Galih yang juga menyeret Irwan untuk keluar.
"Apaan si lo orang gue mau nemenin Fahmi!" ketus Vika.
"Aduhhh udh deh. Dari awal gue juga udh gak bisa percaya lagi sama lo. Secara ya , penghianat tetap jadi penghianat. Gak bisa tobat." Nata langsung menutup pintu meninggalkan Vika dan Irwan di depan.
Di balik pintu luar Vika menyumpah serapah kepada Nata. Di tambah menendang pintu berkali-kali.
"Mba maaf jangan bikin onar di sini, ini rumah sakit." tegur satpam.
"Bapak apaan si gak tau saya lagi kesel apa? Bapak juga mau saya tendang, huh?!"
"Klo mba gak mau diam, mending tinggalkan rumah sakit ini. Kasian sama pasien yang terganggu."
"Gak usah ngusir-ngusir saya ya! Bapak itu siapa? Cuma satpam!" kata Vika ketus, tangan nya ia lipat di dada.
"Mba saya ngomong pelan-pelan ngelunjak ya. Lebih baik jadi satpam tapi tau sopan santun dari pada mba yang gak tau sopan santun. Tindakan mba ini namanya pencemaran nama baik, bisa saya tuntut."
Merasa sudah jadi pusat perhatian, Irwan menarik lengan Vika.
"Apaan si Wan, sakit tau!"
"Udh kita pergi aja, bikin malu!" bisik Irwan.
"Pak saya minta maaf atas ketidak sopanan teman saya. Kebetulan dia itu agak." jari telunjuk Irwan di miringkan di dahi.
"Maksud lo gue gila?" pekik Vika.
"Saya duluan pak, maaf membuat ketidak nyamanan di sini. Permisi." Irwan menarik Vika sampai keluar rumah sakit.
"Maksud lo apa si ngatain gue gila?!"
"Emang nya lo mau di bawa ke kantor polisi terus di penjara? Gue si ogah nemenin lo nanti nya."
"GAK BILANG GUE GILA JUGA YA!!" kesal Vika. Irwan memutar bola mata nya malas.
***
"Gimana keadaan Fahmi?"
"Seperti yang nenek liat, Ami blm juga bangun." ucap Haluna. Nek dian mengusap pundak Haluna menenangkan. Haluna hanya bisa tersenyum menanggapi nya.
Hari ini nek Dian datang menjenguk cucu semata wayang nya. Semua rasa bersalah terus menghantui pikiran wanita paruh baya itu. Merasa bersalah karena pernah terlibat membantu rencana om Danu yang ingin memisahkan mereka.
"Maafin nenek ya karena pernah ikut rencana busuk si Danu itu. Nenek gak tau harus menolak secara apa , nenek di paksa. Jika menolak itu bahaya untuk nenek. Klo itu terjadi nenek gak akan bisa ngeliat Fahmi lagi, nanti nenek gak bisa ngejaga Fahmi lagi." jelas nek Dian.
Haluna tersenyum,"gpp nek. Lagi juga masalah nya udh lewat kok."
"Kamu harus berjuang buat Fahmi ya. Jangan tinggalin dia."
"Iya nek. Aku gak akan ninggalin Fahmi. Tapi aku gak tau rencana Tuhan seperti apa, aku cuma pemeran nya bukan pembuat jalan cerita ini nek."
"Tapi kamu masih mau berusaha untuk tetap bersama Fahmi Lun? Walaupun bagaimana keadaan nya. Fahmi itu sayang sekali sama kamu, kalian pasti bisa hidup bahagia." kata nek Dian.
"Luna akan berusaha sebisa Luna nek. Rencana Luna gak sekuat kehendak Tuhan. Kalo Luna gak di izinin bersama Ami berarti emang bukan Luna yang di letakan di kehidupan Ami." Haluna menatap Fahmi yang masih setia menutup mata.
Rasanya rindu sekali melihat mata indah itu.
Rindu melihat tawa nya,
Rindu mendengar setiap ucapan nya,
Dan rindu bagaimana ia memperlakukan ku dengan sangat baik.Tuhan..
Bangunkan ia segera.
Suruh dia membuka bola mata nya yang warna hitam itu.Aku rindu setiap titik yang ada pada diri nya.
~~~~~~
Aku masih tunggu dukungan kalian:')
Instagram ~ kartikatri.p_

KAMU SEDANG MEMBACA
HALUNA (END)
Novela JuvenilMencintai bukanlah perihal waktu, Bosan tidak nya itu urusan ku. Karena di cerita ini kalian akan mengenalku dengan 'gadis yang tak kenal waktu' Maksudnya, bukan karena aku tidak mengetahui setiap jam nya ya! Jam tetaplah tolak ukur waktu. 1 jam te...