Satu persatu masalah sudah selesai. Di mulai dari Nata yang akhirnya mau memaafkan Galih setelah cukup banyak ia korbankan air mata dan waktu yang menurutnya sangat berharga. Dan juga Vika dan Irwan yang menikah secara tiba-tiba. Mungkin dari kalian ada yang tak menyangka dengan alur cerita ini. Atau ada yang sampai tak terpikir cerita ini akan berjalan di luar ekspetasi kalian. Tenang saja, author punya banyak kejutan untuk di tulis.
Tapi nampak nya tidak semua masalah selesai, dan masalah baru kembali datang.
Fahmi menatap nek Dian penuh harap, tanpa sadar matanya kini sudah sembab. "Ayo kita pergi nek." Fahmi meremas pegangan koper dengan cemas.
"Sudahlah Fahmi, jangan buang-buang waktu mu dengan membujuk nenek. Cepatlah pergi!"
"Nggak nek. Fahmi harus pergi sama nenek. Lihat kan? Fahmi udh beresin barang-barang Fahmi, dan sekarang Fahmi tinggal beresin baju-baju nenek." Fahmi bergerak mengambil koper diatas lemari nek Dian, lalu memasukkan baju-baju nya dengan asal. Sambil menahan air mata supaya tidak jatuh. Lagi-lagi ia bersusah payah menjadi laki-laki kuat.
"Setelah kita keluar dari rumah ini, kita akan numpang untuk beberapa hari di rumah Galih. Kebetulan orang tua Galih lagi keluar kota. Fahmi akan kerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan kita. Setelah uang nya cukup, Fahmi akan sewa rumah untuk sementara waktu."
"Gimana dengan kuliah mu?"
"Fahmi juga akan mencari uang untuk bayar kuliah sendiri. Nenek tenang aja, Fahmi udh terbiasa hidup mandiri. Bahkan tanpa seorang ibu. Dan Fahmi juga punya pengalaman kerja waktu pergi dari rumah dulu."
"Tapi kamu harus pergi sendiri Fahmi."
"Nggak nek. Fahmi gak akan ninggalin nenek sendirian. Fahmi akan keluar bersama nenek."
Nek Dian menangkup wajah Fahmi yang sudah memerah, "Fahmi! Lihat nenek! Nenek gpp kalau kamu harus pergi. Jangan khawatir, nenek akan baik-baik aja. Sekarang yang harus kamu lakukan cepat pergi sebelum papa mu datang."
Tanpa berkata-kata Fahmi memeluk wanita paruh baya itu, pundak nya bergetar menahan tangis. Dan Fahmi gagal menjadi laki-laki yang berpura-pura kuat.
"Kalo itu mau nenek, Fahmi akan pergi. Tapi satu yang harus nenek ingat, jika Fahmi udh datang kembali ke rumah ini maka nenek harus ikut sama Fahmi. Gak perduli apapun resiko nya. Fahmi terima."
Nek Dian mengangguk seraya tersenyum tanpa arti. Ia menuntut Fahmi keluar dari kamar nya, supaya Fahmi cepat-cepat pergi dari rumah mewah tapi nampak seperti neraka.
Sebelum nek Dian menutup pintu, ia berkata dengan lembut yang akan Fahmi rekam suara itu baik-baik, "jaga dirimu. Nenek sangat menyayangi mu. Jangan buat nenek kecewa." Tepat setelah nek Dian bicara, pintu sudah menjadi penghalang pandangan Fahmi. Pintu itu tertutup, bahkan sebelum ia menjawab pesan nya.
Dengan langkah berat Fahmi berjalan keluar dari rumah itu. Berat bukan karena ia tak rela jika harus keluar dari sini, melainkan ia berjalan sendiri. Bukan dengan orang yang paling berharga dalam hidup nya. Nek Dian.
Belum sempat Fahmi keluar dari rumah nya, seseorang berdiri di ambang pintu dengan jari-jari tangan menghimpit puntung rokok seraya menghisap nya dalam-dalam lalu mengeluarkan nya ke udara. Fahmi benar-benar membenci asap rokok, terutama dengan orang yang menghisap rokok itu. Lebih berbahaya ketimbang benda yang di hisap lalu mengeluarkan asap negatif.
"Cihh!" Desis nya.
"Rupanya anak ku sudah siap tanpa harus disuruh."
"Bahkan Fahmi udh sangat siap meninggalkan rumah ini."
Om Danu menjatuhkan puntung rokok ke lantai lalu menginjak nya dengan sepatu hitam bersih berkilau nya. "Ayo kita berangkat, biar ku antar anak kesayangan ku ke bandara."
KAMU SEDANG MEMBACA
HALUNA (END)
Teen FictionMencintai bukanlah perihal waktu, Bosan tidak nya itu urusan ku. Karena di cerita ini kalian akan mengenalku dengan 'gadis yang tak kenal waktu' Maksudnya, bukan karena aku tidak mengetahui setiap jam nya ya! Jam tetaplah tolak ukur waktu. 1 jam te...